"Suntuk amat!"
Lelaki muda karismatik itu menyapa Devan lantas mendudukkan diri di hadapannya. Sudah sejak tadi Devan menunggunya setelah kemarin malam mereka berjanji akan bertemu hari ini. Sudah sesore ini tapi lelaki itu masih terlihat segar walau tidak lagi mengenakan pakaian kerja yang lengkap seperti biasa. Mungkin tadi dia sudah melepas jasnya dan meninggalkan di dalam mobil. Pun dengan dasinya yang tidak tersimpul di kerah kemejanya seperti biasa. Saat ini lelaki itu hanya mengenakan kemeja hitam polos dengan lengan yang digulung hingga siku. Casual, tapi sedikit pun tidak mengurangi pesonanya. Gagah.
Devan tersenyum kecut seraya memuji lelaki itu, berkebalikan dengan yang diucapkan lelaki itu padanya. "Kamu tambah segar, tambah gagah, tambah muda, dan pastinya makin 'kuat' kan?" Devan mengedipkan sebelah matanya menggoda.
Mendengar kata-kata terakhir Devan, lelaki itu meledakkan tawa. Ucapan Devan mengingatkannya pada sang istri yang teramat sering memuji dengan mengatakannya sebagai lelaki yang kuat dan hebat.
"Kuat itu harus, Dev, biar kita nggak diinjak-injak orang," ucapnya yang secara langsung terasa menyindir Devan. "Hei, kenapa sih? Ada masalah?" tanyanya setelah melihat muka Devan tetap kusut dan tidak berubah sejak dia datang beberapa saat yang lalu.
"Ken, aku lagi ada masalah besar," cetus Devan mengungkapkan keluhannya.
"Oh ya? Sebesar apa? Sebesar gunung? Atau sebesar dunia?" Ken tertawa meledek Devan. Baginya tidak ada masalah yang besar. Semua selesai hanya dengan menjentikkan jari. Namun melihat Devan yang tidak bereaksi melihat tawanya, Ken pun menjadi yakin bahwa masalah yang dihadapi Devan bukanlah masalah yang kecil. Ken pun menyimpan kembali tawanya dan memasang muka serius. "Dev, ada masalah apa?" tanyanya kemudian.
Devan menghela napas sambil mengaduk-aduk cappucino avocado-nya dengan sedotan tanpa selera. Dari tadi tidak sedikit pun Devan menyentuhnya.
"Ken, Aurel memfitnahku."
"Memfitnah bagaimana?"
"Dia hamil dengan orang lain tapi menuduh aku sebagai pelakunya. Dia menuduh aku yang menidurinya saat one night stand di The Starlight," tutur Devan menjelaskan.
Ken terdiam sejenak. Mendengar kata one night stand dan The Starlight, mengingatkannya pada kisah one night stand-nya dengan Andien di Horizon. Peristiwa itulah yang pada akhirnya menyatukan mereka. Tanpa sadar Ken tersenyum sendiri. Namun kemudian segera menyimpan senyumnya begitu melihat Devan yang sedang memandangnya dengan dahi berkerut seolah sedang berpikir hal apa yang membuatnya tersenyum.
"Dev, dari dulu aku sudah bilang, kalau sudah nikah nggak usah main-main lagi sama jalang. Tahu sendiri kan akibatnya sekarang?"
"Tapi aku nggak mikir sampai ke sana, Ken. Dulu Aurel itu baik, nggak jahat kayak sekarang."
"Bullshit! Yang namanya jalang nggak ada yang baik. Semuanya palsu," kecam Ken geram mematahkan argumen Devan.
"Iya, Ken." Pada akhirnya Devan setuju dengan pendapat Ken.
"Jadi apa yang bisa aku bantu?" tanya Ken to the point. Ken pikir tidak mungkin Devan mengajaknya bertemu begitu saja tanpa ada tujuan. Ken sudah semacam tempat pemberi solusi bagi teman-temannya.
"Aku dan Aurel akan tes DNA, aku takut dia akan berbuat curang dan menukar hasilnya kayak di film-film. Bisa kan kamu bantu aku?"
"Itu sih gampang!" Ken menjentikkan jarinya sehingga menimbulkan suara kecil. "Di rumah sakit mana kalian akan tes DNA?" tanyanya kemudian.
"Di Medical Hospital." Devan menyebut nama rumah sakit yang ditunjuk Aurel tempat mereka akan menjalani tes DNA.
"Okay, Dev, kamu tenang ya! Aku akan suruh Ricky mengurus semuanya. Aku pastikan semua akan lancar," ujar Ken sambil tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️
Romance[SEBAGIAN CHAPTER TELAH DIHAPUS] Tari dan Devan sama-sama dikhianati pasangan mereka, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa rasa cinta. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang hampa, namun memilih untuk tetap bertahan atas das...