Dia Meletakkan Sesuatu

12 1 0
                                    

Adakah yang salah dari penjumlahan tersebut, pikirku seorang diri. Mengapa harus 666. Ini tidak bisa aku terima dengan sederhana.

Kemudian aku menjawab dalam pikiran; 666,6 kan dapat dibulatkan menjadi 667. Selanjutnya aku sudah bisa menduga bahwa aku pasti menyangkal jawabanku sendiri dengan jawaban yang lain lagi.

Dan jawabannya ialah soal matematika ini mungkin bukan akhir, melainkan jalan menuju akhir. Soal-soal ini mengantarkan aku untuk mencurigai hal-hal yang berkaitan dengan simbologi.

Maka aku menduga ini bukan sembarang angka. 666 sering dikaitkan dengan simbologi satanisme atau luciferianisme.

Namun bukankah ini bisa jadi suatu kebetulan belaka? Aku tidak yakin. Yang jelas waktunya sangat sempit untuk memecahkan begitu banyak dugaan.

Akan tetapi perkataan Pak Wi melalui tulisannya beberapa waktu lalu melesat dengan cepat memasuki ruang ingatan:

"Halaman depan dan pekarangan belakang rumah ini luasnya sama. Seluas lapangan permainan voli."

Aku masih hapal berapa ukuran lapangannya. 18 x 9 meter atau 162 meter persegi. Luas kedua pekarangan itu digabungkan menjadi 324 meter. Sepertinya ini bisa menguatkan temuan, jadi aku segera menjumlahkan luas keseluruhan tanah rumah ini, yakni tanah bangungan ditambah pekarangan. 342+324

Hasilnya 666 meter.

Rumah Fani memiliki luas bidang 666 meter persegi, sedangkan lantai utamanya dapat dilapisi granit berjumlah 666 kotak.

Aku teringat yang lain lagi. Seperti yang sudah aku duga, luas lantai bawah tanah kira-kira hampir dua pertiga daripada yang utama, sedangkan mezanin kurang sepertiga. Aku penasaran menghitungnya. Dimulai dari mezanin. Ini cukup mudah karena aku sudah berbulan-bulan singgah ke situ. Panjang kamar Wina ditambah lorong persis 7 meter atau dengan kata lain luas lantai atas adalah 18 x 7. Pada saat menghitung luas area bawah tanah aku mengawalinya dengan cara ala kadarnya, yaitu menginjak-injak lantai agar mendapatkan perkiraan di mana batasnya. Jika bunyinya bergema artinya di bawah masih ada ruang. Setelah berkali-kali bermain injak-injak bumi aku merasakan bunyi yang lebih padat terletak segaris lurus dari tengah meja makan. Jaraknya 2 meter dari pintu kamar Fani. Aku langsung mengira luas area bawah tanah 18 x 11. Maka luas lantai paling atas dan paling bawah adalah 18 x 7 ditambah 18 x 11, hasilnya 126 ditambah 198 sama dengan 324. Sehingga luas keseluruhan bangunan yang terdiri dari tiga lantai ini ialah 666 meter.

Ini sungguh ajaib! Tetapi bagaimana bisa disebut kebetulan? Kenapa luas halaman depan dan belakang bisa sama luasnya dengan bangunan lantai paling atas dan yang paling bawah. Aku benci mengatakan ada semacam konspirasi dari semua ini. Bahkan andaikata bisa melakukannya, aku ingin menghapus kata ini dari muka bumi.

Namun begitu aku segera tersadar; konspirasi adalah sesuatu yang tidak terelakkan dari manusia dan hidupnya. Sebab pada dasarnya ia bermakna suatu hal yang disembunyikan. Seperti sebuah pameo yang hidup dan diyakini dalam jurnalisme: Jangan percaya apa yang dikatakan, tetapi cari tahu apa yang tidak dikatakan. Sebab tiap-tiap orang mengucapkan hanya apa yang ia kehendaki. Dan yang selebihnya menjadi rahasianya sendiri.

Dan konspirasi tidak selamanya tentang gosip peristiwa besar seperti pengeboman menara kembar WTC atau penyebaran HIV/AIDS atau alien atau kematian Lady Diana semata. Konspirasi juga bisa dijumpai pada seorang dosen yang gemar pada kekerasan seksual atau penjual di pasar yang curang atau dokter yang sengaja bermain dengan diagnosis pasien atau sebuah rumah indekos berhantu yang tiba-tiba aku berada di dalamnya sendirian.

Brengsek!

Deretan angka di atas kertas membuat mataku terbelalak. Sangat sulit dimengerti bahwa ini kebetulan belaka. Aku tak ingin berhenti di sini, dan ucapan Pak Wi yang lain melintas:

[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang