BAB 1

1.1K 139 3
                                    

Happy reading❤

●●●

12 Juni

Chia tersenyum lebar memandang langit biru diatasnya, menghirup udara pagi yang terasa menyejukkan ini dalam-dalam. Sang surya telah menyumbul, menyambut hari yang bahagia ini dengan hangat.

Chia berjalan santai, memasuki pelataran hotel yang telah di sewa oleh sekolahnya untuk acara perpisahan mereka. Ya, ini adalah akhir dan awal perjalanan yang baru untuk masa remaja Chia.

Masa putih birunya berakhir hari ini.

Dress panjang berwarna icy blue itu terlihat pas dibadan Chia, rambutnya yang dicepol ala korea juga polesan make up tipis membuat wajahnya terlihat lebih fresh.

Penampilannya tampak begitu perfect, hanya saja ia sedikit kesusahan saat berjalan. High heels berwarna hitam dengan tinggi lima senti ini cukup menganggu jalannya. Chia yang biasa menggunakan sendal jepit kemanapun ia pergi merasa was-was takut-takut ia salah langkah dan akhirnya jatuh.

Chia tidak menyukai hal-hal yang ribet. Hidupnya terlalu simpel. Apa yang membuatnya nyaman itulah yang akan di kenakan dan kerjakan.

Baginya hidup itu adalah suatu ujian yang rumit jadi untuk apa memperkeruh hidupnya dengan hal-hal yang ribet?

Chia terlalu mencintai hidupnya.

Pagi tadi ia sempat merengek kepada Mommy nya agar ia mengenakan sendal jepit saja alih-alih high heels seperti ini, namun tanpa segan Erina- Mommy Chia malah mengancam untuk mengeluarkan Chia dari Kartu Keluarga jika Chia memaksa menggunakan sendal jepit.

Chia menghela nafas pasrah dan menerimanya dengan tabah. Ia tidak mau menjadi gelandangan di usia muda seperti ini terlebih disaat ia masih menjomblo. Siapa yang akan menampungnya? Ya, hitung-hitung saja ini sebagai amal berbakti kepada orang tua.

Tubuh Chia hampir saja ambruk karena tak melihat ada batu berukuran besar yang tak sengaja ia injak, untungnya ada tangan besar yang sigap menahannya.

Chia menatap kedepan dengan tajam, "Lepas!" kecamnya tanpa melihat orang yang berada disampingnya, orang yang telah menolongnya.

Orang itu terkekeh tanpa mau melepaskan tangannya yang memegang baju bagian belakang Chia. Telinga Chia memanas, langsung saja siku setajam pedang miliknya menyikut perut rata orang itu.

"Gue bukan anak kucing, setan," hardiknya, berjalan menjauh setelah tangan itu terlepas.

Kai meringis memegangi perutnya yang terkena hantaman siku Chia, lantas kembali melanjutkan kekehannya yang sempat tertunda.

"Dasar jomblo! Di tolong bukannya makasih malah nyikut. Gue kawinin juga lo!" monolognya melihat punggung Chia yang semakin menjauh.

~~~

"Chia...," teriak seorang perempuan dengan gaun bergaya sabrina dibawah lutut, berlari tanpa risih padahal ia menggenakan high heels yang tingginya mungkin ada diatas milik Chia. Lalu dengan diikuti oleh dua perempuan lainnya.

Chia terkesiap, melepas satu high heelsnya berniat untuk menimpuk perempuan itu.

"Sampe meluk, gue timpuk ya lo!" peringat Chia yang membuat perempuan itu mengurungkan niatnya. Wajahnya cemberut.

"Kan gue cuma mau peyuk," ucap Jihan sok sedih.

Dari arah belakang Jihan hadir Vio dan Tara yang menertawai wajah Jihan yang cemberut seperti seorang anak yang habis dimarahi oleh orang tuanya.

"Lagian, tahu punya temen kelainan masih aja bertingkah," ejek Vio yang diangguki oleh Tara.

"Enak aja gue kelainan, nih bocah yang kelainan!" seru Chia tak terima, menunjuk Jihan dengan sepatu yang belum sempat ia gunakan kembali.

Jihan semakin cemberut, berpindah posisi disamping Tara lalu memeluknya.

"Ra, emang kalo pelukan kayak gini itu kelainan ya? Gue kan cuma mau ngasih pelukan perpisahan ke sahabat gue, kitakan belum tentu bisa satu sekolah lagi, iya kan?" tanyanya sedih. Tara menggeleng, menarik Vio untuk ikut berpelukan bersama.

"Ngga kok. Kita kan sahabat," ucapnya lembut. Diantara mereka memang Tara lah yang paling bisa menenangkan suasana. Dia yang paling dewasa dan bisa menengahi ketika ketiganya sedang bertengkar.

Chia yang melihat ketiga sahabatnya berpelukan seperti itu bergidik ngeri, "Lo bertiga apaan sih? Lebay banget peluk-pelukkan. Mau mati?"

Vio memutar bola matanya malas, "Lo kelamaan jomblo, Chia. Mangkannya pelukan kayak gini lo bilang lebay."

"Apa hubungannya sama jomblo, setan! Pelukan kayak gitu mah gue juga sering, lo gak tahu aja Mommy gue kalau meluk udah ada jadwalnya. Pagi, siang, sore, malam. Empat kali sehari udah bukan kayak minum obat lagi, puas lo?" cecarnya.

"Terus kalau Mommy lo sering peluk lo kenapa lo gak mau ikut pelukan juga sama kita?" picing Jihan.

"Ya... karena geli lah, lagian nih ya-,"

"Udahlah, Chia. Pelukan gak akan buat lo mati atau di bilang lebay kok," ujar Tara akhirnya, menarik tangan Chia. Chia sempat memberontak, namun karena tiga orang sekaligus yang menariknya membuatnya kalah telak. Akhirnya ketiganya memeluknya dengan erat, membuat dadanya sesak karena kekurangan pasokan oksigen.

Namun ada perasaan lain dalam hatinya, hangat. Jadi begini rasanya pelukan seorang sahabat. Selama hampir tiga tahun mereka bersahabat, Chia memang orang yang sulit sekali diajak skinship seperti ini. Ia terkenal jutek dan cuek, namun anehnya ketiga sahabatnya ini betah untuk tetap bersahabat dengannya.

Mereka seakan saling melengkapi satu sama lain. Chia yang jutek dan cuek, Jihan yang lebay dan unyu-unyu, Vio yang mudah tersulut emosinya dan Tara yang paling dewasa pemikirannya.

Persahabatan mereka mengalir begitu saja, tanpa diduga dan tanpa direncanakan. Saling menerima sifat satu sama lain adalah yang paling utama dari kokohnya sebuah hubungan persahabatan.

"Gak nyangka gue punya sahabat sebaik kalian," ujar Jihan.

Vio mengangguk, "Gak nyangka gue bisa tahan."

Tara terkekeh sedangkan Chia hanya diam.

"Ekhem, boleh nyempil ditengah gak nih?" Dehem seseorang memecah kekhidmatan keempat sahabat yang tengah berpelukan itu.

Keempatnya reflek melerai pelukan satu sama lain, Chia menghela nafas berat melihat sosok siapa yang ada didepannya.

"OMG. Babang Kai bawa buket!" seru Jihan menyenggol lengan Tara.

Tara tersenyum tipis, mendekat kearah Kai.

"Buat kamu," Kai menyerahkan buket berukuran sedang itu pada Tara. Vio dan Jihan memandangnya dengan berbinar berbeda dengan Chia yang memutar bola matanya malas.

"Drama," cicitnya yang masih terdengar jelas oleh kedua sahabatnya.

"Kenapa sih, Chia?" tanya Vio tak habis pikir.

"Chia cemburu," cicit Jihan dengan cengirannya.

Chia mendengus, mendekat pada Tara lalu menepuk pundaknya pelan, "Inget kata gue," ujarnya, setelahnya melangkah pergi meninggalkan mereka yang ada disana.

●●●

Inst : milajynt24_

GLEICH (SELESAI✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang