EXTRA CHAPTER

1.1K 116 68
                                    

Happy reading❤❤

●●●

Sepulang dari pemakaman, Chia tidak langsung pulang ke rumahnya. Melainkan kakinya melangkah memasuki pekarangan rumah Kai dengan tatapan kosong dan langkah lunglai.

Kedua orangtua Chia dan Kai yang melihat itu merasakan hatinya berdenyut sakit. Mereka tidak mencegah dan membiarkan Chia melakukan apa yang dia mau.

Chia membuka pintu depan dengan sekali dorongan, kakinya terus melangkah menaiki anak tangga yang menuju kamar Kai. Kamar yang berhadapan langsung dengan kamarnya. Kamar yang menjadi tempat untuknya melihat Kai secara diam-diam.

Ya, menatap Kai secara diam adalah rutinitas yang paling Chia suka. Tanpa sepengetahuan Kai tentunya.

Setelah solat maghrib, Chia selalu berdiri didepan jendela, menyingkap sedikit gordengnya dan melihat Kai yang tengah menatap kearah kamarnya.

Mereka saling bersitatap, hanya saja hanya Chia yang mengetahuinya. Chia tahu, Kai akan selalu menatap dan berdiam cukup lama di balkon hanya untuk melihat dirinya. Namun, Chia sengaja tidak pernah keluar dari kamar dan hanya melihat melalui jendela agar Kai tidak mengetahuinya.

Chia membiarkan Kai kecewa akan harapan. Chia membiarkan Kai berlama-lama berhalo sapa dengan angin malam. Ya, Chia sejahat itu. Chia seegois itu. Dia ingin selalu menatap Kai namun tak membiarkan Kai untuk menatapnya.

Jika saja waktu bisa diulang, Chia tidak akan melakukan itu. Chia tidak akan sejahat itu dengan Kai. Dia tidak akan lagi menutupi perasaannya dan memperbesar masalah yang seharusnya memang tidak pernah diperbesar.

Tanpa sadar, buliran bening itu kembali luruh.

Chia berdiri dengan gamang didepan pintu cokelat yang didepannya terdapat tanda tangan Kai yang begitu besar dengan spidol putih. Hatinya teriris pedih. Chia menarik nafas dalam, menguatkan hatinya untuk terus melangkah masuk.

Chia menyentuh knop pintu, mendorong pintu cokelat itu pelan hingga perlahan seisi kamar dapat ditangkap oleh netra kecokelatan milik Chia.

Chia masih berdiri dengan kaku, matanya bergerilya pedih menatap seisi kamar. Kaki Chia terangkat ragu, melangkah menuju nakas yang berada disamping ranjang Kai.

Lagi, buliran bening itu mengalir. Membasahi pipi putih Chia terus-menerus. Hatinya terasa begitu sakit ketika melihat figura berwarna putih dengan ukuran kecil.

Chia mengambil figura itu, menatapnya dengan pedih. Tubuhnya seketika luruh, kesedihan itu tidak dapat lagi ia bendung. Punggungnya bergetar dengan sangat hebat, isakan terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Tangan Chia yang memegang figura itu bergetar. Chia terduduk di ranjang Kai.

Disana, terpasang fotonya dan Kai yang sedang berpelukan ditengah hujan. Foto itu diambil seminggu sebelum acara perpisahan dilaksanakan. Saat itu mereka benar-benar sangat bahagia. Tidak ada perasaan sakit apapun di hati Chia. Tidak ada batasan apapun yang Chia buat untuk Kai. Dinding itu sama sekali belum Chia ciptakan.

"Kenapa lo pergi Kai, kenapa? Kenapa lo harus tepati janji lo yang itu? Katanya lo mau buat gue bahagia, kenapa nggak lo tepati aja janji lo untuk buat gue bahagia? Dengan lo selalu ada disamping gue, Kai," lirih Chia disela isak tangisnya.

Chia menempelkan figura kecil itu ke dekat jantungnya. Memeluknya dengan sangat erat. Chia terisak pilu, membiarkan buliran bening itu mengalir dengan begitu derasnya.

"Balik Kai, Balik. Gue mohon jangan balas dendam dengan cara kayak gini."

"Lo marah kan ke gue? Lo marahin aja gue, Kai. Lo maki gue bahkan lo boleh mukul gue. Lo kalau mau benci gue balik nggak papa. Tapi lo jangan pergi, Kai. Jangan hukum gue kayak gini. Gue nggak sanggup."

GLEICH (SELESAI✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang