28 - Baru Sehari...

2.5K 209 2
                                    

Ammar yang baru saja keluar dari lift, semua mata para karyawan menatap dirinya dengan tatapan julidnya. Ia tidak mengerti dan langkahnya menjadi tidak percaya diri. Ada apa gerangan?

Ammar lalu kembali berjalan dan semakin menjadi - jadi tatapan manusia - manusia yang ada disini. Terutama Nihan. Nihan pun lalu berlari ke Ammar dan menawarkan tangannya untuk bersalaman, "Selamat Pak Ammar sama Bu Dilsha." Ucapnya dengan tangan yang masih ia tawarkan untuk bersalaman dengan Ammar. Ammar hanya menatap aneh namun tetap tersenyum kecil agar tidak dikira terlalu apa kali.

Ammar hanya menatap tangan Nihan lalu tersenyum, "Saya tidak bersalaman, Nihan." Ucap Ammar yang membuat Nihan menarik perlahan tangannya dengan malu. "Silahkan kembali kerja." Ucap Ammar lalu ia pun melanjutkan langkahnya kembali ke ruangannya. Pamir yang melihat Ammar hendak masuk ke ruangannya langsung memanggilnya. "Am." Ammar langsung menunjuk ruangannya dan tetap berjalan.

Sesampainya di ruangan Ammar, Ammar hanya melihat Pamir yang wajahnya sudah sangat berseri - seri. Ammar hanya mengerutkan dahinya dan tersenyum. "Am. Ceritakan." Ucapnya dengan nada yang sudah ia tahan ke-excited-an-nya.

"Yaa begitu. Aku datang kerumahnya, seriusin."

Pamir bertepuk tangan. Ia tidak menyangka bahwa Ammar berjalan selangkah lebih maju dari pikirannya. Tidak, Tidak. Ammar bukan lagi berjalan, namun ia sudah melompat atau berlari dari yang seharusnya.

"Jadi Romi?" Ammar mengangkat kedua bahunya, "Siapa yang cepat, ia dapat. Siapa yang berani, ia yang beruntung." Kata Ammar sembari membuka jasnya lalu ia gantungkan di kursi kerjanya. Pamir tersenyum geli sambil melihat Ammar. "Pam? Kenapa?" Pamir menggeleng, "Aku kesem-sem."

Ammar semakin mengerutkan alisnya, "Kesem-sem? Apa itu?" Pamir menggeleng, "Seperti kupu-kupu di perut. Menggelitik namun mengharukan. Seperti yang aku rasakan saat ini. Ah Ammar. Indah sekali." Ammar semakin tidak mengerti mengapa kawannya yang satu ini. Sedikit jijik karena terlalu berlebihan, namun ia juga tidak mengerti.

"Eh udah, mending balik ke ruangan mu Pamir." Pamir mengangguk dengan mimik wajah yang masih sama seperti tadi dan kemudian keluar dari ruangan Ammar.

***

Memang marwah seorang business woman bagaimana pun ia berjalan, pasti ada wajah kharismatik nya maupun wajah bijaksanaannya. Sama seperti Dilsha sekarang ini, ia berjalan dengan biasa saja namun ada seorang karyawan yang menyapanya dengan menundukkan kepala. Dilsha tersenyum mendatangin karyawan tersebut lalu melihat name tag dan kemudian memegang lengan atas karyawan tersebut.

Karyawan tersebut menengadahkan kepalanya lalu menatap Dilsha dengan tatapan sedikit takutnya. Dilsha tersenyum lalu bercipika dan cipiki ke karyawan tersebut. "Selamat pagi, Rika." Sapa Dilsha juga lalu ia berpamitan untuk segera ke lift dan menuju ruangannya. Damla yang berada di belakang Dilsha langsung tersenyum ramah ke karyawan tersebut.

Sungguh? Apa sih yang terjadi? Batin Rika. Tak lama seorang karyawan lainnya berjalan ke Rika, "Bu Dilsha nggak suka kalau dia terlalu dihormatin begitu. Dia orangnya humble banget dan ga enakan! Jadi dia balas dengan tindakan dia tadi." Rika mengangguk - anggukan kepalanya. Wajar, karna Rika baru saja bekerja hari ini.

Rika melihat Dilsha yang baru masuk ke lift.  "Baik banget, gila." Ucapnya karena terlalu mengagumkan Dilsha.

Dilsha menyempatkan diri untuk memberi senyum ke Rika ketika pintu lift hendak tertutup. Damla tersenyum ke Dilsha, "Selamat ya bu Dilsha." Dilsha hanya menatap ke depan dan tersenyum, "Atas apa Damla." Tanyanya dengan nada bertanya yang sudah tau apa jawabannya.

