Selimut disibak membuat sosok yang berada di baliknya mengerang pelan ingin menarik lagi untuk membungkus tubuhnya, tapi tak mendapatkannya.
Membuka sedikit kelopak matanya untuk melihat siapa yang menganggu dirinya.
Menghela nafas pelan, Gibran mengubah posisi tidurnya memunggungi Richel yang telah menganggu tidurnya.
"Ran, bangun!" Suara lembut Richel mengalun, tapi tidak membuat Gibran beranjak dari posisinya.
"Badan kamu panas banget. Kamu bangun dulu makan, abis itu minum obat." Richel memeriksa kening Gibran yang terasa panas serta lengan pria itu.
"Ran!" Berusaha keras Richel menyuruh Gibran agar bangun. Akhirnya pria itu duduk. Wajahnya begitu pucat.
"Kamu makan dulu! Mau disuap?"
Gibran menggeleng pelan, ia mengambil alih mangkuk berisi bubur dari tangan Richel. Mulai mengunyah. Tapi hanya sesendok ia mengembalikan mangkuk tersebut pada Richel.
"Ran, kamu bukan anak kecil lho. Nanti Mama mu makin cemas kalau demam mu gak turun."
Gibran mendengus, kembali merebahkan tubuhnya. Memunggungi Richel. Ia pikir dengan tinggal di apartemen. Menyendiri. Tidak akan ada yang bisa mengganggunya. Tapi, ternyata Richel malah merusak waktu kesendiriannya.
"Ran...
"Kalau Mama cemas sama aku, harusnya dia yang sekarang ada di sini! Bukan malah ke Jogja ketemu sama anak kesayangannya!" Gibran menggerutu dengan suara serak karena sakit.
Richel mendengus geli, ia meraih botol minyak kayu putih lalu beringsut mendekat ke kaki Gibran. Membalurkan minyak tersebut ke kedua telapak kaki Gibran yang terasa dingin.
"Canti kan lagi ngidam berat. Mama khawatir sama menantunya dan calon cucunya. Makanya kamu nikah juga terus punya anak biar Mama bisa perhatian sama kamu," ujar Richel dengan nada geli. Ia menyingkap baju kaos Gibran bagian belakang untuk membalurkan minyak kayu putih di punggung pria itu yang sama sekali tidak protes dengan tindakannya.
"Randa cerai dari suaminya..." Gibran menghela nafas pelan. "Karena balik ke mantannya yang bajingan itu."
Gerakan tangan Richel yang mengusap punggung Gibran berhenti. Meski tidak bisa melihat ekspresi Gibran, tapi Richel menduga jika ekspresi pria itu saat ini begitu sendu.
Menurunkan kembali baju kaos Gibran, ia menepuk pelan lengan pria itu. Memberikan ketenangan.
"Padahal aku pernah minta maaf sama dia. Tapi, dia sama sekali gak mau maafin aku." Gibran mendengus sinis. Tentunya ditujukan pada Randa meski wanita itu tidak ada di hadapannya.
Merasakan kembali sakit hati ketika mengetahui jika Randa kembali pada Sabian setelah bercerai dari Dera.
Bodohnya wanita itu!
Kenapa Randa begitu pilih kasih? Memaafkan Sabian, tapi tidak memaafkan dirinya?
Rasa benci yang sempat Gibran ingin hapus, kini kembali menguasainya. Membenci dan mencintai Randa dalam satu waktu.
"Kamu makan dulu ya Ran?" Bujuk Richel.
"Aku mau liat senja."
Richel mengernyit mendengar perkataan Gibran yang begitu acak.
"Ya?"
"Buka gordennya dong."
Richel pun meraih remote kontrol untuk membuka gorden yang menutupi jendela besar tersebut yang langsung menunjukkan panorama langit jingga serta gedung-gedung tinggi. Cahayanya pun masuk ke kamar tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Makes Hurt [S2-S3]
Ficción General》Sequel Love Makes Hurt《 • • • Pernikahan yang Randa jalani bersama Dera rasanya sangat semu. Mereka memang menjadi orang tua yang baik untuk putra mereka. Arga. Namun, untuk menjadi sepasang suami istri, mereka belum melakukan yang terbaik. Hing...