Ammar perlahan masuk ke kamar Shaqil yang dimana Shaqil sedang tidur. Ammar pun berjalan mendekat, lalu ia elus kepala Shaqil dan ia kecup rambut Shaqil. Ammar tersenyum lalu duduk di pinggiran tempat tidur Shaqil sambil melihat luka dijarinya Shaqil lalu ia tatap wajah Shaqil yang masih menunjukkan raut sedih dan menahan sakitnya. Pasti sakit sekali. Terjepit hingga berdarah, bukan main sakitnya.
Ammar tersenyum sambil menahan air matanya. Pilu sekali rasanya melihat Shaqil seperti ini. "Cepat sembuh, ya sayang." Ammar mengecup dahi Shaqil lalu ia naikkan selimut Shaqil. Ammar pun keluar dan pergi ke dapur untuk mengambil air minumnya untuk ia taruh di kamar.
Ammar kembali ke kamar lalu mengunci pintu kamar mereka. Ketika Ammar menaruh gelas di nakas, Ammar melihat Dilsha yang baru saja berganti daster untuk tidur. Ammar tersenyum melihat makhluk tuhan yang satu ini. Tidak pernah bisa ia marah ketika ia melihat wajah Dilsha. "Kamu kenapa ketawa?" Tanya Dilsha sambil menggeraikan rambutnya. Ammar yang baru saja selonjorkan kakinya di tempat tidur dan menggeleng, sedikit terkejut melihat Dilsha menggeraikan rambutnya. Masya Allah.
Dilsha pun membaringkan tubuhnya, lalu berputar ke kanan untuk melihat wajah Ammar. "Tadi dengar Shaqil nangis, terenyuh banget." Ammar menatap Dilsha dan mengangguk. Ammar lalu mengelus rambut Dilsha. Karna melihat Dilsha terlalu gemas, Ammar duduk lalu langsung mencium bertubi-tubi pipi dan leher Dilsha. "Hmm, MasyaAllah wangi banget. Padahal udah mau tidur aja." Ucap Ammar lalu lanjut mengendus dan mencium gemas Dilsha.
"Ammar, lepas wkwkwk." Ammar berhenti karna wajah Dilsha sudah merah padam. Ammar tertawa lalu mencium bibir Dilsha sedikit dalam dan lama. Ammar pun melepaskannya dan melihat Dilsha dari dekat. Ammar tersenyum lebar melihat wajah, hidung, alis dan mata Dilsha. "Kamu hamil terus aja ya?"
Dilsha mencuil pipi Ammar, "Kenapa gitu?" Ammar tersenyum, "Lebih gemes." Tawa Ammar dan Dilsha pun mencuil pipi Ammar lagi dan ikut tertawa. "Udah ah, bobok gih. Besok kerja." Ammar mengangguk dan kembali ke tempatnya. Ammar dan Dilsha pun sudah mulai siap-siap untuk tidur, namun Ammar tiba-tiba terpikir akan suatu hal. "Aku nggak ganteng ya?" Tanya Ammar sambil berpura-pura menutup matanya.
Ammar membuka sedikit matanya dan mengintip Dilsha.
"Iya, nggak ganteng emang."
Ammar tertawa, "Terus kenapa mau sama aku?"
Dilsha tersenyum, "Kamu baik. Gentle. Imam able banget. Jadi gantengnya bukan ganteng aja, tapi max." Ammar tertawa dan Dilsha pun juga.
"Harusnya kamu manggil aku mas."
Dilsha menggeleng tidak mau, "Aku panggil kamu sayang aja." Ammar tertawa sambil masih menutup matanya.
Mereka berdua pun berdiam diri dan lama kelamaan mereka berdua tertidur dan berisitirahat, sebelum hari esok datang.
***
Berbulan-bulan sudah berlalu, kandungan Dilsha semakin besar, semakin sulit ia untuk beraktivitas seperti biasa. Rasanya apa-apa yang dilakukan benar-benar sudah ngos-ngosan parah. "Kamu nggak usah kerja dulu. Kamu udah ambil cuti?" Dilsha mengangguk. "Siapa yang bantu handle nanti?" Tanya Ammar.
"Cuma bang Dipta nanti yang bantu nge-handle. Mungkin juga aku bantu-bantu sedikit, sebisa aku." Ammar mengangguk. "Yaudah, kamu jangan banyak beraktivitas lebih, istirahat. Kalau ada apa-apa telfon aku atau Nihan. Ok?" Dilsha mengangguk dan mencium tangan Ammar. "Aku pergi dulu ya." Dilsha mengangguk.
"Jangan lupa surat sakit nya Shaqil." Ammar menoleh ke Dilsha lalu mengangguk.
***
"Pak Ammar, ini semua notulensi meeting kita hari ini. Mau saya buat pertinggal untuk bapak sekarang atau nanti pak?" Tanya Nihan sambil mengejar langkahnya Ammar yang cepat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...