Tidak ada yang sungguh gratis di muka bumi, pertemanan bukan kecuali. Siska, kehadirannya yang ini ternyata terang-terang sudah direncanakan. Siska ingin minta bantuan Wina untuk mengerjakan tugas. Meski berlainan jurusan, Wina juga agak mengerti ilmu komunikasi, dan cukup terampil menulis.
Biasanya Wina menetapkan bayaran untuk kemampuannya yang satu ini. Tidak banyak, setara pengeluaran hidup normal sehari. Untuk Siska ia tentu canggung memberi perlakuan sama. Maka Wina menyanggupi saja permintaan temannya, tanpa mengungkit uang.
Namun Siska juga rupanya bukan orang yang bermodal mumpung. Kendati mengaku dompetnya agak lecet, ia menawarkan dua tiket Dunia Fantasi, berlaku sampai akhir tahun. Boleh juga, pikirku.
Alhasil kami bertiga menghabiskan lebih banyak waktu di d'Tree. Empat makalah, wajib selesai besok. Aku sendiri menggunakan waktu kosong itu untuk mengerjakan tugas, juga tugas orang lain. Begitulah roda ekonomi berputar, di mana ada peluang, di situ ada orang yang siap mengambil keuntungan. Lagipula tidak ada yang dirugikan, sementara dosen hanya mementingkan tugas terkumpul, bukan otak yang berisi.
Aku dan Wina mengambil tempat berlainan supaya waktu tidak habis dengan mengobrol atau bergurau. Jemariku terampil mengetik, kata menjadi kalimat, paragraf, bab, hingga makalah utuh. Lewat jam 9 malam empat tugas selesai.
Kupesan kopi segelas dan kembali ke teras rumah pemilik kantin. Wina masih fokus pada pekerjaannya.
Sam datang mengantarkan kopi panas. Pembawaan pria ini sudah agak lunak. Tanpa permisi ia mengambil kotak rokok kemudian menyita empat batang. Aku cuma tersenyum geli, mungkin itu caranya menekan kerugian dari penjualan brandy.
Malam begitu tenang. Langit, udara, pikiran, semuanya baik. Buah rambutan terdengar jatuh dari rantingnya. Kupungut segera, menemukan dua bulatan yang merah matang. Bersamaan dengan itu Wina dan Siska muncul. Mereka langsung tahu apa yang baru kudapat dan meminta secara paksa. Maka dengan berat hati dua rambutan itu berpindah tangan.
"Manis banget ya, Sis."
"Ha ehmm ha ehhm," begitu jawaban orang mengunyah.
"Yang, Siska mau nginep di kosan aku lagi."
Ide bagus, sambut benakku. Jadi aku tak perlu menemani Wina malam ini.
"Kalau gitu aku pulang aja, ya."
"Nggak usah, Siska mau pergi subuh. Lagipula kamu kan ada kuliah pagi besok?"
Harus bagaimana lagi? Alasan memang selalu ada jika dicari. Aku setuju akhirnya, walau hati berlainan.
Dari kantin d'Tree ke tempat tinggal Wina mudah juga dengan berjalan kaki. Dan kami tidak mungkin berboncengan tiga orang. Jadi mereka berdua berjalan, aku bermotor.
Sampai di sana segera kuparkir kendaraan. Tempat parkir tidak terlalu padat malam ini. Setelah mengunci rangkap pada cakram, aku naik ke atas, kembali ke pagar.
Sebentar saja dua perempuan muda itu tiba. Wina masuk duluan bersama Siska, sedangkan aku perlu mengunci pagar. Gembok pagar ini sudah berkarat, perlu kesabaran untuk mengatasinya.
Namun Siska kembali, meminta agar tidak perlu dikunci.
"Mau beli pulsa."
"Kalau begitu lo aja yang kunci, ya?"
Ia setuju saat kuserahkan kunci tersebut. Aku berjalan menyusul Wina. Jalurnya menuruni anak tangga, melewati kamar-kamar basement, meniti tangga spiral baru sampai di ruang utama. Namun langkahku tertahan , dan….
Tanda tanya langsung menghadangku saat memintasi lorong bawah tanah. Wina...mengapa Wina jongkok begitu?
Kepalanya menunduk menghadap tanah. Wina diam tak bergerak, aku menghampirinya tanpa menunggu lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/265698838-288-k177326.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]
HororCerita berikut adalah kisah nyata yang sempat fenomenal di Kaskus pada tahun 2016. Saya sebagai reuploader sudah mendapatkan izin dan restu dari pihak pertama. Selamat membaca and Stay Creep...