[S3] 7. Check Up

1.7K 159 9
                                    

Randa tersenyum melihat layar di sampingnya. Memperhatikan isi di dalam perutnya yang sudah menginjak usia sepuluh minggu. Ia menoleh menatap Sabian yang terfokus pada layar ponselnya. Entah apa yang dilakukan pria itu. Tapi, ia cukup senang karena Sabian menemaninya kali ini.

Usai melakukan USG, ia diberikan hasilnya. Juga ditanya tentang keluhannya. Yang tentunya masih mengalami morning sicknees. Diberi vitamin. Serta diberi saran yang ia lakukan jika ada keluar darah.

Karena dua hari terakhir ini ada keluar darah. Meski sedikit, tapi membuat Randa khawatir.

"Itu gak pa-pa kok, Bu. Ibu cukup istirahat yang banyak dan janhan stres. Juga minum air putih yang banyak ya."

Randa mengangguk pelan lalu pamit. Keluar bersama Sabian.

Randa tersentak saat pinggangnya dirangkul Sabian, ia menoleh menatap Sabian yang ekspresinya dingin. Tatapannya tidak sengaja bertemu dengan Gibran yang berpapasan dengannya. Agak terkejut dan sepertinya pria itu juga. Tapi, dengan cepat ia membuang muka. Sabian dengan cepat membawanya keluar dari klinik tersebut.

Sejak berpapasan dengan Gibran, suasana hati Sabian kembali kesal. Ia melirik Randa yang tersenyum membuatnya mendengus kesal. "Seneng banget ya abis ketemu mantan selingkuhan?!"

Kening Randa mengkerut, ia menatap Sabian yang menuduhnya terlihat senang karena telah berpapasan dengan Gibran. Padahal, ia tersenyum karena melihat hasil USG di tangannya saat ini.

"Kamu ngomong apa sih, Bi?"

Sabian menoleh sekilas, lalu kembali fokus ke arah jalan. "Seneng ketemu ama Gibran?!"

"Aku seneng karena liat hasil USG. Kok kamu nuduh aku seneng abis papasan ama Gibran? Lagian Gibran kayaknya sama istrinya deh yang juga hamil!" Randa ikut kesal akibat tuduhan Sabian. Sudah jelas-jelas semuanya telah berlalu. Apalagi sekarang mereka telah menikah dan juga Gibran telah memiliki keluarga sendiri.

Meski ia agak heran karena Gibran berada di kota ini hal yang begitu mengejutkan untuknya.

"Coba kamu liat deh.." Randa mengulurkan foto USG tersebut, tapi Sabian menepisnya hingga jatuh.

Randa menghela nafas kesal, ia menunduk untuk mengambil foto tersebut, lalu memukul lengan Sabian menggunakan tasnya. "Mir, aku lagi nyetir!!" Pekik Sabian terkejut hingga ia oleng dan menabrak bahu jalan.

Randa pun terkejut, refleks memegang perutnya. Untung saja ia memakai sabuk pengaman jadi tidak terjungkal ke depan.

"Kamu mau bikin kita mati?!" teriak Randa marah membuat Sabian menatap tajam Randa.

"Kamu yang bikin kita hampir mati!" Keduanya saling berteriak.

"Bukan maksud 'kita' itu aku dan kamu, tapi aku dan anakku!" desis Randa tajam, lalu melepas sabuk pengamannya. Keluar dari mobil. Tidak mengacuhkan orang-orang yang berkerumun di sekitar mobil, juga dengan panggilan Sabian.

Berjalan menelusuri trotoar. Hingga sejauh mungkin dari tempat mobil Sabian.

Berhenti berjalan, ia mengatur nafasnya yang tersengal. Tiba-tiba merasa lapar dan ingin memakan ayam goreng dengan sambal pedas.

Merogoh ponselnya dari dalam tas lalu menelepon. "Bi, aku mau makan ayam goreng!"

Dan di sinilah Randa berada bersama Sabian yang sedari tadi wajahnya tertekuk kesal. Sama sekali tidak menyentuh makanannya. Membiarkan Randa yang makan dengan lahap.

Masih kesal dengan kejadian tadi, apalagi bemper mobilnya rusak dan harus masuk ke bengkel. Juga, Randa yang membuatnya jalan kaki menyusul wanita itu yang tiba-tiba ingin makan ayam goreng.

"Kok kamu gak makan?" tanya Randa. Tiba-tiba rasa kesalnya meluap entah kemana.

Ternyata anaknya sesayang itu pada ayahnya, tidak ingin ibunya marah terlalu lama pada ayahnya.

