[S2] 8. Bapak Motivator

2K 241 8
                                    

Dera terdiam di ambang pintu. Tatapannya terkunci dengan tatapan Rere. Jantungnya berdebar tidak karuan. Tubuhnya kaku, meski kepalanya memerintahkan dirinya segera mengambil kunci mobil dari sana lalu keluar karena Randa menunggunya.

Yang memutus pandangan lebih dulu adalah Rere yang membuat Dera tersenyum kecut.

Apa yang diharapkan Dera?

Setelah melukai hati Rere, menghancurkan pernikahan mereka, ia berharap Rere akan menyambutnya dengan suka cita? Menebar senyuman manis?

"Kenapa Der?" tanya Mama memecah rasa canggung antara Dera dan Rere.

"Mama liat kunci mobil?" tanya Dera seraya masuk ke ruangan tersebut. Mencari dan mengingat dimana ia meletakkan kunci mobil. Tapi, ia tidak bisa berkonsentrasi.

Alih-alih matanya mencari kunci, malah sibuk melirik Rere.

Namun, dengan cepat ia berhenti. Dera harus mendapatkan kunci mobil tersebut dan segera keluar dari sana.

"Kunci ini?"

Dera yang mencari di sofa berhenti, menegakkan badannya kemudian menoleh ke arah Rere yang menyodorkan sebuah kunci mobil.

Mengangguk pelan ia meraih kunci mobil tersebut. Jarinya bersentuhan sekilas dengan tangan Rere yang menambah rasa canggung di antara mereka.

"Makasih," ujar Dera pelan lalu pamit.

Tergesa-gesa keluar dari sana. Batinnya mulai merapalkan nama Arga dan Randa, mengusir nama Rere. Mengusir rasa dingin dari tangan Rere tadi. Mengusir tatapan sendu Rere yang sempat ia tangkap saat menatapnya. Mengusir...

"Dera," panggilan tersebut menyentak Dera.

Bagai orang linglung, ia menatap Randa yang terbangun dalam pelukannya. Mata sayu itu menatapnya dengan kening mengkerut.

Meski... sekuat tenaga Dera mengusir momen pertemuan dengan Rere beberapa jam yang lalu, tetap saja ia tidak bisa melupakannya...

"Kenapa Da?" tanya Dera seraya melepas pelukannya dari Randa yang segera beringsut duduk.

"Arga mana?"

"Laras yang jagain Arga."

Randa pun mengangguk. Lalu menyisir rambutnya yang kusut menggunakan jari-jari tangannya.

Menatap Dera yang masih merebahkan tubuhnya. Pria itu menatap lurus langit-langit kamar.

Setelah membiarkannya puas menangis tadi, pria itu melanjutkan perjalanan mereka ke rumah Laras, tempat mereka menginap. Kemudian menemaninya tidur. Mendekapnya membuatnya semakin tenang.

"Thank's Der."

Dalam keremangan kamar tersebut, Dera masih bisa menatap Randa yang tersenyum tipis. Merasa lega karena Randa tidak lagi bersedih. Namun, ia merasa heran dengan ungkapan terima kasih yang dilontarkan Randa.

"For what?"

"Pelukannya," ujar Randa pelan. Sekali lagi menyunggingkan senyum tipis.

Dera beringsut duduk, membalas senyuman Randa.

Tangannya terulur untuk mengusap rambut Randa yang tersentak pelan akibat perlakuannya.

"Kalau gitu, kamu jangan nangis diam-diam lagi ya?"

Setelah menikah, Dera tau jika selama ini Randa sering menangis tanpa suara. Yang membuatnya tidak tau harus melakukan apa. Yang membuatnya merasa bersalah.

Fokus pada bahagia Arga membuatnya melupakan jika bukan hanya Arga yang harus Dera buat bahagia, tapi Randa juga.

Randa mengangguk pelan, untuk kesekian kalinya menyunggingkan senyum tipis. Lalu menunduk. Memainkan jari-jari tangannya yang berada di atas pangkuannya.

Love Makes Hurt [S2-S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang