Kesadaranku berhenti beberapa saat lamanya. Aku siuman dan mendapati diri sudah terlentang di ranjang Pak Wi. Berupaya mengangkat badan tetapi rasanya payah sampai ke ubun-ubun. Cahaya lampu menyala seadanya. Ada orang di rumah ini? gumamku setengah bertanya setengah menduga.
Lantas kudapatkan jawaban secepatnya. Sosok yang tak asing lagi itu melintas pelan dari dapur. Ia mendekat kepadaku. Dingin wajahnya. "Kamu sudah sadar," ucap Pak Wi bukan untuk bertanya.
Sedikit tenaga tambahan membuatku bangun. Aku berterima kasih padanya. Pak Wi diam saja, malah matanya menjamah ransel bawaanku.
"Saya ingin bawa Wina keluar, pindah ke tempat baru."
"Saya tahu, karena itu saya biarkan kamu di sini dulu."
"Maksud Pak Wi apa?" sambarku.
Pak Wi semula berdiri agak memunggungiku. Tangannya disimpan di belakang dan ia tetap bersuara datar seperti cirinya. Namun sejenak saja ia mengubah arah tubuhnya. Sekarang matanya tajam dan aku melihat ombak pada rona muka yang sudah keriput itu.
Langkahnya dimajukan agar lebih dekat denganku lalu berkata, "Kenapa kamu mengacaukan semuanya?"
Suara yang lambat itu membuat nyaliku sedikit getir. Pasti ia cukup pintar menemukan keganjilan dari ritusnya. Aku harus mengelak kali ini.
"Saya tidak pa..."
Sebuah tamparan nyaring dilancarkan oleh tubuh pendek di hadapanku. Keseimbangan tentu saja goyah. Seharusnya aku juga siap-siap berkelit dari serangan fisik.
Pak Wi meremas kedua pundakku untuk memastikan kemenangan dalam serangan psikis ini.
"Siapa yang berkuasa di sini!?
Sebenarnya ia tak menghendaki aku menjawab. Tapi justru aku harus menjawabnya.
"Hantu itu yang berkuasa," tandasku untuk kemudian menurunkan paksa tangannya yang kasar.
Jelas ia tidak senang terhadap sikapku. Tetapi apa boleh buat, aku perlu memancing rahasia darinya. Untungnya dengan cepat aku bisa mengembalikan kepercayaan diri untuk duel psikis dengan orang ini.
"Saya malam ini melihat Lis hampir mati," kataku dengan nada menekan sambil mendorongnya agar mundur, "Pak Wi tahu?"
Dia diam dengan dahi mengernyit dalam beberapa saat sehingga aku berkata lagi,
"Pak Wi tahu, ya, pasti tahu. hantu itu ingin merenggutnya dengan apapun cara. Saya kira kalian punya ikatan darah hanya karena nama yang mirip. Rupanya saya keliru. Karena Pak Wi membiarkan Lis nyaris mati."
Aku berjalan tiga langkah lebih jauh untuk membiarkannya lebih leluasa.
Dan Pak Wi berkata, "Lis, apa yang terjadi?"
Aku tertawa kecil, tetapi bicaranya kedengaran jujur.
"Ada galonan air yang terus memenuhi lambungnya hari-hari terakhir. Bukannya Pak Wi yang menjamin ia selamat di rumah ini... dengan macam-macam persembahan itu?"
"Pak Wi yakin semua baik-baik saja dengan sesajian itu. Buktinya? Lis hampir celaka," sambungku.
"Kematian tidak bisa dipercepat. Lis tetap selamat jika takdirnya begitu," dalihnya.
"Bwahhahaha...betul Pak Wi. Gusti Allah yang cabut nyawa, penyebabnya dari makhluk."
Kuteruskan kata-kata, "Saya tidak mau bernasib seperti Lis atau lebih buruk lagi. Tentang kekacauan itu, ya, saya yang membuat kacau ritual itu. Lalu kenapa?"
"Kamu yang bertanggung jawab atas tingkahmu sendiri," katanya bernada mengancam.
"Saya paham."
"Sukma akan menyusahkan kamu sepanjang hidup..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]
TerrorCerita berikut adalah kisah nyata yang sempat fenomenal di Kaskus pada tahun 2016. Saya sebagai reuploader sudah mendapatkan izin dan restu dari pihak pertama. Selamat membaca and Stay Creep...