53 - Harus Diberi Pelajaran.

1.6K 136 7
                                    

"Assalamualaikum." Ucap Ammar lalu membuka pintu ruangan Dilsha. Ammar langsung mengunci mulutnya ketika melihat Dilsha sedang bersender beristirahat di kursi kerjanya. Ammar berjalan mendekat dan berjongkok untuk melihat wajah Dilsha lekat-lekat. Ammar tersenyum lebar lalu membangunkan Dilsha dengan lembut. "Sayang, bangun yuk."

Dilsha pun akhirnya terbangun dan melihat wajah Ammar dengan dekat. "Kamu udah lama nunggu?" Tanya Dilsha sambil menangkup dagu Ammar. Ammar tersenyum lebar dan mengangguk, "Udah, udah lama mencintaimu." Dilsha refleks mencoel pipi Ammar.

"Tapi beneran loh. Waktu sering main kerumah, aku sering liatin kamu pulang les." Dilsha hanya melihat Ammar dengan tatapan ingin menahan tawanya. "Terus langsung membatin, ini kalok dah gede, pasti cakep dah. Lah iya bener, cakep bangett." Dilsha tertawa terbahak dan Ammar pun tertawa juga dan berakhir gemas mencium pipi Dilsha dan Ammar memeluknya.

"Padahal sering yak dulu kita jumpa?" Ammar mengangguk. "Lucu ya? Adik sahabatku ternyata jodohku." Dilsha tertawa mendengarkannya. Ammar pun melepaskan pelukannya, "Dah yuk kita kontrol ke dokter. Tadi aku udah ngabarin kalau kita mau kesana." Dilsha mengangguk, "Sebentar ya aku beres-beres dulu."

***

Ammar memerhatikan display USG yang berada di samping brankar. "Alhamdulillah detak jantungnya, kondisinya janinnya In Syaa Allah sehat. Vitaminya jangan lupa diminum, susu, buah dan sayur juga jangan lupa dikonsumsi." Dilsha mengangguk sambil melihat layar USG yang berbeda yang emang sudah ada di sediakan di ruangan ini.

"Lihat, ini matanya, ini hidungnya, ini kaki tangannya. Alhamdulillah In Syaa Allah anaknya sehat ya pak, ya ibu." Dilsha mengangguk sambil bersyukur dalam hati.

"Tapi kelaminnya kita belum tau ini, janinnya pemalu nggak mau ngasih tunjuk clue ke kita nih." Ammar tertawa kecil sambil memerhatikan display USG nya. "Tidak apa-apa, apapun jenis kelaminnya yang penting bayinya sehat wal afiat dan sempurna." Ammar mengaminkan ucapan dokter tersebut dalam hatinya.

Setelah selesai, mereka pun berkonsultasi sedikit lebih lanjut mengenai kehamilan pertama Dilsha.

"Yang penting, ibunya tidak boleh stress. Itu berpengaruh sekali ke janin. Jadi, kalau ibunya mulai merasa sedikit ada tekanan pikiran maupun mental, disarankan kepada bapaknya untuk bawa istrinya babymoon."

Dilsha menoleh ke Ammar, "Tuh dengerin dokternya. Butuh babymoon." Dilsha tertawa kecil setelah ia melontarkan kode kerasnya ke Ammar.
Ucap dokter tersebut lalu tertawa. Ammar tertawa lalu mengangguk mengiyakan.

Lama mereka berkonsultasi mengenai kehamilan Dilsha ini, akhir nya mereka pun selesai. Ammar menutup pintu ruangan dokter tersebut tepat setelah Dilsha keluar. "Kamu ada mau beli-beli sesuatu?" Dilsha memikirkan apa yang lagi dibutuhkan. "Ada, aku mau beli tiket."

Ammar spontan melihat ke Dilsha dan Dilsha pun tertawa. "Bercanda, bercanda. Kita beli martabak aja untuk Shaqil ya?" Ammar tertawa lalu mengangguk.

***

Dilsha menepuk-nepuk wajahnya setelah memakai night skin care routine nya. Setelah selesai, ia ikut berbaring di samping Ammar. Dilsha memerhatikan wajah Ammar seperti ada yang ia pikirkan. "Kamu kenapa?" Tanya Dilsha dengan lembut. Ammar lalu menatap wajahnya Dilsha dan tersenyum lalu mengangguk.

"Enggak perlu khawatir, In Syaa Allah pasti berlalu." Dilsha mengangguk namun masih menerawang wajah Ammar. Ia ingin sekali mengetahui masalah apa yang dipikirkan Ammar, tapi ia sendiri juga tidak mau memaksa Ammar untuk berbicara. Tapi penasaran kali loh?!

"Ini ada hubungannya dengan yang nusuk kamu?" Ammar menatap Dilsha terlebih dahulu lalu mengangguk. "Aslanov. Pamir tadi pagi ngirim video sama foto cctv jalanan tempat kejadian. Dan ada logo Aslanov di jaket yang nusuk." Dilsha sedikit membulatkan matanya. "Jadi apa yang akan kalian berdua lakukan?" Ammar menghela napasnya dan menggeleng tidak tau.

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang