54 - Gear.

1.2K 114 5
                                    

Pamir bertepuk tangan setelah melihat kejadian tadi. Ammar hanya melepaskan jasnya lalu ia letak di sofa. "Kau yang merencakan ini, Am?" Ammar mengangguk, "Biar sama-sama merasakan. Gimana rasanya lengan itu terkoyak." Pamir ngilu mendengarnya.

"Tapi Am, gimana kalau mereka melaporkan kejadian ini ke polisi?" Ammar tertawa mendengarkannya lalu mengangkat mobile phonenya. "Dia yang habis. Karna kejadian tadi pasti diasumsikan karena ketidakpasan mur atau penyangganya dsb." Ammar berdiri dan menatap ke luar jendela, "Tapi kejadian malam itu waktu aku ditusuk, udah dipastikan lebih kuat untuk dijadikan bukti untuk masukkan dia ke penjara."

Pamir sedikit bingung dan memilih untuk mencerna ucapan Ammar terlebih dahulu. "Kenapa enggak masukan dia langsung ke penjara?" Ammar tertawa renyah, "Orang seperti dia, hukum yang tunduk sama dia. Bukan dia yang tunduk sama hukum. Jadi percuma. Mending kita bersenang-senang terlebih dahulu."

"Lalu berakhir apa Am? Mati?" Ammar terdiam dan mencerna ucapan Pamir. Ia pun berbalik arah melihat Pamir, lalu mengangkat kedua bahu nya tidak tau. Ia beneran tidak tau. Ia tidak ingin membunuh siapapun. Sebejad-bejad nya ia dulu, tapi yang namanya narkoba dan membunuh sangat-sangat ia jauhi bagi Ammar.

"Semoga tidak sampai sana." Jawab Ammar dengan tenang lalu duduk di kursi kerjanya dan membuka laptop. "Silahkan Pamir kembali ke ruangan masing-masing. Tadi katanya sibuk banget-" Ucap Ammar sambil mengetikkan password laptopnya, "Jadi udah bisa melanjutkan kesibukannya masing-masing." Sambung Ammar lagi dan Pamir pun menatap Ammar dengan tatapan kesalnya lalu keluar.

***

Deniz mencampakkan semua peralatan dokter yang terletak disamping tangan kanannya. Dokter tersebut yang sedang menjahit lukanya tersentak dan reflek memberhentikan jahitannya. "Sial, sial, sial! Ammar!" Teriak Deniz menggelegar. Dokter yang berdiri di samping Deniz hanya menunduk ketakutan. Deniz mengepalkan tangannya sekuat tenaga lalu meninju meja kaca disampingnya hingga pecah.

Para bodyguardnya langsung berbondong-bondong masuk karena mendengar pecahan kaca dan teriakan Deniz. Salah satu bodyguard memberi arahan untuk segera membius Deniz agar jahitannya selesai dan mengobati jemari tangannya sekalian.

Dokter tersebut langsung mengambil suntik yang berisikan bius lalu langsung ia suntikkan ke lengan Deniz. Deniz langsung tak sadarkan diri dan salah satu bodyguard nya langsung menahan tubuh Deniz agar tidak jatuh. Mereka pun memilih untuk membaringkan Deniz di tempat tidur biar sekalian di jahit disana.

Dengan cepat dan telaten dokter tersebut menjalankan kewajibannya dan syukurnya semua selesai sebelum Deniz kembali bangun. Salah satu bodyguard tersebut mengurus administrasi dan obat-obatan dari dokter tersebut lalu mengantarnya pulang. Salah seorang bodyguard lainnya menjaga Deniz kalau-kalau Deniz kembali tantrum kembali seperti anak kecil.

***

Ammar membuka pintu rumahnya dan melihat hanya lampu temaram saja yang hidup. Ammar berjalan dan memeriksa setiap ruangan. Sudah tidak ada siapa-siapa disini dan sudah sunyi juga. Sehingga Ammar mengasumsikan bahwa Dilsha dan Shaqil sudah beristirahat lebih dulu.

Ammar memastikan bahwa asumsinya benar, dengan mendatangi kamar Shaqil dilantai atas. Perlahan ia buka dan ia tengah melihat Shaqil yang sudah pulasnya tidur. Ammar tersenyum lalu menutup kembali ruang kamar Shaqil. Ammar kembali ke bawah karena ingin mengambil air minum.

Ketika ia hendak ke dapur, Sukru yang baru saja memarkirkan mobil di garasi bertemu dengan Ammar. "Pak Ammar." Panggil Sukru dan Ammar sedikit terkejut sebenarnya. "Tadi bu Dilsha berpesan, ada kebab untuk pak Ammar di dalam tudung saji." Ammar tersenyum lalu mengangguk, "Baik terima kasih Sukru. Beristirahatlah." Ucap Ammar dengan lembut.

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang