skill

216 28 1
                                    

Seokjin terus saja mengomel tanpa menghentikan kegiatannya yang kini tengah membalut jari Namjoon yang baru saja tersayat oleh pisau, sedari awal Seokjin sudah mewanti-wanti dongsaengnya tersebut agar lebih berhati-hati dalam memotong wortel, tapi tetap saja sebanyak apapun ia memperingati, tingkat kecerobohan Namjoon tak bisa lepas begitu saja.

Tak seperti hari biasanya, tiba-tiba saja Namjoon bersikukuh untuk membantunya memasak, tentu saja Seokjin langsung menolak mentah-mentah keinginan tersebut, selain untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya luka dan juga kerusakan peralatan dapur, ia juga tak ingin mengambil resiko jika masakannya akan terasa aneh karena campur tangan laki-laki tersebut nantinya.

Perdebatan sempat terjadi selama beberapa menit sebelum akhirnya Seokjin memilih untuk mengalah, kasihan juga melihat dongsaengnya yang memiliki otak jenius tapi tak memiliki skill dasar dalam memasak, bisa gawat nantinya jika semisal laki-laki tersebut mulai tinggal sendiri nantinya, memasak ramyun saja masih kesulitan, benar-benar merepotkan.

“Sudah kubilang, potong wortelnya bukan jarimu, kau pikir rasa kari buatanku akan lebih enak jika ditambah dengan potongan jarimu?” Seokjin mengatakannya dengan bersungut-sungut, sedangkan Namjoon yang menahan rasa perih di jarinya sedikit ngeri mendengar ucapan hyung nya barusan, seperti seorang psikopat saja.

“Maaf hyung, aku tiba-tiba saja bertanya-tanya, kenapa sampai sekarang belum ada inovasi tanaman wortel yang siap panen dan siap masak dalam keadaan terpotong-potong sejak baru panen, bukankah lebih mudah?”

Gundulmu!” sahut Seokjin sembari menjitak kepala dongsaengnya tersebut. “Kau ini memang jenius, tapi terkadang kejeniusanmu benar-benar tidak manusiawi.”

Namjoon tak tahu letak kesalahan dari ucapannya, menurutnya opini yang ia lontarkan sudah benar dan mudah dipahami, mengapa Seokjin memarahinya seperti ini? Jika semisal inovasi tersebut benar-benar ada, bukannya bisa meminimalisir terjadinya luka serupa yang kini menimpa dirinya?

“Pergilah berkencan dengan buku-bukumu, jangan menggangguku.”

“Bukunya sudah kubaca semua, hyung.”

Seokjin melotot, dongsaengnya ini pasti bercanda, kan? “Bukannya kau baru meminjamnya kemarin? Tiga buku setebal itu mana bisa kau selesaikan dalam semalam?”

“Loh? Bukannya wajar, hyung? Bahkan lima buku saja tergolong sedikit.”

Wis mbuh lah karepmu.” Seokjin melenggang pergi menuju dapur, bahunya sedikit bergetar saking ngerinya dengan Namjoon sang maniak buku, sepertinya Namjoon bukan orang normal.

Memandangi lukanya yang kini sudah dibalut dengan kapas dan juga plester, Namjoon menghembuskan nafasnya dengan gusar, ayolah ia ingin melakukan sesuatu yang tak biasa ia lakukan sebelumnya, ia tiba-tiba saja sadar jika skill dasarnya untuk bertahan hidup belum benar-benar ia pelajari dengan baik, selama ini ia hanya membacanya lewat buku alias hanya teori saja, sedangkan urusan praktek ia benar-benar belum pernah melakukannya.

Sebenarnya Namjoon merasa iri dengan beberapa teman satu jurusannya yang bisa menjalani hidupnya dan juga merawat dirinya sendiri dengan baik dan benar, dalam artian meskipun tinggal sendirian teman-temannya bisa melakukan semuanya seorang diri. Mulai dari memasak, memperbaiki barang yang rusak, berbenah rumah, dan masih banyak lagi.

Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang masih bergantung pada hyung-nya, padahal seharusnya ia ikut turun tangan entah dalam memasak atau setidaknya membersihkan apartemen dengan teratur, sejauh ini yang ia lakukan tak berbeda jauh dengan rutinitasnya selama masih tinggal dengan kedua orangtuanya di Ilsan. Lagipula ia juga tahu sebuah fakta dimana ia sering merusak barang, jadi mungkin untuk meminta bantuan darinya orang lain akan merasa enggan dan sungkan.

Bangtan LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang