"Hyung, sudahlah. Aku hanya akan menanyaimu, bukannya merekam wawancara yang kita lakukan." ucap Taehyung dengan gusar.
Memang, setelah mendengar ia akan diwawancarai oleh Taehyung, Seokjin langsung berlari menuju kamar mandi dan mengganti pakaiannya serapi mungkin
Bahkan, ia sampai tak mendengar ucapan Taehyung barusan saking sibuk nya berdandan setampan mungkin.
"Hah? Benarkah?" tanya Seokjin yang kini masih sibuk membenarkan model rambut miliknya.
Melihat respon Seokjin barusan, membuat Taehyung memutar bola matanya dengan jengah.
Entah karena alasan apa Seokjin langsung berlalu dari hadapan Taehyung dan masuk menuju kamarnya. Melihat hal tersebut, Taehyung langsung berlari mengejar kepergian Seokjin.
"Kau mau kemana, hyung?" tanyanya yang kini menghalangi langkah Seokjin.
"Mengganti pakaianku."
"Nanti saja, hyung. Ayo, duduk di sofa dan aku akan menulis jawaban darimu." ucap Taehyung yang menarik paksa lengan Seokjin menuju sofa.
Setelah Seokjin duduk, Taehyung segera duduk dihadapannya dan mulai membuka buku miliknya.
"Kita mulai."
Seokjin hanya mengangguk dengan tatapan terkunci pada Taehyung, membuat Taehyung merasa risih karenanya.
"Mengapa kau memilih menjadi seorang juru masak?"
"Karena.. Memasak adalah sebuah keharusan, jika kita tidak bisa memasak, kita tidak bisa makan. Dan jika kita tidak makan, kita akan kekurangan energi dan meninggal. Kesimpulannya.... Aku memilih menjadi juru masak, agar orang yang tengah kelaparan bisa makan." jawab Seokjin panjang lebar.
Seokjin bahkan tak menyadari jika tangan Taehyung sampai kebas karena menulis jawaban yang panjang darinya. Baiklah, baru pertanyaan pertama, Taehyung harus bersabar.
"Sudah berapa lama kau menjadi seorang juru masak?"
"Aku mulai belajar memasak saat umurku 8 tahun, saat itu aku sering melihat ibuku memasak. Jadi, aku belajar darinya. Karena umurku sudah 26 tahun, jadi aku sudah mulai memasak sejak 18 tahun yang lalu."
Taehyung kembali merana mendengar jawaban yang teramat panjang dari Seokjin barusan, bahkan menurutnya, Seokjin terlalu berbelit-belit dalam memberikan jawaban.
"Siapa orang yang menjadi inspirasi mu dalam bidang memasak?"
"Seperti yang kukatakan barusan. Aku mulai belajar memasak saat umurku 8 tahun, saat itu aku sering melihat ibuku memasak. Jadi, aku belajar darinya. Karena umurku sudah 26 tahun, jadi aku sudah mulai memasak sejak 18 tahun yang lalu. Jadi inspirasi ku dalam memasak adalah ibuku."
Cukup. Taehyung dibuat kesal karena jawaban Seokjin, mengapa ia harus menjawab sepanjang itu? Berbelit-belit pula.
"Apa pekerjaanmu sekarang, jika seandainya kau tidak menjadi seorang juru masak?"
"Jadi, saat aku kecil. Aku bermimpi menjadi..."
"Cukup, hyung! Langsung intinya saja!" ujar Taehyung yang kini menahan emosinya.
"Baiklah... Aktor." jawab Jin dengan bersedekap kesal.
Taehyung menghembuskan nafasnya dengan lega, akhirnya ia tak perlu menulis panjang lagi.
"Pertanyaan terakhir." Taehyung menarik nafas sebentar. "Pernahkah kau gagal saat sedang memasak sesuatu?"
"Pernah, dan itu karena ulah mu." setelahnya Seokjin berlalu dari hadapan Taehyung.
Taehyung mengerjapkan matanya berkali-kali karena jawaban Seokjin barusan, ia segera menulis jawaban tadi tanpa menyangkut pautkan penyebab gagal nya masakan yang dibuat oleh hyung nya satu itu.
Taehyung menyelesaikan tulisannya kemudian bergegas mengembalikan buku miliknya ke dalam kamar. "Untung dia lebih tua dariku." gumam Taehyung.
Tak lama, Jimin dan Jungkook turun dari lantai atas dengan tawa yang menemani kebersamaan mereka, Taehyung langsung dibuat iri akan hal itu.
"Benarkah, hyung? Wah... Seharusnya aku ikut tadi.." ucap Jungkook sembari tertawa.
"Iya, aku merasa senang akan hal itu."
Begitulah percakapan yang terjadi di antara Jimin dan juga Jungkook, Taehyung tak tau pasti apa yang tengah mereka bicarakan sekarang. Nampaknya mereka sengaja mengabaikan keberadaan Taehyung yang tengah memandang iri ke arah mereka berdua.
Setelah puas melihat mimik iri di wajah Taehyung, mereka melanjutkan dengan berjalan bersama menuju pintu depan.
"Sebagai permintaan maaf ku, kau akan pergi ke karnaval denganku." ujar Jimin sambil mengenakan sepatu miliknya.
"Wah?! Asyik! Ayo, hyung! Aku sudah tak sabar!" ucap Jungkook dengan nada menggebu-gebu.
"Kau akan ku traktir semua makanan yang kau mau!" tambah Jimin.
"Wah! Ayo, hyung! Cepatlah!"
Nampaknya kekesalan Taehyung sudah sampai di ubun-ubun, ia tak terima jika diabaikan seperti ini. Mereka kira Taehyung tak memiliki perasaan apa? Tega-teganya mengabaikan dirinya secara terang-terangan.
"Hei! Kalian mengabaikan ku?!" teriak Taehyung dengan tatapan tajam yang ia tujukan pada Jimin dan juga Jungkook.
Sontak, Jimin dan Jungkook langsung menoleh dan menatap Taehyung dengan tatapan tak bersalah.
"Kalau ingin ikut, ikut saja, hyung." ajak Jungkook dengan nada datar.
"Tidak! Kau tidak ikhlas mengajakku." tolak Taehyung mentah-mentah.
"Yasudah." ujar Jungkook sebelum akhirnya menutup pintu apartemen.
Setelah kepergian Jimin dan Jungkook, Taehyung mencak-mencak tak jelas di ruang tengah. Bahkan, bantal sofa yang tak bersalah menjadi korban kemarahannya. Ia menggigit bantal sofa dengan gemas.
"Tae? Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Hoseok yang baru saja pulang dari kuliahnya.
"Eh, hyung. Tidak, aku hanya memastikan apakah bantal ini empuk atau tidak." jawab Taehyung sebelum akhirnya bergegas masuk ke dalam kamarnya dengan wajah memerah karena malu.
"Seharusnya, aku menerima ajakan mereka." gumamnya.
Sesaat setelah Taehyung mengucapkan hal itu, ia merasakan kelingking kaki kanannya menabrak pintu kamar miliknya.
"Demi, Demi Lovato! Apakah kesialanku akan berlanjut?!" teriak Taehyung dengan jempol kaki miliknya yang terus berdenyut merasa sakit.
***
Oh na na, just be careful. Na na, love ain't simple.
Eh, kok malah nyanyi?😅

KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Life
FanficAttention! Cerita ini hanyalah cerita ringan yang cocok dibaca disaat waktu luang, cerita ini bukanlah cerita bersambung yang memiliki konflik yang berat. Cerita ini ditulis untuk menghibur para pembaca, thanks buat yang udah mampir. ______________...