"Daya tarik yang kamu ciptakan tanpa sadar membuat aku menjadi tertarik dengan begitu mudahnya."
— Rasha Abigail Dhananjaya
•••
Rasha menatap kotak bekal berwarna cokelat di depannya dengan senyum tipis lalu menoleh ke arah seorang gadis yang sudah mengganggu pikirannya beberapa hari ini.
"Ini buat gue?" tanya Rasha menunjuk dirinya sendiri. Dengan semangat gadis itu menganggukkan kepalanya, tak lupa dengan senyuman yang sangat lebar menghiasi wajah cantik itu.
Dengan helaan nafas yang keluar, Rasha mengambil kotak itu dan menatap Chesa, adik kelas yang beberapa hari lalu ia tolong. "Seharusnya, lo gak usah serepot ini buat sekedar bilang terima kasih."
Chesa meringis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung harus berkata apa dengan laki-laki di hadapannya sekarang, namun tak lama kemudian, gadis itu menarik nafas panjang dan berkata, "itu semua Chesa lakuin buat minta maaf sama Kak Rasha."
Rasha mengerutkan dahinya. "Minta maaf?" beo laki-laki itu.
"Iya, Chesa minta maaf atas kelakuan Kak Bryan beberapa hari yang lalu. Gak seharusnya Kak Bryan mukulin Kakak," jelas Chesa menundukkan kepalanya. Ia sangat merasa bersalah dengan tindakan kakaknya itu dan Chesa semakin merasa bersalah karena Bryan yang menolak mentah-mentah untuk sekedar meminta maaf.
Rasha menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "It's ok, gue bisa maklumin, kok. Wajar aja dia ngelakuin itu karena dia khawatir banget sama lo."
Chesa mengangkat kepalanya dan menatap wakil ketua OSIS itu dengan mata yang berbinar. "Jadi, Kakak udah maafin Kak Bryan, kan?" tanya Chesa untuk memastikan.
Tanpa berpikir panjang, Rasha menganggukkan kepalanya sebanyak dua kali sambil tersenyum manis.
"Kak Rasha," ucap Chesa membuat Rasha menaikkan sebelah alisnya. "Jangan senyum," sambung gadis itu dengan wajah yang menahan kesal.
Rasha semakin bingung dengan perkataan Chesa. Kenapa dirinya tidak boleh tersenyum? Bukannya itu baik?
"Loh, kenapa? Senyum itu ibadah, Chesa."
Chesa menatap Rasha tanpa ragu sedikit pun dan berucap, "senyum Kak Rasha manis banget. Chesa gak kuat liatnya. Ya udah, deh, karena Chesa gak kuat, Chesa balik ke kelas dulu, ya, kak, bye." Usai mengatakan itu dalam hitungan detik dan secepat angin berlalu, gadis bertubuh mungil itu sudah hilang dalam pandangan Rasha.
"Unik," gumam Rasha menarik kedua sudut bibirnya ke atas sambil menatap kotak berbentuk persegi di hadapannya.
"Ngapain lo senyum sendiri?" Suara berat itu berhasil mengalihkan perhatian Rasha dan menatap seorang laki-laki yang menggunakan almet OSIS.
"Kepo aja lo, Dav," elak Rasha lalu berdiri dan tak lupa membawa kotak bekal itu lalu berjalan keluar dari ruangan.
Seseorang yang disebut 'Dav' itu menatap punggung rekan organisasinya yang sudah menghilang dengan raut wajah yang bingung. "Lagi jatuh cinta, maybe," ucapnya terkekeh pelan.
•••
"Lo ke mana aja tadi?" tanya Tata dengan kedua tangan yang berada di pinggang. Persis seperti ibu yang sedang memarahi anaknya.
Chesa mengembangkan senyumnya dan menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian. "Kalian tau gak Chesa tadi dari mana?"
Tata menarik nafas panjang dan menatap Chesa dengan mata yang sudah berapi-api. Tapi sepertinya, yang ditatap seperti itu pun sama sekali tidak merasa jika sedang berada di dalam mode marah seorang Tata.
"Tadi Chesa ketemuan sama Kak Rasha di ruang OSIS. Chesa kasih dia bekal yang tadi Chesa bawa." Dengan santai gadis berponi itu menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu dengan sangat bersemangat tanpa merasa diperhatikan oleh seseorang yang berada di belakangnya.
"Jadi, itu buat Rasha?"
Mendengar suara yang sangat tidak asing bagi dirinya, dengan gerakan sedikit lambat, Chesa membalikan badannya dan menatap tubuh tegap itu dengan mata yang membulat.
"Benar, itu bekal buat Rasha?" tanyanya lagi dengan tatapan yang sangat tajam.
Semua yang berada di dalam kelas menatap kedua kakak adik itu secara bergantian. Entah apa yang membuat sang kakak, Bryan, terlihat sangat marah dengan dengan adiknya. Ini untuk pertama kalinya mereka melihat tatapan marah yang Bryan tunjukan kepada adik kesayangannya itu.
"Jawab, Chesa!" Bryan meninggikan suaranya dan maju beberapa langkah.
Suasana kelas X IPA 3 itu langsung memanas tatkala Bryan yang semakin menunjukan aura marahnya. Laki-laki itu memang terkenal kasar dan emosional yang tinggi, tapi tidak pernah sekalipun Bryan memperlihatkannya dengan Chesa. Tapi sekarang, justru sebaliknya.
"I-iya, Kak," jawab Chesa dengan terbata. Gadis itu meremas kedua sisi ujung roknya dengan tangan yang bergemetar. Matanya sudah memanas menahan sesuatu yang ingin keluar dari kelopak matanya.
"Harus berapa kali Kakak bilang sama kamu buat jangan deketin Rasha. Cukup hari itu aja."
Tata yang tidak terima karena Chesa yang diperlakukan seperti itu pun berjalan mendekati keduanya. "Lo apa-apaan, sih. Dia Adek lo, gak seharusnya lo bentak dia cuma karena ngasih bekal sama Kak Rasha." Persetan dengan sopan santun kepada kakak kelas, Tata tidak peduli akan hal itu. Ia tidak bisa menahan untuk sekedar melihat salah satu sahabatnya di bentak oleh seorang laki-laki, sekali pun itu keluarga mereka sendiri.
"Gak usah ikut campur." Bryan menatap Tata dengan tajam yang dibalas tak kalah tajam dari gadis itu.
"Kak, Chesa minta maaf." Bryan menoleh ke depan dan menatap adiknya dengan pandangan yang sedikit melembut. "Chesa gak bisa turutin perkataan Kakak buat jauhin Kak Rasha."
Bryan membulatkan matanya tak percaya, baru saja dirinya luluh, tapi adik kecilnya itu dengan mudah kembali membangkitkan sisi buruk Bryan.
"Kamu udah berani bantah Kakak?" tanya laki-laki itu menatap Chesa yang hanya tinggi sebatas dadanya.
Chesa menggelengkan kepalanya dan hendak meraih tangan Bryan, tapi laki-laki itu berhasil mengelak dan memundurkan langkahnya. Masih dengan tatapan tak percaya, Bryan kembali berkata, "jauhi Rasha kalau lo masih merasa jadi Chesa sebagai adek gue."
Semua yang ada di kelas menatap kapten futsal itu dengan pandangan yang berbeda-beda. Sebenarnya, apa yang membuat Bryan begitu melarang keras adiknya untuk berdekatan dengan waketos Nusa Bangsa? Bukannya Rasha adalah laki-laki yang baik? Alasan apa yang laki-laki itu gunakan? Entahlah, hanya Bryan sendiri yang tahu.
Zea dan Tata mendekati Chesa dan menenangkan gadis itu. "Lo yang sabar, ya, Kak Bryan tambah possesive aja sekarang," ucap Tata yang mendapati pelototan dari Zea.
"Mending kamu ikuti aja apa kata Kak Bryan," usul Zea membuat perhatian Chesa teralihkan.
"Untuk kali ini Chesa gak mau ikuti perkataan Kak Bryan."
Baik Zea maupun Tata, keduanya menatap sahabatnya dengan bingung. Untuk pertama kalinya seorang Angelina Chesa Annora membantah perkataan kakaknya. Si gadis penurut itu sekarang ingin terbang bebas tanpa kekangan dari siapa pun, termasuk Bryan.
"Karena Chesa udah jatuh dalam pesona Kak Rasha yang bernama cinta."
•TBC•
See you the next chapter, guys♥️
Salam sayang, Bervi Athalla🌹
Bengkulu, 07 Juni 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Gibraltar [COMPLETED]
Romance⚠️WARNING⚠️ CERITA BUKAN UNTUK DITULIS ULANG! TOLONG HARGAI IDE DARI PENULIS. JADILAH PENULIS YANG BERKARYA DENGAN HASIL OTAK SENDIRI BUKAN DARI ORANG LAIN. BERANI BERKARYA ITU BAGUS! YUK, KURANGI POPULASI PLAGIAT. Blurb: Selat Gibraltar, dua...