Ammar mencuri pandangan ke Dilsha yang baru saja menyeka air matanya lalu melihat pemandangan kota dengan jendela mobil yang terbuka. Iya, sengaja emang. Ammar menurunkan kacanya karena mereka berdua bukanlah muhrim satu sama lain. Sehingga untuk menjauhi fitnah, Ammar menurunkannya guna untuk memastikan orang - orang yang melihat ke mereka, bahwa mereka tidak melakukan hal apapun.
Di satu sisi Dilsha sebenarnya tidak ingin disetirin. Tapi ia tidak bisa membawa mobil dalam keadaan seperti ini. Brengsek emang Deniz.
Mereka berdua terdiam hanyut dalam pikiran masing - masing yang ditemani dengan suara radio dari mobil. Tak lama telefon Ammar berdering. Ammar tersenyum ketika melihat nama siapa yang muncul di display mobile phonenya.
"Ada apa Shaqil?"
Ammar mendengarkan apa yang dikatakan anaknya itu.
"Stik es krimnya yang warna apa Shaqil butuhin? Berapa biji?" Ammar mendengarkannya kembali lalu mengangguk. Sedang Dilsha sedikit menyimak pembicaraan mereka berdua. "Oke, sebentar lagi papa beli ya." Setelah selesai, Ammar pun mematikan mobile phonenya dan kembali menyetir dan melirik Dilsha. "Ada tugas prakarya Shaqil, makanya ia nelfon." Jelas Ammar dan Dilsha hanya mengangguk kecil.
Lama mereka terdiam dan barulah Dilsha berbicara, "Belok kiri." Ammar hanya mendengarkannya saja tanpa menuruti ucapan Dilsha, karena tujuan yang ingin dituju memanglah belum sampai. Dilsha hanya diam dan tak lama menarik stir Ammar ke kiri dengan tertiba. Ammar dengan sigap langsung mengontrol stirnya, "Bu Dilsha?! Ada apa?"
"Berhenti di kiri." Ammar hanya menatap Dilsha dan langsung meminggirkan mobilnya. Setelah Ammar memarkirkan mobilnya, Dilsha keluar dan masuk ke sebuah toko. Ammar langsung mematikan mesin mobil dan dengan cepat ikut turun dan mengikuti Dilsha.
Ketika ia membuka pintu toko, Ammar langsung terpangah melihat stationery's shop ini yang begitu besar dan colourful. Karena keasikan terpangah, Dilsha tau - tau sudah selesai dan berada di kasir. Ammar pun berjalan mendekat, "Bu Dilsha, stik ini dapat di bagian mana? Shaqil juga butuh ini."
"Ini udah saya ambilkan. Sekalian untuk Razi. Tadi dia mengirim pesan ke saya." Jelas Dilsha.
"Harganya 50.400 bu." Seorang petugas kasir tersebut berbicara dan Ammar langsung mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan uangnya untuk membayar tetapi Dilsha tolak. "Pakai uang saya saja, pak Ammar." Ammar hanya mengangguk - angguk, "Baiklah, tapi tasnya di dalam mobil." Dilsha baru teringat karena tas miliknya masih berada di dalam mobil Ammar. Ia pun memandang Ammar malas namun tetap mengambil uang yang masih disodorkan Ammar. Ammar tersenyum lalu tertawa kecil.
Selesai membayar buru - buru Dilsha mengambil barang belanjaannya dan kembali ke mobil. Sedang Ammar menunggu kembali uangnya. "Ini pak kembaliannya. Enggak sekalian Pak cokelatnya untuk istrinya?" Ammar mengerutkan alis matanya melihat karyawan kasir tersebut. "Soalnya tadi istri Bapak agak bete."
Ammar hanya tersenyum sebagai balasannya lalu mengambil kembalian uangnya dan kembali ke mobil.
***
Ammar memberhentikan mobilnya tepat di depan komplek rumahnya Dilsha. Ia tidak berani untuk mengantarkan Dilsha tepat di depan rumahnya, karena ia takut jikalau ada keluarganya yang melihat.
Ia membuka seat belt dan hendak turun. Namun ketika ia sudah membuka seat-belt-nya, ia melihat Dilsha yang sudah tertidur. Tak sampai hati rasanya, membangunkan Dilsha hanya untuk menyetir jarak yang sudah dekat sekali. Ammar pun mengambil keputusan, memasang seat beltnya kembali, menghidupkan mesin mobil, dan melajukan mobilnya.
Sesampai di depan rumah Dilsha, Ammar turun dan menelfon Dipta. Namun tidak ada tanda - tanda bahwa sambungan ini akan diangkat sama Dipta. Ia pun memasukkan mobile phonenya kembali ke saku jasnya, dan membuka pintu Dilsha. Ketika ia membuka pintunya, Dilsha yang awalnya bersender di pintu langsung merosot ke samping. Namun dengan sigap Ammar langsung menahan kepala Dilsha dan perlahan ia tuntun kembali ke headrest sandaran mobil.
"Dilsha, udah sampai."
Ia tidak kunjung bangun.
Sedikit frustasi hanya untuk membangunkan seorang Dilsha saja. Karena kalau ingin membangunkan seseorang dalam keadaan begini harus ditepuk perlahan atau diguncang badannya, sehingga Ammar terdiam memikirkan cara agar dapat membangunkan Dilsha. Tak lama suara pagar terbuka dan memuncul seorang ibu - ibu yang membawa sekarung besar plastik sampah yang hendak ia buang.
Setelah ibu itu membuangnya, Ammar memanggil ibu itu, "Ibu, sini." Ibu itu berlari dan langsung melihat Dilsha yang tertidur pulas di dalam mobil. "Bangunkan ya bu. Saya enggak boleh pegang - pegang dia." Ibu itu langsung memukul tangan Ammar, "Eh iya gaboleh! Jangan berani - berani nyentuh non Dilsha." Ammar hanya tertawa kecil dan memberi izin ke ibu itu untuk membangunkannya. Setelah Dilsha bangun, ia sudah melihat bi Iyem di depan wajahnya. "Bibi? Kok disini?"
"Aduh Non, ayo kita turun. Non udah sampai. Cuma Bapak ini nggak berani bangunkan Non." Dilsha melihat siapa yang berdiri di belakang bi Iyem. Dilsha lalu mengusap wajahnya dan turun dari mobil. Ia menyodorkan tangannya untuk meminta kunci mobilnya. Ammar lalu memberikannya. "Terima kasih, Pak Ammar." Ucap Dilsha dengan suara yang lembut lalu memberi sebuah kantung plastik belanjaan Ammar dan Ammar hanya mengangguk dan menerimanya. Setelahnya Dilsha masuk ke dalam dan meninggalkan bibi Iyem. Bibi Iyem menatap Ammar dan memberikan tatapan tajam, "Saya tidak melakukan apapun bu Iyem. Selamat malam, Ibu."
Bi Iyem hanya mengangguk - angguk mendengar Ammar yang memanggil dirinya Ibu. Baru kali ini ada seseorang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Bi Iyem pun memerhatikan Ammar yang berjalan dengan sebuah kantung plastik di genggamannya menuju keluar kompleks ini. "Dia anak yang baik." Ucap Bi Iyem lalu masuk ke dalam.
Ammar berjalan dengan sedikit gontai. Sedari tadi, ia menahan tangisnya dan ingin sekali memeluk Dilsha disaat kejadian itu juga. "Untung aku datang tepat waktu. Kalau tidak.." Ammar menghembuskan nafasnya kasar dan berjalan menuju mobilnya, karena Sukru sudah menunggu dirinya sedari Ammar dan Dilsha berhenti di depan kompleks tadi.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🧡💚
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...