"Atas keseriusan Pak Ammar bu." Dilsha tersenyum lalu menatap Damla, "Terima kasih, Damla." Ucap Dilsha yang bersamaan dengan pintu lift terbuka. Dilsha pun langsung berjalan ke ruangannya. Ketika Dilsha hendak duduk, ia memanggil Damla. "Damla kabarin wedding tailor dan suruh mereka ke kantor pak Ammar hari ini."

Damla menunggu kalimat selanjutnya dari Dilsha. Namun sepertinya Dilsha sudah menyelesaikan kalimatnya. Damla pun akhirnya mengecek jadwal Dilsha di gadgetnya. Tidak ada appointment dengan wedding tailor ataupun dengan Pak Ammar hari ini. Damla pun akhirnya bertanya, "Agenda baru untuk hari ini, Bu?"

Dilsha mengangguk, "Pak Ammar pasti tidak akan sempat mengurus baju pernikahan. Sudah jelas, Damla?" Damla tersenyum lebar dan mengangguk, "Baik, Bu. Akan saya urus segera."

***

Nihan mengetuk pintu Ammar dan masuk ketika Ammar mengizinkan masuk untuk dirinya. Nihan pun berjalan ke meja Ammar yang dimana Ammar sedang menggambar. "Pak Ammar, di depan ada tamu. Tapi dia sama sekali belum buat appointment sama Bapak." Ammar mengangguk dan masih berfokus ke sketsanya, "Izinkan saja. Saya juga tidak terlalu sibuk." Nihan mengangguk dan menuntun tamu tersebut untuk masuk ke dalam ruangan Ammar dan membiarkan tamu itu untuk menyelesaikan urusannya dengan Ammar sehingga Nihan keluar dari sana.

"Pak Ammar." Ammar menutup sketsanya, berdiri dan bersalaman dengan pria tersebut. Ammar pun mempersilahkan tamu tersebut untuk duduk.

"Perkenalkan, Pak saya tailor wedding yang disuruh datang kesini. Apa benar dengan Pak Ammar?" Ammar memikir dulu untuk menjawabnya. Karena seingat dia, dia belum ada memanggil tailor untuk acaranya nanti. "Saya disuruh bu Dilsha kesini, untuk ngukur baju Pak Ammar." Jelas tailor tersebut yang membuat Ammar membuka mulutnya dan mengangguk - angguk.

"Jadi apa sudah bisa kita mengukur hari ini, Pak?" Ammar mengangguk dan berdiri, "Ayo, Pak." Tailot tersebut pun dengan semangat mengambil tali ukurnya dan mulai mengukurnya.

Membutuhkan waktu 30 menit juga rupanya untuk mengukur dan menggambarkan sketsa stelan bajunya yang masih acakan. Setelah selesai, bapak itu langsung tersenyum ke Ammar, "Sudah selesai, Pak. Terima kasih." Ucapnya lalu memasukkan alat-alatnya ke dalam sebuah tas.

"Boleh saya tau, saya sedang berbicara dengan bapak-"

"Pak Anto." Jawab bapak tersebut.

"Oke Pak Anto, nanti masalah fee dan bajunya biar saya aja yang bayar ya, Pak. Dan mengenai warna, biar Bu Dilsha aja yang nentuin." Pak Anto mengangguk, "Namun kalau saya ditanya Bu Dilsha, Pak?" Ammar tersenyum, "Bilang saja, dibayar Pak Ammar."

Pak Anto mengangguk mengerti lalu berpamitan dengan Ammar. Ammar pun mengantarkan Pak Anto tersebut ke pintu ruangannya. Setelah Pak Anto keluar, Ammar pun tersenyum. "Baru sehari Dilsha." Ucapnya lalu tertawa sambil berjalan kembali ke kursi kerjanya.

Nihan yang sudah sangat tak tertahankan akan keinginan taunya, langsung masuk ke ruangan Ammar. Ammar pun melihat Nihan dengan wajah dan tubuh yang terlalu  bersemangat dan energik. "Pak Ammar tadi itu tukang jahit untuk baju nikahan ya?!" Ammar memicingkan matanya ketika suara Nihan benar - benar ngelengking.

"Nihan."

"Bajunya warna apa aja nanti, Pak?"

"Nihan-"

"Bu Dilsha pasti udah milihin warna yang pas. Secara bu Dilsha kan desainer."

"Nihan-"

"Yaampun-" Ucapan Nihan terpotong ketika ia sudah melihat Ammar yang memejamkan mata, mengontrol emosi dirinya.

"Saya mohon maaf Pak Ammar. Terima kasih, saya permisi." Ucap Nihan lalu cepat-cepat ia keluar dari ruangan Ammar. Ammar sedikit emosi namun ia masih bisa mengendalikan emosinya lalu menggelengkan kepalanya.

***

Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🤎💜

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang