44 - Koyak?

1.9K 172 10
                                    

Ammar membuka kaca helm nya untuk melihat Dilsha yang sedang berusaha membuka helmnya. "Bisa?" Dilsha mengangguk dan masih fokus untuk membuka helmnya. Karena Ammar melihat Dilsha tidak kunjung bisa untuk membuka klep helmnya, Ammar langsung membantu Dilsha untuk membukanya. Dilsha agak menengadahkan wajahnya agar Ammar dapat lebih mudah membukanya. Karena Dilsha seperti ini, Ammar dapat dengan jelas melihat wajah Dilsha lalu tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum? Ada kotoran ya? Atau ada jilbab aku penyok?" Ammar menggeleng, "Enggak ada." Ucapnya sambil menggantungkan helm Dilsha di gantungan motor. "Aku pergi dulu ya." Dilsha menggangguk lalu menyalim Ammar. Dilsha menunggu Ammar pergi lalu ia pergi masuk ketika ia sudah tidak dapat melihat Ammar.

"Tumben bu Dilsha naik motor." Dilsha tersenyum ketika Pak Satpam berbicara. "Iya pak, tadi udah telat bangun. Takut kejebak macet." Pak Satpam mengangguk-angguk dan Dilsha pun masuk.

Dilsha berjalan dengan penuh wibawa namun tetap rendah hati. Sesampainya di lantai dimana ruuangannya berada, ia sudah melihat dua lelaki berbadan kekar berdiri di sisi pintu ruangan Dilsha. Sedikit terkejut, namun ia mencoba untuk beradaptasi akan hal ini. Dilsha pun kembali berjalan dan Damla menyapa Dilsha. "Selamat pagi bu Dilsha. Hari ini hanya ada 3 agenda saja bu dan sudah saya kirimkan ke email ibu." Ucapnya sambil mengikuti Dilsha masuk ke ruangannya. Dilsha mengangguk dan langsung membuka tabletnya untuk mengecek email.

"Bu ada satu hal yang ingin saya sampaikan." Dilsha mengangguk dan masih fokus dengan bacaannya saat ini. "Aslanov mengajukan penawaran kolaborasi dengan kita bu. Pukul 6 pagi tadi, saya terima email dari mereka."
Dilsha langsung mengangkat kepalanya dan melihat Damla.

Dengan menarik napas dan mengucap bismillah, Dilsha memantapkan hatinya. "Tolak tawaran mereka." Ucap Dilsha dengan singkat dan tegas.

Damla hanya menatap Dilsha dengan tatapan sedang menunggu kalimat selanjutnya dari Dilsha. Namun sepertinya hanya itu yang disampaikan Dilsha. "Baik bu Dilsha akan saya lakukan sesuai perintah." Ucapnya lalu ia permisi untuk keluar dari ruangan Dilsha.

Dilsha menyenderkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Ia tidak seharusnya seperti ini. Karena ini sama saja seperti menolak rezeki. Tapi disatu sisi ia tidak ingin bekerja sama dengan orang yang pernah melecehkannya dan ia tidak ingin Ammar marah karena keputusannya ini. "YaAllah semoga ini pilihan yang terbaik." Ucap Dilsha.

***

Ammar melihat ke arah jam tangannya sudah menunjukkan pukul 9 malam dan ia masih berada di kantornya. Ia lalu menyederkan badan dan kepalanya di kursi kerja. Ia pejamkan mata lalu ia tarik napasnya dalam lalu ia hembuskan dengan tenang.

Hectic sekali hari ini. Dari mulai terlambat bangun, naik motor yang sampai kantor udah keringetan lagi, meeting sana sini. What a  day banget.

Benar kata orang, siapa yang jaga dan tepat Shubuhnya, tenang hidupnya. Ammar membenarkan kata tersebut, karena ia sudah merasakan hal ini di dirinya sendiri.

Ammar mengusap wajahnya lalu mengambil mobile phonenya dan memilih untuk menelfon Dilsha. "Assalamualaikum." Jawab Dilsha dari seberang sana. Ammar tersenyum mendengarkan suara Dilsha. Seakan-akan ada obat untuk mengobati kelelahannya ini. "Waalaikumussalam. Kamu udah pulang?" Tanya Ammar.

"Udah barusan banget sama Shaqil. Tadi Shaqil main ke kantor, jadi bareng deh pulangnya. Kamu belum pulang?"
Tanya Dilsha. "Ini baru mau pulang." Jawab Ammar dengan lembut.

"Hati-hati kamu di jalan. Ini udah malem." Ammar tersenyum dan mengangguk, "Iya. Aku matikan ya, aku mau pulang. Assalamualaikum." Ucap Ammar dan mendengar balasan dari Dilsha di seberang sana.

Ammar bangkit dan membereskan semua kertas-kertas, pulpen dan alat meja kantor lainnya ke tempatnya lalu mengambil tas dan jas kerjanya dan pulang. Sudah sepi sekali. Bahkan parkiran pun hanya meninggalkan motor Ammar sendiri.

Ammar pakai helm, jaket kulit, masker, dan sarung tangannya lalu menyelempangkan tas kerjanya di badannya lalu ia naiki motor dan bergegas pulang. Vibes malam hari sambil motoran mah enggak ada yang nandingin! Ditambah lagi dengan cuaca yang cerah yang semakin membuat malam menjadi lebih berkelap-kelip karena lampu. Ammar sedikit menikmati jalannya pada malam hari ini.

Ketika asik menikmati jalan, Ammar merasa bahwa ada yang mengikutinya. Karena ia sedari tadi melihat kaca spion, ada dua buah motor besar yang mengikutinya. Ammar mencoba untuk semakin menancap gas nya dan kedua motor tersebut juga ikut menancapkan gasnya.

Ammar langsung berpikir, kalau pun mau kencang ya potong aja. Lagian mereka juga mengendari motor, yang bisa menyalipnya. Ammar langsung berdoa dalam hati, berharap semoga tidak terjadi apa-apa.

Kedua motor tersebut langsung menyamaratakan kecepatan motor mereka dengan motor Ammar dan sekarang mereka sudah menyeimbangin motornya Ammar. Tak lama kedua motor tersebut mengapit motor Ammar lalu salah satu dari mereka mengeluarkan pisau dan hendak mencucuk Ammar dengan pisau tersebut. Ammar langsung menendang stang motor orang yang hendak mencucuknya, sehingga orang tersebut oleng dan terjatuh. Untungnya, jaket Ammar tebal ditambah lagi ia menggunakan kemeja lengan panjang sehingga lukanya tidak terlalu mengoyakkan daging lengannya.

Ammar berhasil lolos dan langsung menancap gasnya kembali. Namun tampaknya mereka tidak mengenal arti kata jera. Mereka kembali menyusul Ammar dan kali ini salah satu dari mereka langsung menabrak ban belakang Ammar yang membuat Ammar kehilangan keseimbangan lalu terseret di aspal.

Ammar terdiam sepersekian detik di aspal. Ia merasakan tubuhnya sudah berguling dan terombang-ambing yang membuatnya mual. Ia membiarkan dirinya tergeletak di jalan untuk menguatkan tubuhnya dahulu lalu ia segera bangkit lalu mengambil kunci motornya dan duduk dipinggir jalan. Pusing pasti. Seperti berputar dunia ini ia lihat. Ammar buka helmnya dan melihat keadaannya saat ini benar-benar mengerikan. Ditambah lagi sedikit sepi orang yang berlalu-lalang di jalan ini karna sudah malam.

Ammar meringis kesakitan. Tidak, tidak ia tidak menangis. Sekuat tenaga ia menahankan sakitnya agar tidak menguras tenaganya agar ia tidak pingsan. Ia kendalikan tubuhnya agar tetap kuat sambil membuka helmnya dan menatap motornya yang sudah tergeletak di pinggir jalan. Ammar juga membuka maskernya karena merasa ada yang nyeri dibagian dagunya. Ia juga membuka sarung tangannya yang sudah koyak dan meninggalkan bekas luka seret di kedua telapak tangannya.

Ia terduduk lemas. Sedikit lama ia seperti ini dan baru teringat, bahwa ia membawa sebotol tempat minum yang berisikan air mineral yang selalu Dilsha sediakan untuk Ammar. Ammar mengambilnya lalu meminumnya hingga habis. Membantu sekali ternyata sehabis minum ini untuk lebih menahan rasa sakitnya.

Ketika dirinya sudah tenang kembali, perlahan Ammar bangkit lalu mengambil helmnya dan ia pakai kembali. Dengan langkah tertartih, ia berjalan menuju motornya lalu ia berdirikan kembali motornya dan perlahan ia menaikkan motornya lalu pulang dengan kecepatan yang pelan sekali.

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!💜🧡

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang