Devan membuka jasnya lantas melempar ke sembarang arah. Begitu juga dengan dasi yang tadi menggantung erat di lehernya kini juga mendapat perlakuan yang sama. Diedarkannya mata ke setiap sudut kamar, tapi dia tidak menemukan Tari.
Kekesalannya sejak tadi siang semakin terakumulasi karena dia tidak menemukan sosok sang istri. Tidak hanya di kamar, tapi juga di rumah.
"Ibu Tari belum pulang, Pak," kata Inah saat Devan bertanya padanya.
"Maaf, Pak, tapi Ibu Tari yang menyuruh saya pulang duluan." Itu jawaban lain yang didengarnya saat Devan bertanya pada Ipul.
"Saya sudah bilang berkali-kali, kamu harus ikut ke mana pun dia pergi," tegas Devan jengkel. Apa kata-kata dan instruksinya masih kurang jelas? Padahal bukan hanya sekali dua kali Devan mengatakannya, melainkan sudah berulang-ulang.
Ipul berdiri dengan tubuh kaku. Dia menjadi salah tingkah sendiri. Entah siapa yang harus didengarkannya. Tari menyuruhnya untuk pulang, sedangkan lain lagi perintah yang didapatnya dari Devan.
"Maaf, Pak, saya salah," ujar Ipul akhirnya. Bagas pernah bilang, kalau perdebatan sama Devan sudah mentok, mendingan minta maaf saja. Dan, ternyata berhasil. Devan berhenti mengoceh. Lelaki itu mengibaskan tangannya menyuruh Ipul pergi.
Devan duduk sendiri di beranda. Ini adalah rokok ketiga yang dia isap. Tapi, Tari masih belum pulang. Sepertinya Arga begitu mendistraksinya. Dan, Arga pun membuat Devan jengkel. Sahabatnya itu seolah menggunakan kesempatan dengan memanfaatkan Luna untuk mendapatkan atensi Tari.
"Shitt!" Devan menendang kaki kursi dengan keras. Tapi akhirnya, mengaduh karena kesakitan sendiri.
***
Tari saat ini sedang berada di rumah Arga. Luna terus menahannya. Anak itu agak rewel karena sedang tidak enak badan. Badannya hangat meskipun sudah diberi obat penurun panas.
"Mama jangan pergi, nginap di sini aja ya..." Ini entah rengekan Luna yang ke berapa kali sejak tadi.
Arga dan Tari saling berpandangan. Tari sebenarnya tidak tega meninggalkan Luna. Tapi, akan tidak pantas lagi kalau dia menginap di rumah Arga.
"Luna... Mama harus pulang sekarang, kasihan kan om Devan tinggal sendiri?" kata Arga memberi pengertian.
"Tapi sekali ini aja Pa...," rengek Luna serak sembari memandang Tari penuh harap.
Arga dan Tari kembali saling menatap. Tapi, deringan suara ponsel kemudian mengalihkan perhatian keduanya.
"Devan," ucap Arga memberitahu pada Tari saat melihat nama sahabatnya di layar ponsel.
Kenapa Devan menelepon ke handphone Arga?
Sesaat kemudian Tari mendapat jawabannya. Ternyata handphonenya sendiri sudah mati. Mungkin karena kehabisan baterai.
"Apa Tari ada di sana?" Arga langsung mendengar suara Devan kala panggilan dia terima.
"Iya, ada, Dev. Tari masih di sini. Tapi dia masih belum bisa pulang. Luna lagi sakit." Arga memberitahu.
"Luna yang sakit kenapa Tari yang nggak bisa pulang?" Nada suara Devan seketika meninggi.
"Dev, kamu tahu sendiri kan kalau Luna dekat dengan Tari. Dia sudah menganggap Tari sebagai mamanya sendiri. Mengertilah, Dev... Nanti aku antar Tari pulang, tapi sebentar lagi. Tunggu Luna mau dibujuk dulu."
"Hei, Arga! Tari itu istriku, bukan istri kamu," tegas Devan memberi penekanan pada setiap kata-katanya.
"Iya, Dev, iya, aku tahu. Tapi-"
![](https://img.wattpad.com/cover/278055849-288-k479040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...