BAB 9

525 79 7
                                    

Happy reading❤❤

●●●

Pagi-pagi sekali Kai sudah bangun dari tidurnya. Sudah mandi dan sudah merapihkan kasur bekas tidurnya lalu turun ke bawah.

Kaki nya bergerak cepat menuruni anak tangga, merebut pisau yang sedang Lexa gunakan untuk memotong wortel. Lexa terkesiap, menatap putra nya takut-takut.

"Kai. Sadar Kai, ini Mama kamu!" racau Lexa yang membuat Kai menatap nya aneh.

"Apasih Ma? Kai cuma mau bantu kok ngga mau bunuh. Mama pikir aku psicopet?" Kai menggeser tubuh Lexa, mengambil wortel yang tersisa setengah itu lalu memotong nya seperti yang tadi Lexa lakukan.

Pernyataan Kai justru membuat Lexa semakin takut, dengan segera ia meletakkan telapak tangannya di dahi Kai, merasakan hawa panas di sana namun tidak ada.

"Kamu gak panas Kai, kamu gak sakit. Kok tumben kamu mau bantu Bunda?" Lexa semakin tak percaya, ia terus menatap putranya dengan intens. Kai mendengus, memindahkan potongan wortel yang ada di atas talenan ke dalam wadah.

"Mama mah gitu! Kai bangun siang di marahin bilang nya pemalas gak mau bantuin Mama nya. Sekarang Kai bantuin Mama di bilang sakit, tumben," protes Kai. Karena hapal betul kelakuan Lexa di hari minggu.

Hari minggu memang selalu Lexa gunakan untuk membersihkan rumah. Pekerjaan Lexa akan lebih berat dari hari-hari biasanya, bisa di bilang terbalik.

Tapi Kai yang memang suka bermalas-malasan lebih memilih untuk bangun siang dari pada membantu Lexa. Maklum saja, semalaman suntuk ia harus membagi rata waktunya untuk pacar-pacarnya, ya walau secara virtual dia tetap harus adil.

Maka dengan kesal Lexa akan terus bolak-balik mengetuk pintu kamar Kai sembari berteriak, "Bangun Kai, Bangun! Kamu mati atau gimana? Bantuin Bunda! Jadi anak jangan malas!" seru-seruan itu akan selalu merusak gendang telinga Kai. Membuat Kai frustasi dan akhirnya pindah tidur di balkon dengan menggelar selimut.

Tapi kali ini tidak. Kai bangun sangat pagi bahkan berniat untuk membantu Lexa untuk masak. Hal itu tentu membuat Lexa bingung, karena jauh dari kebiasaan Kai.

"Oh, yaudah," balas Lexa. Dia bingung harus bereaksi seperti apa.

Dari pada terus memperhatikan Kai yang sepertinya sedang kerasukan, Lexa lebih memilih mengerjakan yang lainnya. Lexa mengambil ikan dari dalam lemari pendingin, menaruhnya di wastafel dan membersihkan sisiknya dengan pisau yang setajam omongan tetangga.

"Ma. Ini wortelnya udah Kai potongin semua, Kai bantu apa lagi?" sepertinya pagi ini Lexa benar-benar di buat banyak beristighfar. Dia sungguh tidak tau harus merasa senang atau bingung. Dia takut Kai benar-benar kerasukan. Dalam hati Lexa terus merapalkan ayat kursi.

"Em... itu, di situ kan ada bawang merah yang udah Bunda pisahin. Kamu kupasin itu aja deh, Kai," ujar Lexa. Dia menguatkan hati nya agar percaya bahwa yang ada di ruangan ini bersamanya itu benar Kai bukan makhluk astral. Mungkin Kai ingin berubah dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

Kai mengangguk, mengambil bawang itu dan mengupasnya. Ini adalah hal baru dan pertama kali ia lakukan, karena itu sebisa mungkin ia berhati-hati. Gerakan tangannya pun masih sangat kaku.

Srottt

"Ma," panggil Kai.

"Iya?"

"Kai kasihan deh sama bawang nya," ujar Kai yang membuat Lexa menghentikan tangannya yang ingin memutar keran.

"Kok kasihan? Kenapa?" Lexa berbalik, melihat punggung tegap Kai.

"Tadi bawang nya curhat sama Kai. Sedih banget sampai buat Kai nangis," adu Kai yang membuat Lexa tertawa. Ia geleng-geleng kepala, bagaimana bisa ia memiliki anak yang mempunyai otak seperempat seperti Kai.

GLEICH (SELESAI✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang