[S3] 12. Diberitahu

1.5K 172 16
                                    

Randa hanya mampu menghela nafas kasar saat melihat sosok Gibran yang berjalan ke arahnya. Seharusnya hari ini ia lewati saja, tidak perlu masuk untuk melakukan senam karena hari ini juga jadwal istri Gibran.

Sejak beberapa waktu lalu diantar pulang Gibran, Randa menyadari tatapan Richel terus menerus tertuju padanya yang membuatnya menduga jika istri Gibran tersebut mengetahui siapa dirinya. Bukan hanya teman Gibran.

Tapi, karena Randa lelah selesai senam, jadi ia tidak bisa beranjak. Lebih memilih meneguk air minum yang dingin.

"Air dingin gak baik buat ibu hamil." Randa menatap Gibran yang duduk di sebelahnya. Ia hanya diam seraya menutup botol tersebut. "Kasihan anak lo nantinya."

Randa membuang pandangan. Enggan menatap Gibran. "Kenapa lo disini? Harusnya lo samperin istri lo."

"Kemarin, gue lihat Sabian makan bareng cewek."

Tatapan Randa langsung tertuju pada Gibran yang kini tersenyum. Tau arti senyum Gibran adalah mengejeknya.

"Mungkin kliennya," gumam Randa seraya tatapannya kosong ke depan. Dadanya berdebar cemas. Kedua tangannya terkepal kuat. Mencengkeram tepi kursi besi yang ia duduki.

"Oh ya?" tanya Gibran skeptis lalu tertawa. Terkesan sinis. "Randa, kamu udah bertahun-tahun kenal Sabian, begitupun aku. Mana ada klien yang makan sambil bermesraan."

"Mending lo urus rumah tangga lo! Gak usah urusin rumah tangga orang," ujar Randa datar. Memasukkan botol air ke dalam tasnya. Lalu berdiri. Hendak melangkah, tapi suara Gibran mengurungkan niatnya.

"Dari dulu gue selalu bilang ke lo. Lo salah pilih. Sampai kapan pun si bangsat itu gak bakal berubah."

"Terus gue harus pilih lo?!" sarkas Randa.

Gibran tersenyum kecil. "Walaupun lo pilih gue. Gue gak mau nerima lo juga. Istri gue sekarang jauh lebih baik dibanding elo." Gibran berdiri, menatap datar Randa. "Ah lo masih berharap sama gue ya? Mau jadi pelakor lagi? Rusak rumah tangga orang. Rebut kebahagiaan orang karena lo gak bahagia dengan hidup lo sekarang. Seperti yang lo lakuin dulu ke Rere!"

Tangan Randa siap melayang ke pipi Gibran, tapi dengan sigap Gibran menahan tangan Randa. Mencengkeram erat tangan Randa yang membuat wanita itu mengaduh sakit, berusaha melepaskan diri.

"Gue gak tau kenapa lo segitu bencinya sama gue, Ran," ujar Randa lirih menatap Gibran dengan mata memerah. Penuh dengan emosi.

Cengkeraman tangan Gibran mengendur membuat Randa segera menarik tangannya dari cengkeraman tangan Gibran. "Lo gak suka ketemu sama gue. Bahkan kita satu tempat, satu kota pun lo gak sudi." Randa tersenyum miris.

"Gue emang pantas dapet penghinaan seperti itu. Tapi, gue gak sudi dapat penghinaan dari orang yang jauh lebih hina dari gue. Lo gak mungkin lupa masa lalu gue jadi buruk karena dari lo, sialan!"

Setelah mengatakan itu Randa berlalu tidak mengacuhkan Gibran yang terlihat ingin menghantamnya.

*****

Randa mengukir senyum saat masuk ke dalam lift dan melihat Farzan. Agak heran karena pria itu hanya diam. Tidak seperti biasanya akan mengajaknya bicara. Pun, ia akhirnya terdiam hingga tiba di lantai tujuan mereka.

Karena merasa aneh dengan mereka yang tidak saling bicara, padahal mereka cukup akrab, akhirnya Randa mengajak Farzan bicara. "Tumben gak bawa Brownie atau Mocca?"

Terlihat Farzan cukup terkejut, menoleh padanya dan tersenyum tipis. "Ah saya titipin mereka ke klinik hewan. Mereka lagi SPA di sana terus main-main sama hewan-hewan lainnya. Takutnya nanti stres, karena beberapa hari ini saya gak ajak mereka keluar jalan-jalan."

"Kamu kenapa, Zan? Saya salah apa sampai kamu kayak cuek gitu?" Randa bertanya langsung dengan sikap Farzan. Bahkan pria itu menjawab pertanyaannya tanpa menatapnya.

Bukannya Randa ingin sok dekat. Tapi, Farzan adalah tetangganya yang ia kenal dan cukup akrab. Apalagi ia hamil dan Sabian tidak setiap saat berada di unit. Takutnya, jika nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, tentunya orang terdekat yang bisa menolongnya adalah tetangga. Dan Farzan yang pekerjaannya adalah seorang editor yang setiap harinya berada di unitnya adalah orang yang bisa diminta bantuan.

Farzan terdiam, berhenti melangkah sebelum tiba unitnya. Menghadap ke arah Randa yang juga berhenti melangkah.

"Suami kamu gak suka kalau kita begitu akrab. Saya gak mau nantinya kalian bertengkar karena saya."

Randa terdiam sejenak. "Kamu ketemu sama Sabian?"

Farzan mengangguk pelan. "Maaf Da, bukannya saya gak mau berteman dengan kamu. Saya cuma gak mau suami kamu salah paham nantinya dengan kedekatan kita." Tersenyum tipis lalu mulai melangkah.

Randa ikut melangkah hingga tiba di unitnya. Ia kembali menatap Farzan, sebelum pria itu masuk ke unitnya sendiri. "Farzan?"

Farzan menoleh membalas tatapan Randa. Mengurungkan niatnya masuk ke dalam unitnya. "Maafin suami saya ya?"

"Gak pa-pa kok. Saya juga pastinya bakal posesif kalau punya istri yang cantik." Farzan mengukir senyum begitupun Randa.

Randa pun pamit hendak masuk ke dalam unitnya, tapi Farzan kembali bersuara.

"Em Da..." Randa menatap Farzan yang terlihat ragu untuk bicara.

"Kenapa Zan?"

"Saya... saya em... semalam suami kamu pulang?"

Kening Randa mengernyit heran, lalu menggeleng pelan.

"Gini... bukannya saya mau membuat kamu salah paham ataupun mengadu domba. Saya sampaikan ke kamu hal ini biar gak semakin berlarut dan saya gak perlu merasa bersalah karena gak memberitahu kamu."

"Kamu mau beritahu saya apa?"

Farzan terdiam sejenak menatap Randa lalu menghela nafas pelan. "Semalam saya ke club dan melihat suami..."

"Bersama perempuan?" sela Randa menebak membuat Farzan terdiam.

Randa mengukir senyum miris. "Saya memang bodoh, Zan. Sudah tau tapi pura-pura gak tau."

Farzan semakin terdiam. Menatap iba sosok ibu hamil di depannya. Terlihat begitu rapuh.

"Tapi mau gimana lagi... saya gak punya apapun. Kalau saja saya gak hamil, mungkin yang saya lakukan ninggalin dia, tapi... tapi saya gak mau anak saya hidup menderita kalau saya ninggalin Papanya." Randa menunduk, mengusap kedua sudut matanya yang memanas.

"Randa...." Suara Farzan tercekat. Merasa sangat iba dengan kondisi Randa. "Kamu berhak bahagia. Jangan bertahan kalau kamu gak kuat. Semuanya akan berakhir sia-sia. Soal anakmu. Semua anak pasti ada rejekinya sendiri."

Randa menegakkan kepala menatap Farzan. Mengukir senyum tipis, ia berterima kasih pada pria itu yang mencoba menenangkannya dan memberinya saran.

.

.

.

.

.

25 July 2021

Love Makes Hurt [S2-S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang