"Sekiranya bahwa itu adalah milikku, akan tetap selamanya menjadi milikku, tidak akan pernah berpindah tangan."
-Selat Gibraltar
•••
"Kamu sekarang udah berani bohong, ya."
Chesa menatap kakinya yang sudah terpasang sepatu sekolah itu dengan datar. Suara berat dan menyeramkan itu berasal dari mulut Bryan. Tadi malam Bryan sedang pergi ke minimarket dan secara kebetulan bertemu dengan Zea, sahabat adiknya. Namun, ketika tidak melihat Chesa bersama Zea membuat Bryan khawatir dan langsung bertanya dengan gadis pemilik lesung pipi itu. Dikarenakan Zea yang sangat jujur—di sini lah Chesa sekarang. Duduk di sofa yang sudah mirip seperti tersangka.
"Kenapa kamu berani bohong sama kami?" tanya Bryan yang sejak tadi malam sudah berusaha menahan emosinya. Niatnya ingin memarahi Chesa malam itu juga. Tapi melihat adiknya yang sudah terlelap dengan sepatu yang belum terlepas membuat Bryan mengurungkan niatnya.
"Adek bohong apa, Kak?"
Chesa memejamkan matanya. Mampus! Bram sudah bangun. Bahkan, pria itu sudah siap dengan setelan jas ditubuhnya. Ah, Chesa lupa. Kan memang seperti itu Bram setiap harinya.
"Kemaren dia bohongin kita, Pa. Bilangnya pergi sama Zea dan Tata. Tapi dia ke apartemen Rasha, Pa," jelas Bryan dengan semangat. Tampaknya, Dewi Fortuna akan berpihak kepada Bryan.
"Ke apartemen Rasha?" ulang Bram dengan wajah yang sudah berubah. Wajah yang sering tersenyum itu berubah menjadi datar dan tatapan yang hangat itu pun menjadi dingin. Chesa mengaitkan jemarinya. Berharap scene marah-marahan ini akan cepat selesai.
"Dek, kamu pergi ke apartemen Rasha, bener?"
Chesa tetap diam. Dirinya tidak berani untuk sekedar menjawab iya dan menatap wajah Bram yang sudah ia tebak sangat menyeramkan. Lebih seram dibandingkan dengan hantu yang muncul tiba-tiba di film horor. Astaga Chesa!
"Jawab, Chesa!"
"Kalian kelewatan!"
Chesa tersentak sebanyak dua kali akibat ulah kedua orang tuanya. Michelle yang baru saja muncul dari dapur pun langsung mendekati anak bungsunya. Wanita itu sedang asik menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Namun, suara keributan yang berasal dari ruang tamu menyebabkan dirinya tidak bisa fokus.
"Ini masih pagi dan kalian udah berantem aja?" tanya Michelle yang sudah duduk di samping Chesa. Mengusap surai anaknya dengan lembut dan mengecup puncak kepala itu dengan singkat.
"Ma, adek yang udah kelewatan di sini. Dia bohong sama kita dan pergi ke apartemen cowok sendirian. Bayangkan, Ma," adu Bryan mengusap wajahnya dengan kasar. "Kakak gak masalah kamu mau jalan sama siapa aja. Tapi jujur, Dek! Rasha itu bukan lelaki yang baik untuk kamu. Dia juga beda keyakinan dengan kita. Jangan sampai kamu sendiri yang menyesal nantinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Gibraltar [COMPLETED]
Romance⚠️WARNING⚠️ CERITA BUKAN UNTUK DITULIS ULANG! TOLONG HARGAI IDE DARI PENULIS. JADILAH PENULIS YANG BERKARYA DENGAN HASIL OTAK SENDIRI BUKAN DARI ORANG LAIN. BERANI BERKARYA ITU BAGUS! YUK, KURANGI POPULASI PLAGIAT. Blurb: Selat Gibraltar, dua...