"Iya ini aku makan," ujar Sabian seraya mulai makan. Lalu ia kembali menatap Randa. "Kamu mending pindah Dokter Kandungan deh!"

Randa membalas tatapan Sabian. Hendak bertanya, tapi ia pun mengurungkan niatnya saat mengerti kenapa Sabian menyuruhnya pindah untuk melakukan check up kandungan. Jadi, ia mengangguk pelan.

Keduanya makan dalam keadaan hening. Benar-benar tidak saling bicara lagi.

*****

Randa bosan berada di dalam rumah, jadi ia memutuskan untuk keluar jalan-jalan. Tujuannya tempat terdekat saja, taman di sekitar apartemen tersebut.

Cukup ramai, apalagi hari sudah sore. Banyak warga apartemen yang berkeliaran di sekitar sana. Termasuk tetangganya yang bermain bersama dua kucingnya. Bermain kejar-kejaran.

Randa duduk di bangku kayu memperhatikan Farzan yang bermain bersama dua kucingnya.

Tatapan pria itu melihatnya lalu tersenyum membuatnya juga tersenyum.

Kemudian pria itu berjalan ke arahnya, membiarkan dua kucingnya bermain bola karet di atas rumput. Saling memperebutkan bola karet tersebut.

"Hei!"

"Hai!" balas Randa, menggeser duduknya. Membiarkan Farzan duduk di sebelahnya.

"Lagi jalan jalan sore, ya?" ATanya Farzan, tatapannya mengarah pada perut Randa yang sedikit besar. Menduga jika wanita di sampingnya ini hamil.

"Iya. Saya boleh main sama kucing mu?" tanya Randa yang langsung diangguki Farzan.

Keduanya beranjak dari tempat duduk mengarah ke Mocca dan Brownie yang masih rebutan bola karet.

Farzan merebut bola karet tersebut, lalu melemparnya ke Randa yang langsung ditangkap.

Segera dua kucing tersebut ke arah Randa yang langsung duduk bersimpuh, untuk mengelus kedua kucing tersebut.

"Sudah berapa bulan?" Randa mendongak menatap Farzan yang berjongkok di depannya. Mengerti pertanyaan Farzan membuatnya menjawab.

"Em sekitar tiga bulan."

"Saya kira kamu belum nikah, tapi kemarin gak sengaja papasan sama laki-laki yang keluar dari apartemen kamu, sudah saya duga dia suami kamu. Apalagi kamu hamil."

Randa hanya tersenyum singkat, ia meraih kucing yang berbulu cokelat susu menaruh di pangkuannya seraya mengusap kepalanya sehingga kucing tersebut meringkuk dengan mata terpejam. "Ini Brownie, kan?" tanyanya tanpa menatap Farza.

"Iya. Kayaknya dia kelelahan deh." Farzan tertawa pelan. Ikut mengelus singkat bulu Brownie lalu meraih Mocca ke dalam gendongannya.

"Mereka gak galak, juga gak pemalu ya?" Randa kembali menatap Farzan. Tangannya masih mengelus kepala Brownie.

"Enggak. Sama siapa aja mereka nurut dan ramah."

"Oh em... kue pie yang kamu kasih waktu itu, beli di mana?" Mereka telah berdiri, masing-masing menggendong kucing. Berjalan menuju ke arah bangku.

"Enggak beli. Mama saya yang bikin. Kenapa? Kamu mau?" Belum sempat Randa menjawab, Farzan kembali berujar, "Nanti saya hubungi Mama saya biar bikinin kamu."

"Eh enggak usah. Nanti Mama kamu repot..."

"Enggak kok. Malah Mama saya suka kalau bikin kue."

Mereka pun mengbrol dengan ringan. Tentang Farzan yang baru beberapa bulan berada di kota ini karena pindah tempat kerja dan hanya ditemani dua kucingnya. Kecelakaan yang pernah dialami Farzan beberapa bulan yang lalu membuat pria itu agak trauma mengendarai motor.

"Tapi naik mobil enggak kan?" tanya Randa yang di gelengi Farzan.

"Enggak kok. Kan saya traumanya cuma naik motor. Tapi, naik mobil lumayan ribet sih. Gak kayak motor."

Randa mengangguk setuju. Farzan  pamit untuk kembali ke unitnya dan Randa pun ikut berdiri. Membantu Farzan menggendong salah satu kucingnya.

Mereka kembali berbincang selama perjalanan mereka menuju ke unit masing-masing.

.

.

.

.

.

14 July 2021

Love Makes Hurt [S2-S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang