Semua orang kecuali Furkan, Azizah, dan Esma shock. Termasuk Dilsha. Ia terdiam dengan pikiran yang semrawutan.
"Am?! Sumpah?!" bisik Dipta ke Ammar dengan nada yang excited namun wajahnya yang shock tapi cengegesan. Ammar hanya mengangguk sopan sebagai jawabannya.
Beberapa detik berlalu dan berdiam diri. Hingga Furkan membuka suara, "Papa dan mama tergantung keputusan Dilsha." Furkan menatap Dilsha, "Karena Ammar sudah beriktikad baik untuk datang kesini dengan cara yang baik." Dilsha takut dan sedikit sesak untuk saat ini. Ia tau, apa yang diinginkan kedua orang tua nya saat ini. Yaitu untuk melihat Dilsha menikah. Karena di umurnya yang sudah pantas untuk menikah dan ditambah lagi Dilsha adalah seorang businesswoman yang tergolong workaholic, sehingga kedua orang tuanya sedikit memaksa Dilsha untuk segera berumah tangga.
Lama Dilsha terdiam dan memejamkan matanya sejenak untuk berpikir jernih. Namun ia membuka matanya kembali, ketika Esma bersuara. "Ammar tidak memaksa." Senyum lembut Esma. "Kalau berjodoh, pasti akan menemui jalannya." Ucap Esma yang membuat Dilsha terhenyuh. Ingin sekali ia memeluk badan yang renta itu. Dilsha benar - benar tidak bisa melihat Esma dengan nadanya yang lembut.
Dilsha menarik napasnya, membenarkan duduknya, dan berdoa dalam hati semoga pilihannya adalah yang tepat. Dilsha menghela napasnya tenang, "Saya bersedia." Jawaban Dilsha membuat Ammar mengangkat kedua alisnya. Furkan dan Azizah tersenyum lebar atas jawaban Dilsha. Akhirnya anak perempuan bungsu semata wayang nya insyaallah akan menikah. "Alhamdulillah." Ucap Furkan.
"Lalu kapan Ammar mau hantaran?" Tanya Azizah dengan sopan. Ammar tersenyum, "Masalah hantaran, rencana tidak dibuat acara Tante. Hanya penyerahan mahar saja." Jawab Ammar dengan lembut dan Azizah mengangguk lalu tersenyum.
"Lalu kapan rencananya akad dan pernikahannya?" Tanya Furkan ke Ammar dan Ammar melihat ke Dilsha yang melihat Ammar juga. "6 Bulan-" Ammar terdiam ketika Furkan angkat suara, "3 Bulan saja. Lebih cepat lebih baik."
Ammar terkejut ketika Furkan memotong ucapannya dan langsung mengatakan bahwa tiga bulan saja. Ammar menatap Furkan dan Furkan mengedipkan sebelah matanya ke Ammar menandakan bahwa tiga bulan saja sudah cukup tidak usah terlalu banyak menunda.
***
Ammar mengangguk membolehkan Shaqil untuk bermain beberapa menit lagi. Shaqil pun langsung berlari untuk bermain bola di halaman belakang bersama krucils. Ammar tersenyum melihat anak-anak yang polos itu menikmatinya. Tak lama seseorang datang menghampiri Ammar dan ikut menyaksikan apa yang dilihat Ammar.
"Kenapa terlalu tiba-tiba" Tanya Dilsha namun ia mengucapkanya dengan nada yang bukan nada bertanya. Ammar menolehkan wajahnya ke Dilsha lalu ia alihkan lagi ke krucils. Ammar hanya tersenyum, "Mungkin udah saatnya." Jawab Ammar dengan lembut dan Dilsha hanya menatap Ammar sekilas.
Tak lama Dipta datang menghampiri mereka berdua, "Jadi juga, Am?" Tanya Dipta dengan mimik wajah yang menyeringai. Ammar hanya tersenyum malu. "Eh gimana sih, lu semalam gue tawarin nggak ada respon. Tapi malah sekarang, tiba-tiba bawa keluarga. Gimana sih?" Dilsha hanya menggeleng kan kepalanya melihat Dipta yang selalu membuat ia malu dan pergi meninggalkan Ammar dan Dipta berdua.
Ammar dan Dipta lalu melihat Dilsha yang tiba-tiba pergi karna kedatangan abangnya itu. "Lihat tuh, adek lo aja pergi noh." Ledek Ammar. Dipta menaikkan kedua bahunya tidak perduli.
"Eh cerita dong, kenapa kok tiba-tiba banget?" Kepo Dipta. Ammar hanya tersenyum tenang, "Adikmu itu berbeda." Dipta mengerutkan dahinya, "Apanya yang beda?" Tanya Dipta lalu ia melipatkan kedua tangannya dan bersender di dinding yang ada disebelahnya untuk mendengarkan cerita Ammar.
Ammar tersenyum lalu memukul pundak Dipta, "Gue jumpai Oma dulu." Ucapnya lalu berlenggang pergi meninggalkan Dipta yang sudah excited untuk mendengarkan cerita Ammar. "Am? Yang benar? Belum siap lo cerita Am!" Ucap Dipta lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan ikut bergabung dengan Ammar yang sudah bersiap-siap hendak pulang.
"Om, Tante. Ammar pulang dulu. Terima kasih atas waktu dan jamuannya untuk malam ini." Ammar lalu mencium punggung tangan Furkan dan Azizah bergantian. Furkan lalu memeluk Ammar, "Lama sekali kamu muncul nak. Kalau tidak, saya sudah menjodohkan Dilsha padamu." Ammar tersenyum dan Furkan memeluk Ammar, "Papa restu." Ucap Furkan yang membuat Ammar sangat tersentuh hatinya. Ammar mengangguk, "Terima kasih, Om." Furkan lalu melepaskan pelukannya dan memukul bahu Ammar.
Ammar lalu berpamitan dengan yang lainnya dan membantu Esma berjalan. Hingga sampai di depan pintu utama, Dilsha mencium punggung tangan Esma. Esma menatap wajah Dilsha yang berseri adem melihatnya. Esma mengelus wajah Dilsha, "Jaga diri baik- baik." Ucap Esma dengan lembut dan Dilsha mengangguk lalu mencium pipi Esma dan kemudian memeluknya.
Ketika merasa sudah cukup, Dilsha melepaskan pelukannya. "Hati-hati, Oma." Dilsha memberikan jalan untuk Ammar dan Esma. Ammar menyempatkan diri untuk melihat Dilsha. Dilsha hanya tersenyum kecil dengan rasa malu-malu. Ammar otomatis tersenyum melihatnya. Namun, ia kembali memfokuskan dirinya untuk menuntun Esma berjalan.
Tak lama Shaqil pun berlari ke Ammar dengan rambut yang sudah basah akibat bermain bersama krucils. Shaqil teringat, bahwa ia belum menyalim siapapun. Sehingga ia berputar balik lagi tanpa disuruh Ammar dan menyalim Furkan, Azizah, dan Dilsha yang berada di teras rumah.
Dilsha langsung mengusap keringat yang bercucuran di pelipis Shaqil, "Hati - hati di jalan, sayang." Shaqil mengangguk dan berjalan ke Ammar yang sedang membantu Oma untuk masuk ke mobil."Shaqil duduk depan atau belakang? " Tanya Ammar. Shaqil mengintip ke Esma lalu menatap Ammar, "Shaqil duduk sama uti aja ya papa?" Ammar mengangguk lalu memberi Shaqil jalan masuk dan kemudian menutup pintu. Ammar lalu berjalan ke kursi kemudi.
Ammar memberi sebuah klakson perlahan sebagai tanda pamit kepada keluarga Dilsha.
"Oma, tinggal di rumah aja ya sama Ammar dan Shaqil?" Esma tersenyum, "Tidak usah, Ammar." Ucapnya dengan lembut sambil mengelus dahi Shaqil yang sedang berbaring dengan kepala yang dipangku Esma. "Oma sudah sangat nyaman bersyukur di rumah kita dulu."
Ammar tersenyum dari kaca untuk melihat Esma. Sebenarnya ini adalah topik yang pernah dibahas Ammar dan jawabannya selalu tidak mau. Ammar tidak sampai hati untuk membiarkan Esma tinggal di rumahnya sendiri. Namun Ammar tidaj mau memaksa. Ia hanya menunggu waktu yang pas, barulah ia mengajak Esma kembali.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!💙💚
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...