Happy reading❤❤
●●●
Jihan dan Max yang semula berada tak jauh di belakang Chia membulatkan matanya sempurna. Mereka membeku melihat tragedi tragis di depannya.
Suara jerit dan keriuhan semakin terdengar jelas. Menyadarkan Max dan Jihan apa yang sebenarnya baru saja terjadi.
Langsung saja Jihan berlari dengan cepat, menghampiri Chia yang sudah tergeletak tak berdaya dengan diikuti oleh Max di belakangnya. Kerumunan orang sudah mengelilingi Chia yang di bagian kepalanya sudah banyak sekali berlumuran darah.
Jihan menutup mulutnya, dia menangis dengan histeris dan memeluk tubuh Chia yang hanya diam dengan mata terpejam.
"Chia... bangun Chia. Lo harus bangun," tangis Jihan benar-benar pecah. Dia melihat ke arah tangannya yang kini memegang kepala Chia, tangannya terdapat banyak darah dan itu membuatnya gemetar.
Max datang, merengkuh bahu Jihan untuk menguatkannya.
"Kak, Chia kak," ujarnya pada Max. Max mengangguk, mengelus bahu Jihan pelan untuk memberinya ketenangan.
"Kita bawa Chia ke rumah sakit," ucapnya.
Dengan cepat Max bangun dan berlari ke arah tempat dimana mobilnya terparkir. Ia membawanya tepat di samping Chia untuk memudahkannya.
Max turun, dan menyuruh beberapa orang untuk membantunya memasukkan Chia ke dalam mobil.
Max mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak bisa terlalu cepat mengingat jalanan sedang sangat ramai saat ini. Ini adalah waktu jam pulang sekolah, dan itu seharusnya menjadi hal biasa tapi menjadi tidak biasa untuk kondisi seperti ini.
"Kak lebih cepat lagi," pinta Jihan yang kini duduk di belakang dengan memangku kepala Chia.
"Darahnya semakin banyak," ujarnya lagi. Ia menangis dengan terus memeluk kepala Chia. Dia tidak memperdulikan tentang seragam sekolahnya yang kini sudah tercampur dengan noda darah.
"C-chia... lo harus ku-kuat, C-chia. Sebentar lagi kita sampai. Gu-gue tahu lo kuat, C-chia. Bertahan," pinta Jihan, menangis sesegukan.
Jihan terus menangis. Air mata mengalir deras dari matanya membasahi pipi dan berakhir jatuh ke bawah dagu. Dia terisak, tangannya bergetar hebat. Dadanya terasa sakit. Dia tidak kuasa melihat Chia yang seperti ini. Keadaan Chia benar-benar buruk.
Darah yang menetes dan mengalir dari rok Jihan dan mengalir ke sepanjang kakinya membuatnya semakin histeris. Darah yang Chia keluarkan benar-benar sangat banyak.
Dia takut sekarang, benar-benar sangat takut. Bahkan sebuah kata atau kalimat pun tidak bisa menggambarkan perasaan takutnya saat ini.
Chia adalah sahabatnya. Dia adalah sosok sahabat yang baik. Dia selalu perhatian pada ketiga sahabatnya walau di tunjukkan dengan cara yang berbeda. Namun Jihan tahu Chia memiliki hati yang sangat lembut. Jihan sangat menyayangi Chia, sangat. Dan kini, hatinya terasa remuk redam membayangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada Chia.
Rasanya dia tidak sanggup dan tidak akan pernah sanggup.
"Chiaaaa. Jangan tinggalin gue, gue mohon."
Mobil Max telah sampai di pelataran rumah sakit. Dengan tergesa Max turun dari mobil dan berteriak memanggil suster.
Suster datang dengan membawa brankar. Dengan cepat Max membuka pintu mobil, membawa Chia dalam gendongannya dan menaruhnya di atas brankar.
Beberapa suster mendorong brankar yang diatasnya terdapat Chia dan membawanya ke ruang UGD. Jihan dan Max mengikuti dengan langkah khawatir. Jihan terus menangis sepanjang jalan, hingga langkah mereka terhenti ketika Chia di masukkan ke dalam ruang UGD dan pintu di tutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
GLEICH (SELESAI✔)
Teen Fiction|UPDATE SETIAP HARI| Perhatian : Mengandung kata yang kurang pantas dan kasar. Mohon jangan ditiru, dan bijak dalam memilih bacaan. Chia membenci Kai, Kai memiliki banyak sekali pacar. Naasnya, keduanya malah dijodohkan. ____ "Gue benci banget sama...