Hari mulai gelap. Dan mereka juga baru menempuh setengah perjalanan. Bagas yang mengemudi pelan justru membuat Tari merasa mual.
"Gas, bisa lebih kencang lagi? Rasanya saya mual," pinta Tari karena sudah tidak tahan. Yang dia yakini, berada di dalam mobil yang beringsut seperti siput ini lama-lama dia tidak akan mampu bertahan. Tari tidak menjamin tidak akan muntah sepuluh menit lagi kalau cara mengemudi Bagas seperti ini.
"Maaf, Bu Tari, saya pikir karena Bu Tari lagi hamil makanya saya pelan-pelan," jawab Bagas beralasan.
"Gas, minggir di depan," suruh Devan agar Bagas menepi.
"Di depan, Pak? Kita mau ngapain?"
"Nggak usah banyak tanya, Gas, berhenti!" perintah Devan lebih tegas.
"Baik, Pak." Bagas akhirnya menepikan mobil dan berhenti di pinggir jalan, sesuai dengan keinginan Devan.
"Sekarang kamu turun," perintah Devan berikutnya.
"Maksudnya, Pak?" Bagas masih belum paham kenapa Devan menyuruhnya turun di pinggir jalan seperti ini.
"Kamu pulang pakai taksi."
"Tapi, Pak-"
"Nggak pakai tapi-tapian, kamu turun aja sekarang!" Devan lalu mengeluarkan tiga lembar uang merah dari dalam dompetnya dan memberikan pada Bagas.
Menerima uang itu, Bagas pun turun dari mobil. Dia masih sempat melihat Tari yang juga sedang memandangnya dengan ekspresi tidak mengerti. Tari juga bingung apa maksud Devan menyuruh Bagas turun.
Setelah Bagas keluar dari mobil, Devan menggantikan tempatnya. Dia turut mengajak Tari pindah duduk ke depan.
"Dev, kamu kenapa sih? Kenapa Bagas disuruh turun?" Tari bertanya ingin tahu, beberapa detik setelah mendudukkan diri di jok depan, di sebelah Devan.
"Nggak apa-apa, sayang... aku hanya ingin kita berdua." Devan berbisik lembut, bersamaan dengan itu sebuah kecupan mendarat di kening Tari.
"Sayang?" ulang Tari setengah bertanya.
"Iya, sayang. Nggak boleh memangnya aku panggil sayang?"
"Boleh," jawab Tari pelan nyaris tak terdengar.
Devan tersenyum simpul, kemudian menarik hand brake, segera melaju membelah jalan raya.
Lantunan like I'm gonna lose you-nya Meghan Trainor mengalun syahdu dari audio mobil.
So I'm gonna love you
Like I'm gonna lose you
And I'm gonna hold you
Like I'm saying goodbye
Wherever we're standing
I won't take you for grantedTari ikut bersenandung kecil. Lirik demi lirik yang didengarnya terasa begitu mengena di hatinya.
"Kamu suka nyanyi juga?" tanya Devan menyela senandung Tari.
"Hmm..."
"Kamu suka lagu apa? Genre apa?"
"Semuanya aku suka, tapi aku lebih suka lagu-lagu mellow."
"Kenapa?"
"Entahlah, mungkin karena hidupku juga mellow," jawab Tari seraya mengangkat bahu.
Devan tersenyum kecut. Entah kenapa apa pun yang diucapkan Tari terasa seakan ingin menyindirnya.
"Dev, kita ke mana?" tanya Tari saat sadar jalan yang mereka lewati bukanlah jalan menuju rumah.
"Kita keliling-keliling dulu ya..."
Tari sebenarnya lelah dan ingin segera sampai di rumah. Satu-satunya yang dia inginkan saat ini adalah berbaring di kasur yang empuk sambil menonton televisi dan mengemil cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...