[S2] 5. Membohongi Diri Sendiri

2.1K 230 3
                                    

Suara klakson bersahut-sahutan menjadi pemandangan yang biasa di Ibukota. Kendaaran saling berdesak-desakan mencoba keluar dari kemacetan tersebut.

Salah satunya si supir taksi online. Sesekali melirik spion tengah melihat penumpangnya yang memandang keluar jendela. Memperhatikan pengendara lain yang terjebak macet.

"Mbak sedang buru-buru?"

Penumpangnya tersebut balas menatapnya lewat kaca spion tengah. Menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga memperlihatkan lesung pipinya. Wajah manisnya terlihat semakin manis. "Enggak kok Pak. Bawa mobilnya santai aja. Yang penting selamat sampai tujuan."

Si supir balas tersenyum dan mengiyakan.

Tidak berapa lama mereka masuk ke dalam perumahan. Masuk ke blok J dan berhenti di rumah bernomor sembilan. Rumah yang memiliki pagar warna hitam tersebut.

Turun dari taksi, wanita itu mengucapkan terima kasih setelah membayar. Kemudian menenteng tas jinjingnya. Menekan bel dan tidak berapa lama pagar terbuka.

Disambut dengan ramah oleh satpam rumah tersebut.

"Eh Mbak Rere! Apa kabar Mbak? Sini biar saya yang bawa."

Rere menggeleng pelan saat Pak Wawan hendak mengambil tasnya. "Enggak usah Pak. Ini ringan kok. Kabar saya baik. Kalau begitu saya masuk dulu."

Seteleh berbincang sejenak, Rere segera masuk ke rumah tersebut.

Rumah yang menjadi tempat tinggalnya setelah kehilangan kedua orang tuanya.

Rumah yang menjadi tempatnya pulang ketika ia pergi.

Rumah yang menjadi tempatnya tidak merasakan kekurangan kasih sayang.

Tante dan Om-nya menggantikan peran kedua orang tuanya. Menjadikannya anak ketiga dari kedua orang tersebut. Menjadikannya anak bungsu.

"Hadeh! Kalau gak dibilangin Mama sakit parah gak bakal nginjak rumah ini ya?" sahutan sinis tersebut membuat Rere tersenyum kaku.

Via, kakak iparnya melempar tatapan sinis. Meski sudah diberi isyarat dari kakak sepupunya agar diam.

"Apa kabar Mas, Mbak?" Rere mencoba mengalihkan pembicaraan. Menyapa kedua orang tersebut.

"Gue baik. Kenapa gak bilang kalau hari ini kesini? Kan gue bisa jemput lo dari bandara," sahut Anis.

Selama setahun ini, Rere memang kembali tinggal di Jogja. Sendirian.

Kalau saja Mama tidak sakit, Rere tidak mungkin menginjakkan kakinya di tempat ini.

Tempat yang memberinya banyak kenangan. Baik itu indah maupun buruk.

"Mamas mending pergi deh! Gak usah basa basi," sahutan tersebut membuat Anis dan Rere memutus pandangan.

"Iya! Iya Sayangku!" balas Anis gemas, lalu mencium singkat bibir Via. "Aku pergi dulu. Nanti ku jemput."

Setelahnya pamit pada Rere, segera pergi ke tempat kerjanya. Showroom mobil yang dimilikinya.

"Gumi mana Mbak? Gak ikut?" tanya Rere mengikuti Via yang beranjak ke dapur.

"Di rumah nyokap gue. Mama larang ke sini. Khawatir nanti ketularan sakitnya Mama." Langkah Via berhenti, otomatis Rere juga. Mendelik pada Rere yang berdiri kaku di belakangnya. "Kenapa lo ngikutin gue?"

Rere meringis. Hubungannya dengan Via tidak begitu akrab. Kakak iparnya itu selalu saja judes. Dan Rere belum terbiasa dengan semua itu.

"Mama mana Mbak?"

Love Makes Hurt [S2-S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang