Arga menatap tajam pada Devan dan Aurel yang kini duduk tidak jauh dari mereka. Karena ramainya pengunjung di dalam resto, mungkin Devan jadi tidak menyadari kalau Tari juga berada di tempat yang sama dengannya.
Arga sudah tidak tahan lagi untuk tetap diam. Devan harus tahu kalau istrinya juga ada di sini dan melihat perselingkuhannya.
"Arga, mau ke mana?" Tari bertanya saat Arga tetiba berdiri.
"Aku harus bicara sama Devan, Tari."
"Jangan, Arga, nggak usah!" cegah Tari seraya menahan tangan Arga.
"Kenapa?" tanya Arga tidak mengerti. Bagaimana mungkin Tari bisa bersikap setenang itu, seakan tidak terjadi apa-apa, padahal sang suami terpampang nyata di depan matanya sedang bersama wanita lain.
"Nggak usah, Arga, nggak enak dilihat orang." Tari khawatir kalau Arga mendatangi Devan, takutnya dia akan emosi dan memancing perhatian orang-orang di resto itu.
Arga kembali duduk. Kalau bukan karena Tari yang melarangnya, dia tidak akan tinggal diam.
"Om Devan!" seruan Luna yang tiba-tiba mengagetkan Arga dan Tari, pun dengan Devan. Lelaki itu langsung menoleh pada sumber suara. Senyumnya merekah saat melihat Luna. Anak dari sahabatnya itu sudah dia anggap seperti keponakannya sendiri. Tapi tak lama, senyumnya luntur kala melihat Tari ada di sana bersama Arga.
"Ngelihat apa sih, Dev?" tanya Aurel mengikuti arah mata Devan. Dan saat netranya beradu dengan Tari, air mukanya mengeruh.
"Kamu tunggu di sini dulu, Rel!" Devan langsung berdiri dan berjalan mendekati meja Arga dan Tari.
Tari yang melihat Devan berjalan mendekatinya mengira-ngira di dalam hati, kira-kira apa yang akan dilakukan suaminya itu?
"Kalian di sini juga?" tanyanya kemudian pada Arga dan Tari.
"Seharusnya aku yang nanya kayak gitu," sahut Arga dingin sambil melempar pandangan pada Aurel yang mengamati mereka dari jauh.
Devan tersenyum miring, lalu memandang Tari, berharap agar istrinya yang menjawab.
Tari bersikap acuh tak acuh. Dia menyeruput minuman berkarbonasi di dalam gelas styrofoam. Tenggorokannya yang tadi kering kini terasa dingin dan sejuk begitu mendapat aliran air.
"Tari, aku bicara sama kamu," ulang Devan merasa geram karena Tari mengabaikannya.
Tari mengangkat muka. Seketika mata mereka beradu. Tari bisa merasakan gejolak di hati Devan melalui matanya itu.
"Iya, ada apa, Dev?" tanyanya santai.
Devan menahan kesal sendiri atas tanggapan lempeng Tari padanya. "Kamu di sini juga?" ulang Devan sekali lagi.
"Iya, aku lagi makan sama Arga dan Luna. Kamu nggak ikut gabung sekalian sama kita?"
Devan menahan napas. Lihat saja nanti di rumah, entah apa yang akan dilakukannya pada Tari. Menahan rasa kesal dalam-dalam, Devan memutar badan, kembali ke mejanya. Di sana Aurel sedang menunggu. Sedangkan, Tari kembali menyesap minumannya. Arga hanya diam memandangi perempuan itu. Dia berusaha menyelami perasaan Tari, tapi tak berhasil.
Di mejanya, Devan yang gelisah mengajak Aurel pulang. "Udah yuk, Rel, kita pulang sekarang."
"Tapi kita kan baru makan, Dev," tolak Aurel. Dia baru saja meloloskan sesuap nasi ke dalam perut.
"Kita take away aja, nanti makan di apartemen kamu," kata Devan memberi solusi. Wajah gusarnya melukiskan hatinya yang kalut.
"Lho, kamu gimana sih, Dev? Kalau mau take away kenapa nggak dari tadi aja? Habisin ini dulu kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...