PLAAAK!!! PLAAAK!!!
Dua kali tamparan bolak balik mendarat mulus di pipi Rayhan.
Rayhan yang sedang memeluk Kania yang tengah menangis sontak melepaskan dekapannya dari perempuan itu saat Tari, kekasih sekaligus calon istrinya, muncul tiba-tiba entah dari mana.
"Tari! Apa-apaan sih kamu?" tanya Rayhan kaget sambil memegang pipinya yang perih akibat tamparan Tari.
"Apanya yang apa-apaan?" balas Tari seraya memandang tajam ke arah Rayhan dengan sepasang mata bulatnya. "Tega ya kamu, Ray! Kita tinggal selangkah lagi menikah, tapi kamu berani-beraninya main di belakang aku."
"Tari, kamu dengar aku dulu, aku nggak main di belakang kamu, aku-"
"Sudahlah, Ray! Semuanya sudah jelas!"
"Tari!" Rayhan berusaha menggapai tangan Tari dan menepis tangan Kania yang sejak tadi bergelayut manja di lengannya.
"Lepaskan aku!" Tari menyingkirkan tangan Rayhan yang mencoba memeluknya.
Tari kemudian beralih pada perempuan yang sejak tadi berada dalam dekapan Rayhan. Perempuan itu tampak ketakutan menatap mata Tari yang menyala-nyala.
Dengan gerakan cepat, Tari mengambil gelas minuman berkarbonasi yang berada di atas meja lalu menyiramnya ke arah perempuan itu. Perempuan itu terkesiap, namun sama seperti Rayhan, tak ada yang mampu dilakukannya.
Tari lalu menginjak keras kaki Rayhan, membuat laki-laki itu menjerit kesakitan.
Tari tidak peduli. Dengan penuh kemarahan dia berbalik, tak memedulikan tatapan orang-orang di resto itu yang masih menjadikan mereka sebagai pusat perhatian.
Tari segera masuk ke dalam taksi yang sejak tadi menunggunya. Tari mengatur napasnya yang sedikit sesak akibat emosi yang meluap tadi. Gemuruh di dadanya mereda setelah dia meminum setengah botol air mineral berukuran medium.
Tari berkaca di cermin kecil yang baru saja dia ambil dari dalam tas. Wajahnya yang tadi memerah akibat marah kini sudah kembali seperti biasa. Tari beralih pada matanya yang kata Rayhan indah. Tidak ada genangan air bening di sana. Tari tidak menangis sama sekali. Tari tahu, dirinya adalah perempuan yang kuat. Air matanya terlalu berharga untuk menangisi orang seperti Rayhan.
"Mbak, kita ke mana?" tanya supir taksi yang sejak tadi hanya diam menunggu Tari mengatakan tujuannya.
"Ke mana saja, Pak, yang penting pergi jauh dari sini."
"Tapi, Mbak, jauhnya ke mana?" Supir taksi bertanya bingung. Tidak tahu harus membawa Tari ke mana.
"Pokoknya Bapak jalan saja dulu, nanti kalau saya bilang berhenti, ya berhenti."
"Baik, Mbak."
Taksi yang ditumpangi Tari pun bergerak dan melintasi jalan raya. Dalam diam, Tari kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Tadi, dari rumah, Tari begitu bersemangat. Apa pun yang menyangkut pernikahan selalu membuatnya antusias. Bagaimana tidak? Menikah dengan Rayhan, lelaki yang sangat dicintainya merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang sudah lama diimpi-impikannya. Hal itu pun yang membuat Tari menelepon sang calon suami, Rayhan, untuk datang ke rumahnya dan membicarakan tentang pernikahan mereka.
"Ray, kamu di mana? Ke rumah aku dong! Sebentar lagi kan kita nikah, aku mau bahas persiapan pernikahan kita sama kamu di rumah. Mau, ya?"
Hening. Tidak sepotong kata pun keluar dari mulut Rayhan, dia seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ray, kenapa kamu diam saja? Kamu dengar aku kan, Ray?"
Hening itu kini berganti dengan helaan napas Rayhan yang berat. Seperti ada sesuatu yang menggayuti hati dan membebani pikirannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/278055849-288-k479040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...