"Bukan hasilnya, tapi perjuangannya yang penting."
— Rasha Abigail Dhananjaya
•••
Seperti biasa, Rasha mengusap wajahnya dengan kasar dan menatap sederet siswa Nusa Bangsa yang tertangkap basah sedang merokok di area belakang sekolah.
"Kalian gak bosan gue hukum terus?" Seketika Rasha yang terkenal ramah itu berubah menjadi sangat menyeramkan dengan wajah yang menatap mereka datar tanpa ekspresi sedikit pun.
Salah satu di antara mereka, laki-laki yang menggunakan tindik di telinga bagian kiri itu menatap Rasha dengan jengah. "Lo gak ada kerjaan lain, Ras?" Tanpa takut akan hukuman yang menanti, dengan santai laki-laki yang disapa Dion itu berjalan mendekati Rasha dengan kedua tangan yang berada di saku celananya.
"Buat jadi babu sekolah. Sepertinya, lo menikmati tugas lo dengan sangat baik," sambungnya yang berhasil membuat Rasha mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.
Saat ingin membuka suara, seseorang datang dan berdiri di tengah-tengah Rasha dan Dion. David Xavier, ketua OSIS Nusa Bangsa itu menatap Rasha dan Dion secara bergantian.
"Datang lagi satu babu sekolah," sindir Dion menarik sudut bibirnya ke atas membentuk senyum miring yang entah mengapa terlihat menyebalkan di mata Rasha.
"Lo ikut gue ke ruang BK sekarang," ucap David dengan tegas.
Bukannya mengikuti perintah David, semua laki-laki yang berada di sana hanya diam di tempatnya tanpa pergerakan sedikit pun. Terlihat Dion yang terkekeh sinis. "Lo siapa sampai gue harus ikuti semua perkataan lo? Jangan ngerasa jadi Raja kalau hidup lo sendiri masih di bawah seorang pelayan."
Mendengar itu, tentu saja membuat David sangat tersinggung. Tapi sebisa mungkin dirinya menahan emosi dengan cara memejamkan matanya untuk beberapa detik.
"Tunggu surat panggilan orang tua di meja lo."
Tanpa mau menghabiskan waktu lebih lama lagi di tempat yang sangat kotor itu, Rasha langsung menarik tangan David dan berjalan meninggalkan mereka yang ada di sana.
"Gak salah gue punya partner kek lo," puji David menepuk pundak Rasha dengan pelan.
"Emang gak sa-
"Siang, Rasha."
Jawaban yang ingin Rasha lontarkan pun lenyap terbawa angin karena hadirnya sosok gadis yang bertubuh mungil di hadapan mereka. Rasha mengerjapkan matanya beberapa kali karena sedikit terkejut dengan hadirnya Chesa yang sangat tiba-tiba.
"Siang juga. Lo, kok, bisa di sini?" Mengingat ini adalah tempat yang tidak jauh dari area belakang sekolah tadi dan sangat jarang di lalui murid lain membuat Rasha menatap gadis itu dengan heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Gibraltar [COMPLETED]
Romance⚠️WARNING⚠️ CERITA BUKAN UNTUK DITULIS ULANG! TOLONG HARGAI IDE DARI PENULIS. JADILAH PENULIS YANG BERKARYA DENGAN HASIL OTAK SENDIRI BUKAN DARI ORANG LAIN. BERANI BERKARYA ITU BAGUS! YUK, KURANGI POPULASI PLAGIAT. Blurb: Selat Gibraltar, dua...