Devan's Company, 12.30.
"Ada lagi yang harus saya lakukan, Pak?" tanya Amel, sekretaris Devan setelah menuangkan Martell XO Supreme Cognac ke dalam gelas kecil yang berisi es batu dan meletakkannya di atas meja sesuai dengan permintaan Devan.
"Nggak ada, sekarang kamu boleh keluar," suruh Devan. Dia sedang ingin sendiri tanpa diganggu siapa pun. Pikirannya saat ini benar-benar kacau sekacau-kacaunya. Dan yang Devan inginkan hanya sendiri tanpa gangguan apa pun.
"Baik, Pak." Amel lalu meninggalkan ruangan Devan.
Devan memijit kecil pelipisnya dengan siku tertopang di atas meja. Kepalanya yang berdenyut terasa bertambah berat. Bukan apa-apa, sejak pertemuannya dengan Aurel kemarin, Devan merasa hatinya yang sudah tenang kembali terusik. Devan tidak ingin lagi berhubungan dengan perempuan itu. Tapi, semesta masih belum sepakat. Hal itu pun terbukti saat ini ketika tiba-tiba Aurel kembali muncul di hadapannya.
Belum sempat Devan bicara, Amel kembali masuk ke dalam ruangannya. Sekretarisnya itu terlihat panik. "Pak, maaf, saya sudah coba mencegah, tapi dia memaksa masuk, Pak."
Devan memang mewanti-wanti pada Amel untuk melarang menerima kunjungan Aurel ke kantornya. Ternyata Amel tidak mampu mencegah.
"Ya sudah, kamu boleh keluar," titah Devan pada Amel.
"Baik, Pak." Amel mundur teratur. Sebelum pergi dia masih sempat melihat tatapan tidak suka Aurel padanya.
Aurel menarik kursi di depan Devan dan mendudukkan diri di sana. Matanya yang bulat dan besar memandang lurus pada lelaki itu. "Jadi gitu ya, Dev? Kamu melarangku ke sini? Apa maksudnya?"
"Aku nggak mau lagi ketemu sama kamu," jawab Devan terang-terangan.
Aurel tertawa menampakkan gigi putihnya yang rapi. "Kamu nggak akan bisa lepas dari aku, Dev, percayalah!"
"Pergilah sekarang, aku sibuk!" usir Devan tidak ingin meladeni ocehan Aurel. Selain itu kepalanya yang semakin sakit membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.
"Dev, aku hanya ingin mengajak kamu makan siang."
"Aku nggak bisa, Rel. Aku sibuk," ulang Devan sekali lagi.
Keduanya lalu terdiam dengan tatapan saling mengunci. Aurel tahu, dia adalah satu-satunya yang Devan cintai dari dulu hingga sekarang. Dan sebenci apa pun Devan padanya, Aurel juga tahu kalau rasa cinta lelaki itu lebih mendominasi.
"Kamu ingat nggak, Dev? Waktu itu aku ulang tahun, terus kamu bilang nggak bisa datang karena sedang berada di Jerman. Aku sedih waktu itu. Padahal kamu sudah janjiin aku mau candle light dinner bareng. Eh, tahu-tahunya kamu datang ngasih kejutan, terus kamu kasih aku hadiah kalung yang ada nama kamu. Aku bahagia banget, Dev. Itu adalah kado paling terindah dalam hidupku. Apalagi kamu yang makein." Aurel mencoba membangkitkan kenangan lama mereka agar Devan tergugah hatinya. "Oh iya, Dev, ini aku udah pake lagi kalung dari kamu." Aurel mengeluarkan kalung berlian dengan bandul lima huruf bertuliskan DEVAN yang tadi tersembunyi di balik bajunya.
Devan menahan napas, juga perasaannya. Kenangan itu semakin mengganggu. Dia sangat membenci Aurel atas pengkhianatan yang sudah dilakukan perempuan itu. Namun di lain sisi, Devan masih sangat mencintainya. Siapa pun pasti tahu dan tidak akan membantah. Sekuat apa pun batu karang, namun lama-kelamaan pasti akan hancur diterjang ombak besar terus-terusan.
"Dev, aku nggak bermaksud minta yang macam-macam sama kamu, aku tahu kamu sudah menikah, aku hanya ingin kita makan siang bareng. Sekali ini saja." Mata Aurel jatuh di jari manis Devan. Tepat pada cincin berlian yang melingkar di sana.
Devan ikut memandang cincinnya sendiri. Cincin polos yang sekilas terlihat biasa itu adalah cincin nikahnya dengan Tari. Entah kenapa Devan tidak ingin melepas dan membiarkan melekat erat di jarinya.
"Aku tahu, sekarang aku sudah kehilangan kamu. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah mengikhlaskan kamu, Dev... Hubungan kita memang sudah berakhir, tapi aku nggak mau hubungan kita sebagai teman juga ikut putus," ujar Aurel dengan suara dan wajah yang sedih.
Kalau saja Aurel adalah orang lain, dan mereka tidak pernah terlibat perasaan serius, mungkin Devan tidak akan terpengaruh. Masalahnya perempuan itu sempat mengisi hatinya dengan begitu penuh. Dan di posisi sekarang, wajar kalau dia kembali luluh.
Devan menunduk, menatap cincin nikahnya sekali lagi. 'Aku nggak berkhianat. Aku dan Tari menikah hanya karena emosi sesaat bukan atas dasar cinta. Dan aku yakin kalau sampai saat ini dia juga masih mencintai Rayhan.'
"Dev, please! Sekali ini saja..."
Suara Aurel yang penuh permohonan meruntuhkan pertahanan Devan. Lelaki itu mengangguk perlahan yang disambut oleh Aurel dengan senyum mesra. Sebut saja Devan lemah, tapi cinta yang menjadikannya demikian.
Aurel memamerkan senyum kemenangan saat dia melewati Amel yang melongo heran melihatnya bergelayut manja di lengan Devan.
"Pak Devan!" seru Amel. Dia ingin mengingatkan pada Devan kalau perempuan yang berjalan di sebelahnya adalah satu-satunya orang yang dibenci dan tidak ingin ditemuinya.
"Saya mau keluar makan siang," ujar Devan pada Amel sepintas lalu.
Dua puluh menit kemudian mereka sudah berada di sebuah restoran Jepang.
"Caesar salad seperti biasanya kan, Dev?" ujar Aurel sebelum memesan menu makan siang mereka.
Devan mengangguk dan menyerahkan pilihannya pada Aurel. Dari dulu perempuan itu selalu mewanti-wantinya untuk menjaga kesehatan, terutama asupan makanan yang akan dikonsumsi.
Hanya menunggu tak lebih dari sepuluh menit, hidangan dari selada dan roti panggang yang dipotong kecil lalu ditambahkan keju parmesan, juice lemon, minyak zaitun, telur, saus worcestershire, bawang putih, serta lada hitam itu tersaji di depan mereka.
Aurel tersenyum puas melihat Devan yang menikmati dengan lahap makanannya. Dari dulu selera mereka selalu sama dan nyaris tak berbeda. Apa yang disukainya, Devan juga suka. Dan sebaliknya, dia juga akan menyukai pilihan Devan untuknya.
"Kenapa, Dev?" tanya Aurel kala melihat Devan mengerjap berkali-kali di sela-sela makan siang mereka.
"Aku agak pusing," jawab Devan jujur. Dia rasa matanya juga tidak seterang biasa.
"Mungkin kamu terlalu sibuk dan kurang istirahat. Habis ini kita ke apartemenku saja, ya!"
Devan mengangguk pelan. Mungkin Aurel benar. Dia kurang istirahat. Barangkali setelah tidur sebentar, dia akan kembali segar.
====
Ikuti dan nikmati alurnya, ya!
Jangan lupa vote dan comment!
Thank you!
![](https://img.wattpad.com/cover/278055849-288-k479040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...