[S3] 19. Berpikir Positif

2K 191 65
                                    

Randa sedang mengeluarkan baju kotor Sabian dari dalam tas. Menaruhnya di keranjang pakaian. Memeriksa seluruh isi tas tersebut karena ia juga ingin mencucinya.

Hingga ia menemukan sebuah tas berukuran kecil. Membukanya lalu menemukan kotak perhiasan.

Keningnya mengernyit lalu membukanya. Senyum Randa terbit. Ia segera mengeluarkan kalung tersebut lalu mengamatinya.

Tatapannya tertuju pada Sabian yang keluar dari kamar mandi.

"Bi, ini buat aku?" Sabian tersentak, menatap kalung yang ada digenggamannya.

Sabian tidak langsung menjawab, lalu mengangguk.

Meski aneh melihat sikap Sabian yang seperti terpaksa mengangguk, tapi Randa tidak peduli, segera menyuruh Sabian memasang kalung tersebut.

"Oh ya Bi. Laras ajak aku kerja lagi bareng dia," ujar Randa seraya menatap pantulan dirinya di cermin menatap kalung yang bertengger di lehernya.

"Kamu mau kerja?" Randa menoleh menatap Sabian lalu mengangguk.

"Terus yang ngurusin Ruri siapa? Apalagi pekerjaan kamu nanti keluar kota."

"Jadi kamu ngelarang?"

"Iya. Lagian penghasilanku banyak, Mir. Lebih buat kebutuhan kamu dan Ruri. Apalagi yang kamu cari?"

"Aku ngerasa stres tinggal di rumah."

Sabian menatap Randa lalu menghela nafas pelan. "Ya risiko kamu jadi ibu rumah tangga."

Sabian keluar dari kamar meninggalkan Randa yang meremas tangannya satu sama lain.

Randa menghela nafas kasar lalu menatap foto Ruri yang tersenyum bahagia. Ia ikut tersenyum.

Karena Ruri, ia masih bertahan dalam rumah tangga ini.

Karena Ruri, ia tidak peduli lagi pada perasaannya yang hancur lebur karena disakiti Sabian.

Karena Ruri, Randa akan melakukan segalanya untuk putrinya tersebut.

Randa menatap Sabian yang mendekatinya. Mengecup bibirnya.

"Tunggu dulu." Randa mendorong Sabian yang hendak menindihnya.

"Kenapa?" tanya Sabian heran.

"Aku mau minum pil dulu." Randa membuka laci, meraih pil KB.

"Gak usah Mir. Kayaknya bagus deh kalau Ruri punya adik." Randa menatap heran Sabian yang tersenyum padanya.

Seingatnya, Sabian enggan memiliki anak. Bahkan saat ia mengandung Ruri, Sabian menolak kehadiran Ruri.

Sempat cemas jika nantinya Sabian mengacuhkan Ruri, bersikap seperti pada anaknya dari wanita lain, tapi ternyata tidak. Sabian begitu menyayangi Ruri. Bahkan memanjakan Ruri yang membuatnya sering menegur.

"Enggah ah. Aku udah tua. Besar risiko hamil di umur tua."

"Umurmu belum masuk kepala empat, Yang!" Protes Sabian.

"Kamu kenapa sih tiba-tiba mau punya anak?" tanya Randa heran.

"Ya... karena Ruri udah gede dan semakin hari juga sampai nantinya dia bakal sibuk dengan dunianya sendiri. Supaya juga kamu gak kesepian kalau Ruri ke sekolah dan aku pergi kerja."

"Aku gak mau. Cukup Ruri."

Keduanya hanya saling bertatapan. Lalu Sabian berdecak kesal segera berdiri. Meraih baju kaosnya untuk dipakai kembali. "Aku udah gak mood."

Randa terdiam menatap Sabian yang keluar dari kamar.

Cukup Ruri saja....

*****

Love Makes Hurt [S2-S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang