Ketua geng yang terkenal berandal tapi sering ikut lomba olim.
Aksa Deovangga, pemuda berdarah Jerman-Indonesia. Sifatnya yang dingin banget kayak balok es di kutub utara, kaku banget kayak kanebo kering, di tambah ketus dan irit ngomong yang bikin...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiara meletakkan bolu yang di pegangnya ke atas meja. Menendang pelan kaki sang anak perempuan yang tengah berbaring. "Kak, anter nih bolu ke rumah depan. Mamah mau ke kantor papah dulu."
"Duh mamah sendiri aja kan bisa, sekalian." tolaknya tanpa menoleh.
Wanita paruh baya itu menatap sengit. "Mau di anter atau wi-fi mamah copot biar aja sekalian nggak nonton drakor."
Shakilla menoleh panik. "Jangannn..."
"Makanya tuh anter si bolunya." dengus Tiara. Melenggang pergi keluar rumah menuju bagasi.
Shakilla yang melihat jadi menatap cengo kepergian sang mamah, menghela nafas sabar sambil tersenyum kecut. "Untung tu ibu-ibu mak gue." ujarnya seraya beranjak berdiri.
"Padahal ada adek yakan, gunanya tu bocah SMP buat apaan coba. Mau di jadiin pajangan juga mukanya nggak bagus-bagus amat." dumelnya menendang krikil di depan. Menatap pintu berwarna coklat di hadapannya dengan helaan nafas panjang.
Tingtong!
Ting-ceklek!
Shakilla mengglonjat kaget, tercengir lebar bersamaan dengan bolunya yang hampir oleng. "Em...ini bi bolu dari mamah, tetangga baru." ujarnya kikuk sambil menyodorkan bolu tersebut.
Bi Inah tersenyum lebar, mengambil wadah bulat itu dengan senang hati. "Duhh, enaknya di bawain bolu." katanya cengengesan dengan kain lap di bahu. "Eh, masuk dulu yuk. Minum dulu atau ngobrol-ngobrol dulu, ayok."
Gadis itu mengerjab, lalu menggeleng. "Nggak bi, nggak usah ngerepotin. Lain kali aja sama-"
"Aduh siapa yang ngerepotin sih." ujarnya menarik lengan Shakilla masuk ke dalam. Terkekeh kecil saat gadis itu menggaruk kepalanya seperti orang kebingungan. "Nggak ada niatan mau nyulik kok. Disini nggak ada mafia, adanya ketua geng."
"Hah?"
Bi Inah tertawa geli, puas melihat mimik wajah sang empu yang berubah. "Bercanda bibi mah. Mau minum apa?"
Shakilla meringis. "Apa aja deh, asal jangan yang ada racunnya..."
Wanita berdaster itu terbahak keras, menggeleng kepala mengherankan Shakilla yang dengan mudahnya mempercayai sesuatu. "Kamu nih kalau di dunia kerja pasti sering di kibulin sama temen sekantor." gumamnya pelan. Lalu berdehem, "Yaudah bibi ke belakang dulu ya siapin air."
Ia mengangguk saja sembari tersenyum kikuk, memperhatikkan sekelilingnya yang tampak sepi. Lalu mengambil ponsel di saku celana untuk di mainkan seraya menunggu.
Tidak berselang lama, "BI!"
Shakilla tersentak kaget, menoleh ke arah sumber suara sambil misuh-misuh. Bersamaan dengan itu pemuda berkaos hitam juga tengah menatap ke arahnya sambil mengerutkan kening.