Chapter 47

3.7K 229 4
                                    

"Maaf, Pak Devan, Bu Tari nggak mau pulang kalau bukan Bapak yang menjemput." Bagas segera melapor pada Devan setelah sampai di rumah.

"Jangan bercanda kamu, Gas!" Devan langsung membuang rokok yang terselip di bibirnya, padahal masih tinggal setengah.

"Saya nggak bercanda, Pak... mana pernah saya bercanda sama Bapak," jawab Bagas sambil memperhatikan ekspresi Devan.

"Terus, apa alasan dia? Kenapa nggak mau pulang?"

"Nggak ada alasan apa-apa sih, Pak. Bu Tari cuma bilang nggak akan pulang kalau bukan Bapak yang menjemput," jelas Bagas sekali lagi.

"Makin lama makin ngelunjak! Maunya apa sih?" Devan mengumpat pada Bagas, tapi dia tujukan untuk Tari.

"Saya juga nggak tahu, Pak."

"Kamu juga, Gas, masa itu aja nggak beres? Percuma kamu saya gaji tinggi-tinggi."

Bagas menundukkan kepala. Tidak sanggup menatap Devan yang memarahinya. Hingga akhirnya, dia mendengar suara pintu yang dibanting. Ternyata Devan sudah berlalu dari hadapannya.

'Aku nggak bisa diginiin. Istri macam apa sih dia? Baru kali ini ada istri yang membantah sama suaminya.' Devan menggerutu sendiri di dalam kamar. Devan rasa dia butuh distraksi. Tapi bukan di sini, melainkan di tempat lain, di luar.

***

"Memangnya Kak Tari yakin kalau Kak Devan nggak selingkuh?" tanya Sandra pada Tari.

Saat ini, mereka sedang berbaring berdua sambil memandang langit-langit kamar. Tari memang mengajak adiknya itu untuk tidur di kamarnya. Tari pikir dia butuh seseorang untuk berbagi. Tidak harus mengenai masalah rumah tangganya. Yang penting ada seseorang yang bisa dia ajak mengobrol.

"Iya, aku yakin," jawab Tari berbohong. Sandra memang sudah tahu bahwa hubungannya dan Devan sedang renggang. Tapi hingga detik ini, Tari bertahan untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Jadi apa masalah sebenarnya, Kak?" desak Sandra ingin tahu. Mustahil rasanya kalau tidak ada masalah yang besar, tapi Tari tiba-tiba pergi meninggalkan rumah.

"Hanya salah paham biasa kok. Udahlah, mending kita ngomong yang lain." Tari buru-buru mengalihkan fokus obrolan agar tidak terus membahas dirinya dan Devan lagi.

"Syukurlah kalau memang begitu. Aku takut kalau Kak Devan seperti papa."

Ucapan Sandra mau tidak mau mengingatkan Tari kembali pada sosok ayahnya yang telah pergi. Entah di mana dia kini. Entah masih hidup atau sudah meninggal. Dulu, mamanya pernah bilang kalau papanya berselingkuh selama bertahun-tahun dan begitu rapi menutupinya. Bahkan, dia memiliki anak dengan wanita selingkuhannya. Siapa yang tidak sakit kalau seperti itu?

"Kak Tari, nggak apa-apa, kan?" tegur Sandra melihat Tari yang membisu.

"Eh, iya nggak apa-apa." Tari terbangun dari lamunannya yang singkat.

"Kakak mikirin Kak Devan, ya?"

"Bukan Devan, tapi papa."

"Ah, udahlah, nggak usah ingat-ingat orang jahat itu lagi. Paling sekarang dia juga udah mati."

"Iya." Tari menghela napasnya yang berat. Semoga orang itu memang sudah mati dan disempitkan kuburnya.

Sandra yang tadi berbaring telentang, kini memiringkan badan mengarah pada Tari.

"Kak, Arga itu orangnya gimana sih?"

Rupanya pertanyaan Sandra membuat Tari tertarik. Dia ikut memiringkan badan, mengarah pada adiknya itu.

L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang