Sabian masuk ke kamar, ia menemukan Randa yang melamun ke arah jendela kamar tersebut.
Menaruh paper bag di sebelah Randa lalu menyentuh pundaknya yang membuat wanita itu tersentak.
"Hei," sapanya pelan, duduk di sebelah Randa lalu mengecup pipinya sekilas.
Kemudian, mengambil salah satu paper bag berisi barang yang baru ia beli tadi. "Aku beliin kamu sandal berhak, em... apa sih namanya ini? Kamu suka?"
Memperlihatkan sepasang stiletto high heels berwarna putih. Menaruhnya di atas paha Randa lalu kembali menarik tas kertas lainnya.
"Aku juga beliin kamu hape. Hape mu hilang, kan?" Membeli sebuah ponsel untuk Randa karena wanita itu mengira ponselnya hilang. Padahal Sabian menyembunyikannya karena tidak ingin Randa berhubungan lagi dengan masa lalu.
Lalu ia memperlihatkan juga belanjaan yang lain. Semuanya untuk Randa.
"Besok, kita fitting baju."
Randa yang sedari tadi mengamati barang-barang yang Sabian belikan untuknya, berhenti. Ia beralih menatap pria itu yang memeriksa belanjaannya apakah sudah ada semua.
"Kamu bilang apa?" Membuat pria itu menatapnya.
Menoleh, membalas tatapan Randa. "Fitting baju."
"Baju apa?"
Sabian tidak langsung menjawab, ia memperbaiki posisi duduknya. "Baju pengantin kita."
Terjadi keheningan beberapa saat. "Bi, gimana kalau kita tunda aja dulu? Situasi aku sekarang lagi gak memungkinkan."
Mengangkat satu alisnya, Sabian menggeleng pelan sembari menghela nafas pelan. "Aku udah siapin semuanya, Mir. Udah urus surat-surat ke KUA. Udah hubungin W.O. juga."
"Bi please, jangan sekarang. Kita gak bisa nikah di situasi saat ini," ujar Randa memelas.
"Kita harus dapat restu dari keluargaku, begitupun dari keluarga kamu. Dan masalahku dengan Dera yang gak mau mempertemukan aku dengan Arga belum selesai. Aku mau nyelesain itu semua. Aku gak bisa tenang kalau aku belum ketemu Arga. Aku kangen sama dia," sambungnya.
"Kita bisa kok nyelesein masalah kamu dengan Dera setelah kita nikah." Sabian tidak ingin mengalah sama sekali. Pokoknya ia dan Randa harus menikah dalam waktu dekat ini. Jika sesuai rencananya, bulan depan mereka sudah resmi menjadi suami dan istri.
"Tapi restu..."
"Mira! Bisa gak sih kamu gak mempersulit sesuatu yang mudah?!" sela Sabian.
Randa terdiam sejenak menatap Sabian yang begitu kesal. "Dan bisa gak kamu ngertiin perasaan aku, Bi?!" Randa mulai tersulut emosi. Sabian sama sekali tidak mengerti apa yang ia rasakan saat ini.
Sabian mengusap wajahnya kasar. Merasa frustasi dengan keputusan Randa yang ingin menunda pernikahan mereka. Menghela nafas pelan, ia kembali menatap Randa. "Gimana kalau kita ijab qabul aja dulu. Resepsinya tahun depan aja."
"Itu sama aja..." Randa menghela nafas lelah. Menggeleng pelan menatap Sabian yang memaksanya menikah dalam waktu dekat ini, padahal masalah antara dirinya dengan Dera belum selesai. Randa harus bicara dulu dengan Dera, tentang larangan pria itu pada dirinya yang ingin bertemu dengan Arga.
Dan tentu ibu dan kakaknya yang begitu kecewa padanya dan mungkin membencinya.
Semuanya harus Randa selesaikan, baru ingin menikah. Karena ia ingin hidup dengan tenang. Tanpa, memikirkan semua masalahnya.
"Kamu egois tau gak!"
Setelah mengatakan itu, Randa keluar dari kamar meninggalkan Sabian yang menggeram kesal. Kakinya menendang semua tas kertas belanjaan tersebut hingga berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Makes Hurt [S2-S3]
Ficción General》Sequel Love Makes Hurt《 • • • Pernikahan yang Randa jalani bersama Dera rasanya sangat semu. Mereka memang menjadi orang tua yang baik untuk putra mereka. Arga. Namun, untuk menjadi sepasang suami istri, mereka belum melakukan yang terbaik. Hing...