Mina sudah sangat senang. Makan hanya berdua di kantin tanpa ada orang lain yang membuat Mina tidak nyaman. Mina rindu dengan momen-momen awal mereka pacaran. Mina rindu saat-saat Verner menenangkannya dari siswi-siswi yang senang membicarakan Mina.
Tadinya Mina ingin mencurahkan hatinya kepada Verner tentang apa yang dia alami di rumah Papa. Mina juga baru akan bicara apakah dia bisa kembali tinggal bersama Verner, jika Verner tak terbebani.
Sampai Auris tiba-tiba datang mengubah suasana hati Mina.
"Hai." Auris tersenyum menaruh makanan dan minumannya di atas meja, lalu duduk tepat di samping Verner.
Mina memandang Verner dengan merengut. Harusnya Verner tahu Mina tak ingin diganggu, tetapi cowok itu terlihat cuek.
"Gue boleh di sini, kan? Meja penuh soalnya," kata Auris sembari melemparkan senyum kepada Mina.
Mina melirik sekeliling dan melihat ada meja yang kosong. "Lo belum cari dengan mata kepala lo, ya?"
Auris terdiam. Verner langsung memandang Mina karena baru saja melontarkan sarkasme. Hening di antara mereka lenyap saat Auris tertawa dengan raut wajahnya yang manis.
"Ah, gue cari baik-baik. Kalau pun ada, mungkin baru aja ditinggal yang lain," kata Auris.
Mina bergumam. "Berarti dia makannya langsung telen, ya. Cepet banget soalnya."
Verner memandang Mina dengan raut datar. Mina langsung menunduk sambil mengaduk makanannya. Nafsu makannya menghilang.
"Gue ganggu, ya?" Auris tersenyum kecil sambil mengambil makanannya kembali. Dia berdiri. "Kalau gitu, gue ke tempat yang udah kosong."
Setelah Auris pergi, Verner memandang Mina. "Mina, harusnya kamu nggak ngomong gitu ke Auris."
"Harusnya?" Mina kecewa. "Harusnya kamu tuh ngerti. Dari awal aku kan bilang kalau kamu mau makan bareng aku, aku nggak mau ada orang lain karena aku nggak nyaman."
Mina mengaduk menunduk dengan kesal. "Temen-temen Auris pada ke mana? Pasti masih ada di meja lain, kan? Tinggal ambil kursi kosong bawa ke mejanya kalau kursi pada penuh. Terserah kamu. Kamu bisa makan bareng Auris. Aku juga nggak bakalan mati kalau makan sendirian."
Verner menghela napas lalu mengulurkan tangan ke rambut Mina, mengelusnya pelan. "Maaf."
Mina tak mau mengatakan apa pun. Verner sudah cemburu berlebihan padanya sampai ingin menyakitinya hari itu. Mina tak merasa salah telah cemburu berlebihan karena kedatangan Auris.
Dari awal Verner sudah berjanji padanya agar hanya ada mereka berdua yang makan. Tidak boleh ada orang lain.
[]
Mina tahu apa yang dia lakukan setelah ini agak di luar batas, tetapi di lain sisi Mina tidak ingin semua hal yang mengganggunya selama ini terus-terusan berlanjut. Dia hanya ingin bicara dengan Auris dan sekarang mereka berhadapan di tempat umum, tetapi tak mungkin ada yang mendengar pembicaraan mereka. Mereka cukup berjarak dengan keramaian.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Auris.
Mina memegang lengannya sambil memalingkan wajah. "Gue nggak ada maksud batasin pertemanan lo dengan Verner." Kembali dia menatap wajah Auris yang tanpa ekspresi. "Gue cuma ... berharap lo bisa hargai gue sebagai pacar Verner."
Auris tersenyum paksa. "Harus gue hargai kayak gimana, ya?"
"Ya, intinya lo tahu batas. Kalau kalian memang punya tugas kelompok ya silakan aja. Gue nggak seposesif itu, kok, ngelarang Verner buat bareng lo saat kerja kelompok. Cuma, kalau saat-saat seperti istirahat ... lo tahu maksud gue, kan? Kayaknya nggak perlu gue jelasin panjang lebar."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...