Rumah ini rupanya memiliki basement yang terdiri atas beberapa kamar. Lain dari bentuknya yang bagus dari luar, kamar basement tidak cukup terawat. Ada kamar mandi besar untuk bersama, namun airnya menggenang semata kaki. Aku pastikan itu bukan kamar mandi yang berguna. Padahal ada bathub lengkap dengan mesin pemanas di dalamnya.
Kuperhatikan kamar mandi itu. Hmm, memang sudah tidak berfungsi. Bahkan lampunya dibiarkan pecah.
"Mari Mas, naik ke sini," pria tua itu kembali menunjukkan suaranya yang tenang.
Wina sudah di atas rupanya. Aku ikut menaiki tangga besi spiral. Kelihatannya Wina tak mengacuhkan apa-apa di rumah ini.
"Yang, agak-agak gimana nggak, sih?"
Aku tak paham benar ucapan Wina, balik bertanya, "Agak jorok ya? Iya sih, kamar mandinya pun begitu."
"Maksudnya agak horor, bukan?" Wina mengatakan itu sambil tak mau melepas menatapku.
Astaga! kenapa dia berpikir sejauh itu. Aku hanya menggeleng, sialnya dia justru menuntut kepastian. Ia pikir memangnya aku pintar soal beginian, protesku dalam hati.
Pertanyaan Wina terputus oleh gonggongan anjing. Pria yang tadi membuka pintu. Kami masuk ke sebuah ruangan yang lain. Lebih besar, lebih rapi, dan lebih bersih. Bangunannya kombinasi kayu dan semen. Lantainya granit, tampak mengkilap. Ceiling tinggi dan, oh, ada semacam mezanin dengan beberapa kamar tampaknya.
Aku dan Wina sama-sama menatap takjub bercampur penasaran; seperti apa kamar yang kosong itu.
Tetapi anjing itu tak berhenti menyalak. Badannya kuntet saja, jenis mini pom, tetapi agresif dan agak-agaknya tak segan menyerang. Lantaran baru pertama kali mengendus bau kami, pertemuan ini pasti istimewa buatnya. Aku hanya mematung, karena dasar takut anjing. Wina lebih berani, dibantu pengalamannya pernah memelihara.
Akhirnya ada seorang perempuan muncul dari sebuah ruangan di bawah. Raut wajahnya lugas, kakinya yang jenjang melangkah cepat untuk mengusir unyil, kali ini aku sudah tahu nama anjing itu.
"Silakan naik, mas, maaf si unyil memang lincah kalau ketemu orang baru," perempuan itu berusaha mengatasi kecemasanku.
Kamarnya di mezanin ternyata. Wina berjalan mengiringi aku. Ada tangga kayu, jati pula penampakannya. Tangga ini sedikit melengkung, di ujungnya ditutup pintu ala koboi. Bunyinya khas sekali. Hap! Lega sudah meninggalkan si unyil. Nafasku lebih teratur sekarang.
"Kamu takut banget gitu sama anjing?" Wina terkekeh puas, mungkin akan meledak kalau berada di luar. Ya, kami baru satu bulan berpacaran, belum cukup kenal. Aku biarkan saja dia meledek ketakutanku.
Pria itu membuka kamar di depan tangga. Tanpa masuk aku sudah mengira luas kamar ini. Pertanyaan Wina di depan pagar sekarang kuulang pada diri sendiri, apa tidak mahal?
Benar saja, kamar ini bukan main besar untuk Wina dan barangkali koceknya. Kira-kira luasnya 28 meter persegi, springbed nomor 1, meja rias dan...Apa!? Aku Cumiik dalam hati. Kamar ini memiliki lemari tanam. Bahkan terdapat meja santai model bulat. Dan semua furniture yang tersebut tadi berbahan jati.
Wina melihat-lihat semua bidang, sepertinya ia merasa ada yang kurang.
"Kamar mandi di sini bersama, ada di sebelah," kata pria itu seakan-akan baru membedah isi kepala Wina.
"Ada berapa kamar di sini, pak?" tanya Wina.
"Cuma 4 di atas ini, kalau bawah dan basement punya sendiri."
Bapak itu keluar dari kamar, meninggalkan Wina dan aku. Tapi kupikir perlu membuat perkenalan dengan pria yang bersikap seperti penjaga rumah kos itu. Maka aku juga meninggalkan Wina sendiri memeriksa kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]
HorrorCerita berikut adalah kisah nyata yang sempat fenomenal di Kaskus pada tahun 2016. Saya sebagai reuploader sudah mendapatkan izin dan restu dari pihak pertama. Selamat membaca and Stay Creep...