"Tari, bisa kita bicara sebentar?" Suara Devan mengangetkan Tari yang sedang duduk melamun di pinggir kolam renang dengan kaki terulur ke dalam air.
Tari menoleh, didapatinya Devan yang sedang berdiri di sisi pintu. Tari bangkit dari duduknya, lalu mengikuti Devan yang kembali masuk ke kamar.
"Ada apa, Dev?"
"Orang tuaku akan datang dari Paris, nanti malam mereka sudah sampai. Kamu siap-siap, ya!"
"Paris?"
"Iya, Prancis. Kamu tahu, kan?"
Tari mengangguk pelan. Bagaimana mungkin dia tidak tahu. Setidaknya secara geografis Tari paham letak negara tersebut, meski dia belum pernah ke sana. Jujur saja, Tari pernah mempunyai impian untuk mengunjungi negara tersebut. Tapi, bagi Tari impian itu akan selamanya tetap menjadi mimpi.
Devan kembali pergi meninggalkan Tari sebelum dia sempat bertanya banyak.
'Kamu siap-siap, ya!' Kalimat Devan itu terngiang jelas di telinga Tari. Perempuan itu mengartikan kata 'siap-siap' itu dengan berpakaian yang rapi serta berdandan secantik mungkin. Tapi sepertinya tidak hanya itu, setidaknya Tari harus menyambut sang mertua dengan sesuatu yang berbeda. Tapi, apa?
Tari berpikir keras sampai akhirnya sebuah ide cemerlang melintas di kepalanya. Mengapa dia tidak menggunakan keahliannya saja?
Tari kemudian keluar dari kamar menuju dapur. Sepertinya banyak hal yang bisa dilakukannya di sana. Tangannya sudah gatal untuk mengotori dapur yang rapi dan bersih itu.
"Eh, Mbak Tari!" sapa Inah saat melihat Tari muncul di dapur.
"Bi, apa Bibi punya tepung gandum dan keju?"
"Kebetulan sekali nggak ada, Mbak." Inah ingat betul, bahan yang Tari maksud baru saja habis setelah dia menggunakannya kemarin sore.
"Kalau begitu bisa bantu saya membelinya, Bi?"
"Tentu saja bisa, Mbak Tari," sahut Inah cepat.
Tari lalu menuliskan bahan-bahan yang diperlukan di secarik kertas, lantas meminta Inah untuk membelinya. Tari bermaksud untuk membuat cheese cake serta puding karamel sebagai hidangan untuk mertuanya nanti. Tari tidak tahu seperti apa selera mertuanya, yang jelas dia sudah berusaha melakukan yang dia bisa.
***
Tepat jam delapan malam, Melanie dan Javier Darrell, orang tua Devan datang. Ada Rayhan juga bersama mereka. Tari dan Rayhan terlihat sangat canggung.
"Jadi ini istri kamu, Dev?" tanya Melanie pada Devan setelah dia mengenalkan Tari.
Tari berusaha bersikap rileks, tapi tatapan mengawasi Melanie yang menilainya dari atas kepala hingga telapak kaki membuatnya merasa terintimidasi.
"Apa kabar, Bu?" Tari tersenyum ramah.
"Hah? Ibu? Kamu memanggil saya ibu?" ucap Melanie penuh protes seraya memandang Devan meminta penjelasan.
Mengerti maksud Melanie, Devan pun mencoba menerangkan pada Tari. "Tari, jangan panggil ibu, panggil mami, seperti aku."
Tari mengangguk pelan dan mengulangi sapaannya. "Apa kabar, Mi? Saya Tari, istri Devan."
"Baik!" Melanie menyambut setengah hati uluran tangan Tari yang ingin berjabatan dengannya.
Dari caranya itu, Tari tahu bahwa Melanie tidak menyukainya. Namun, Tari mencoba untuk tetap positive thinking.
Rayhan yang sejak tadi hanya memerhatikan interaksi antara kakaknya serta ibunya dan juga mantan pacarnya itu hanya terdiam dengan ekspresi datar.
Javier Darrell, lelaki bertubuh tinggi dengan iris mata coklat itu tersenyum ramah kepada Tari. Tadi Inah sempat bercerita bahwa Melanie, ibu Devan adalah orang Indonesia asli yang menikah dengan Javier Darrell, lelaki berkebangsaan Prancis. Setelah bertemu langsung dengannya, Tari jadi tahu bahwa Devan mewarisi hampir seratus persen kerupawanan fisik ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...