Pesta Kecil-Kecilan

12 2 0
                                    

Keadaan bisa begitu bertentangan hanya karena terpisah dinding.

Kengerian membawa kami bersicepat meninggalkan basement. Siska bukan lagi hal yang perlu dipikirkan.

Wina sebentar berhenti sebelum membuka pintu ruang utama. Terdengar nafasnya masih terengah-engah. Telapak tangan dan dahiku juga berkeringat. Mungkin ada lebih banyak peluh menguar di balik pakaianku.

Saat pintu dibuka, suasana yang berbeda terpampang. Orang-orang bercengkrama, ditengahi musik agak keras. Dan ada cukup banyak hidangan di meja makan.

"Ayo ayo! Kebetulan ada Wina sama pacarnya, mas siapa?" seorang pria berkepala plontos membentangkan tangan.

"Alvin."

"Oh ya, Alvin. Maaf aku lupa."

Dia adalah Mas Ron. Penghuni paling senior di rumah ini, kalau tidak salah sudah tiga tahun. Hidupnya seperti masih melajang. Tapi wajahnya menyiratkan sudah lebih dulu melihat matahari dibanding Mbak Fani. Mas Ron sibuk bekerja, kadang terlihat hanya saat malam.

Duduk di meja makan Via, Lis, Mbak Asih. Yang kusebut terakhir berdempetan dengan seorang pria, kupikir itu suaminya.

"Mari Mbak Wina, dicicip yang banyak. Mumpung ada bandarnya," ajak Mbak Asih dari duduknya.

Wina terlihat cepat beradaptasi. Segera menghampiri meja, lalu mencomot sepotong pizza.

"Pas banget aku tuh lagi mau pizza," ia membuka dengan basa-basi.

"Hajar, win!" tandas Via sambil menepuk empat kotak pizza di meja.

"Siapa yang ulang tahun?" aku bertanya pada semua.

"Mas Ron!" jawaban serempak.

Untuk alasan etis aku langsung menghampirinya, mengucapkan selamat.

"Mas Ron ulang tahun?" kata Wina sebelum menoleh. "Masih yang ke 25, kan?"

Tertawalah pria itu dengan tawa yang lepas dan bahagia. "Makasih, makasih...aku selalu menganggap setiap hari itu ulang tahunku."

"Mulai deh," sahut Via, "sebentar lagi pasti bakal ada peribahasa."

"Bukan peribahasa, Vi. Kata-kata mutiara," Mas Ron mengoreksi, wajahnya tetap gembira.

"Tau ah, begitu deh pokoknya!"

Sang pemilik acara ini kemudian mendekati meja makan, tujuannya ternyata mempertegas dugaan Via.

"Aku memang begitu, Vi. Kamu nggak lihat di kulkas. Aku selalu stok cake ulang tahun...dan sarapan itu setiap hari."

Aneh juga kebiasaannya, sahut benakku.

"Tapi buat apa itu Mas?" Wina kali ini bertanya.

"Ya dengan begitu aku merasa ulang tahun setiap hari. Kamu tahu kan gimana rasanya ulang tahun?"

Wina diam saja, Mas Ron menambah kalimatnya,

"Ulang tahun itu harinya membuat resolusi, mengatakan harapan baru. Yang baik-baik, yang indah. Jadi aku pikir ngapain aku bersedih? Negative thinking? Be positive, be happy! Jangan kaya anak atas yang setiap hari ketakutan."

Seketika saja aku merasa tersindir dengan kalimat yang terakhir. Namun Mas Ron menutup, "Setiap hari kerjanya kuatiiir terus sama cowoknya."

Via spontan melipat-lipat bibirnya. Barangkali ia korban yang sesungguhnya.

"Tapi omong-omong selamat ulang tahun ya, Mas," ujarku.

"Ah bukan..bukan. Ini cuma perayaan kecil lah, ada rezeki di kerjaan aku."

[Real Story] Kost Angker Pejaten Jakarta Selatan [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang