"Terkadang jiwa bukan hanya butuh tenang, tapi juga butuh kekuatan untuk beradaptasi dalam segala keadaan."
Reza menghidupkan sebatang rokok ditangannya. Mulai menghisab rokok tersebut dengan perlahan sambil sesekali menoleh ke depan. "Si Devan gimana?"
Zaki yang sedang melahap nasi padang jadi menoleh. "Kita belum dapet kabar." ujarnya. "Kita cari tahu aja apa gimana? Kalau nungguin dia ngasih kabar duluan kayak nggak mungkin."
"Bener sih." sahut Rio mengangguk, lalu menghela napas panjang. "Kayak aneh aja tiba-tiba ngilang, caper banget tu anak ah." cibirnya. "Nggak tau apa ya gue rindu dia yang suka ngedumel nggak jelas."
Reza jadi memperhatikkan teman-temannya, lalu ikut menghela napas karena tidak dapat di pungkiri ia juga merindukan sosok dengan pribadi rame itu. "Yaudah, atur aja kapan waktunya." Ia mematikkan rokoknya ke asbak. Melirik arloji yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Balik dah gue."
Zaki berdecih pelan. Menelan daun ubi di mulutnya sambil menoleh ke depan. Reflek memicingkan mata saat tak sengaja melihat sosok yang sepertinya ia kenal. "Za, itu Shakilla bukan sih? Cewek yang lo suka tuh anjir."
Pemuda itu berdecak, "Bacot banget lo, ntar keselek nasi padang nangis." ketusnya sambil fokus memakai jaket.
"Lah, itu goblok." ujar Zaki kesal sendiri. Menunjuk ke depan dengan tangan penuh sambel ijo. "Tuh, dia duduk di halte bus sendirian. Heh samperin lah anying, kesempatan itu."
Reza yang masih belum percaya akhirnya ikut menoleh, sontak melebarkan mata saat benar-benar melihat sosok Shakilla di sana. "Kenapa nggak ngomong dari tadi anjir." katanya. Bergegas mengambil kunci motor dan segera beranjak keluar.
"Anj-Astaghfirullah." umpat Zaki tertahan. Mengelus dada menyabarkan karena ia sedang makan.
Jeno yang memperhatikan Reza jadi terkekeh. "Cowok memang bakal semangat ya kalau menyangkut soal cewek yang disuka."
"Makanya cepet-cepet pepet si Zaenab keburu di embat yang lain." celetuk Afka menyenggol lengan temannya. Meringis kecil saat ditatap tajam oleh Jeno.
"Heh? Zaenab siapa bangke?" tanya Rio menatap pemuda itu curiga.
Afka menaruh kakinya keluar dari bangku perlahan. "Itu bang, anak kelas 10-Aaaa MAMAHH." ia bergegas lari terbirit-birit menghindari amukan Jeno yang sudah mengangkat sendal jepitnya ke atas.
Rio dan Zaki saling bertatapan, lalu detik berikutnya mereka sama-sama tertawa di ikuti anak-anak yang lain. Walau dua anak itu suka rese, tetap aja mereka kehibur selama Devan tidak ada di sini.
~~~~*****~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSHA [END]
RomanceKetua geng yang terkenal berandal tapi sering ikut lomba olim. Aksa Deovangga, pemuda berdarah Jerman-Indonesia. Sifatnya yang dingin banget kayak balok es di kutub utara, kaku banget kayak kanebo kering, di tambah ketus dan irit ngomong yang bikin...