Happy reading❤❤
●●●
Lima hari sudah hubungan Chia dan Enzi merenggang. Keduanya tidak pernah lagi saling bertemu atau hanya sekedar menyapa walau hanya dari telepon.
Selama dua hari setelah Chia menceritakan semuanya dan memilih untuk memutuskan hubungannya dengan Enzi, Chia tetap berusaha untuk menghubungi laki-laki itu. Mengiriminya banyak pesan berisi permintaan maaf, bahkan berulang kali menelepon ke nomor yang bahkan tidak mengeluarkan nada sambung.
Ya, Enzi tidak mengaktifkan nomornya.
Perasaan bersalah dalam diri Chia benar-benar besar. Dia merasa menjadi orang yang paling jahat. Orang yang tega menyakiti hati orang yang tulus dan baik seperti Enzi. Chia benar-benar tidak bisa hidup tenang selama itu, bahkan dalam mimpinya wajah Enzi yang penuh akan syarat kekecewaan selalu muncul.
Di hari ketiga, untuk terakhir kalinya Chia mencoba menghubungi nomor itu kembali namun tetap saja hasilnya sama. Akhirnya, Chia hanya bisa menghela nafas berat, menghapus nomor itu dari ponselnya dan mulai mengikhlaskan semuanya.
Hari-hari Chia terasa hampa, bahkan disaat kedua orang tuanya sedang sibuk dan bahagia menyiapkan hari pertunangan, Chia hanya bisa mengangguk pasrah. Tidak ada kebahagiaan sedikitpun dalam hatinya.
"Kalau emang lo nggak bahagia, kita selesaikan saja semuanya sekarang," itu adalah kalimat yang selalu Kai ucapkan akhir-akhir ini. Tapi Chia, dia seolah enggan mengubris segala hal yang berhubungan dengan Kai.
Dia hanya mendengar, menatap Kai dengan dingin lalu pergi begitu saja tanpa bereaksi apapun. Sikap Chia yang seperti itu membuat hati Kai menjadi sangat sakit.
Kai memejamkan matanya, merasakan hatinya yang terasa remuk redam. Kai menghela nafas pelan, menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa.
"Chia, gaun ini kayaknya cocok deh buat lo. Biru pastel, warna kesukaan lo kan?" Kai bertanya, menunjukkan gaun panjang berwarna biru pastel pada Chia.
Chia yang tengah duduk di sofa seraya memainkan ponsel hanya bisa mendengus jengah, "Terserah lo," jawabnya acuh tanpa melihat Kai sedikitpun.
Kai tersenyum miris, bahkan disaat mereka sedang mencari pakaian untuk dikenakan pada hari pertunangan pun Chia sama sekali tidak peduli. Semua hanya Kai yang mengurusinya.
Kai mengangguk kaku, menarik nafas dalam dan memejamkan matanya untuk mendinginkan isi kepalanya.
"Nggak mau lo coba dulu?" tanya Kai, mencoba untuk tetap lembut.
"Gak!" jawab Chia ketus.
Kai tersenyum kaku, mengangguk.
"Mba, bungkus yang ini ya sama yang ini," ucap Kai menyerahkan dua pakaian untuknya dan untuk Chia pada pegawai butik yang ia datangi bersama dengan Chia.
Pegawai perempuan itu mengangguk, lalu berlalu pergi dengan membawa pakaian yang Kai serahkan.
Kai mendekat, duduk di samping Chia dan menatapnya dengan lekat.
"Chia. Lo nggak bahagia, gue nggak bahagia. Gimana bisa pertunangan ini dilanjutkan sedangkan nggak ada pihak yang bahagia di dalamnya," ujar Kai, mencoba untuk memberi pengertian pada Chia.
Chia tersenyum sinis, menaikkan pandangannya menatap Kai. Dari jarak sedekat ini, Kai dapat melihat jelas sorot kebencian yang ada di mata Chia. Lagi dan lagi, itu membuat hati Kai terasa sangat sakit. Dadanya sesak, kedua tangannya mengepal kuat.
"Lo tahu? Lo itu pembohong besar. Munafik!" sarkas Chia, lalu berdiri dan ingin berlalu pergi. Namun, suara Kai berhasil menghentikannya.
"Bukannya itu lebih cocok buat lo ya? Lo yang pembohong besar, Chia. Lo bohongin keluarga lo, hati lo, pacar lo, sahabat-sahabat lo. Tapi lo malah lampiasin semuanya ke gue. Yang munafik gue atau lo?" serang Kai. Dia mulai muak dengan tingkah laku Chia beberapa hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GLEICH (SELESAI✔)
Teen Fiction|UPDATE SETIAP HARI| Perhatian : Mengandung kata yang kurang pantas dan kasar. Mohon jangan ditiru, dan bijak dalam memilih bacaan. Chia membenci Kai, Kai memiliki banyak sekali pacar. Naasnya, keduanya malah dijodohkan. ____ "Gue benci banget sama...