Aku Harus Menjelaskan

12 1 0
                                    

Tiap-tiap kata yang diucapkan Haji Mufid sudah sepantasnya menjadi alat bukti atas perbuatannya. Aku memutar rekaman suaranya di ponsel. Cukup jelas isi bicaranya. Dalam hati aku memuji kegunaan ponsel CDMA ini meski baterainya sudah bocor. Sebetulnya itu bukan pujian yang pantas.

Aku tidak ingin buang waktu. Segera menemui Pak Wi dan Fani di atas. Lebih baik berlari daripada lambat-lambat. Saat pintu kamar Wina terdorong, kedua orang itu tengah berbarengan duduk bersimpuh khidmat di lantai. Kehadiranku merusak keheningan dalam pikiran mereka. Masa bodoh.

“Alvin! Kamu mau apa lagi!?” Pak Wi saat itu juga menyatakan keberatannya dan berusaha berdiri.

“Kita semua harus pergi dari sini…sekarang!” nafasku tersengal sehingga nada bicaraku sukar lagi bisa ditata. Kusambung kata-kataku, “Haji Mufid….Dia..ini semua adalah muslihatnya.”

Baru-baru ini aku merasakan pusing tiba-tiba. Entah karena perut kosong atau ada pengaruh lain. Sepertinya sebab yang pertama. Pak Wi mendekatiku. Tidak peduli bagaimana pun keadaannya. Matanya berkecamuk, seakan-akan ingin meremukkan batang leherku.

Aku menjauhi Pak Wi meski tidak begitu berguna. Di tempat yang berdekatan Fani diam saja. Wajahnya antara cemas dan takut. Keduanya sama-sama buruk. Mereka harus mengetahui kebenarannya.

“Saya tahu siapa sebenarnya Haji Mufid. Dia itu…,” kalimatku tidak begitu tegas, kepalaku berdenyut hebat lagi.

“Apa yang kamu tahu, anak bodoh?” suara Pak Wi sayup di telingaku.

“Haji Mufid sebenarnya yang….dia punya maksud….Huffhh….” denyutannya makin tidak tertahan.

“Saya sudah mengusir kamu kemarin….Kenapa nekat datang lagi?”

Aku mundur ke arah pintu. Fani sekali-kali tidak memperlihatkan apa pun. Dalam penglihatanku yang samar-samar, ia nampak masih ketakutan.

“Sekarang kamu mau apa?” desak Pak Wi.

Beberapa saat sebentar kutatap wajah keriput itu, lalu menatap Fani dalam duduknya yang menelungkup sambil mendekap Sybillia. Entah bagaimana aku memperoleh suatu kekuatan akal pikiran yang luar biasa: Ini adalah satu-satunya kesempatan. Aku harus bertahan, mesti kuat menghadapi segala ganjalan. Pada saat itu juga aku harus menjelaskan kepada mereka tentang rahasia Haji Mufid dan Sukma.

Dengan pikiran yang lebih teratur aku berkata kepada mereka:

“Saya sudah baca tulisan Pak Wi. Saya tahu semuanya. Tentang Fani yang sejak kecil selalu dihantui sosok wanita tua. Tentang anjing-anjing yang mati secara tiba-tiba. Tentang kedatangan Haji Mufid untuk memperbaiki rumah ini.”

Aku berhenti sebentar demi melihat dua orang itu. Agaknya Pak Wi belum bergeming dari kejengkelannya pada aku.

“Haji Mufid pada malam itu datang bukan untuk pekerjaannya.” Aku menunjukkan sepintas peti dalam kepitan. “Dia bermaksud menanam kotak ini pada kamar Fani yang sekarang.”

“Sukma menginginkan suatu perjanjian dengan setan. Untuk mencapai perjanjiannya dia harus menghabisi 101 nyawa. Bukankah Pak Wi turut menjadi korban? Pada saat Pak Wi masih kecil, bayi kecil itu dibawakan pada seorang dukun terkenal di Pantai Selatan Purworejo. Ia dibawa karena sakit yang tidak terkira sebabnya. Lalu dukun wanita yang sebenarnya seorang tenung itu memberikan beberapa tetes darahnya dengan dalih bisa membuat sembuh.

“Bagaimana kamu tahu cerita itu!?” Pak Wi bertanya dengan menurunkan suara.

“Saya sudah katakan, saya membaca tulisan Pak Wi. Saya juga mendengar ucapan Pak Wi. Lebih dari itu, saya mendapat bisikan-bisikan yang berkenaan dengan misteri Sukma.”

[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang