Enam

270 65 5
                                    

Andi masuk kedalam ruangannya, ruangan yang bagus tidak seperti rumahnya. Ruangan yang tidak semodern seperti rumahnya yang terdiri dari bantal dan lantai untuk tidur bersama dengan ibunya. Pemuda itu menatap cermin, melihat wajahnya yang babak belur dan bekas bekas luka.

16 Tahun dirinya hidup di zaman kekejian yang penuh diskriminasi, tidak pernah mencicip hidup enak, dicaci bahkan di cecar karena terlahir sebagai pribumi. Diumurnya yang 16 tahun, Andi juga harus membantu ibunya mencari uang untuk makan, melihat ibunya yang pulang kadang dengan wajah yang membiru, dan kadang dilecehkan benar benar membuat Andi marah.

Kalau benar ibunya menjanjikan dirinya akan menjadi seorang penguasa nanti, jawabannya adalah 'kapan?' Pemuda itu jenuh diinjak injak oleh orang asing terus menerus, terutama dirinya selalu terlibat dengan gadis yang baru Andi temui beberapa hari yang lalu.

Kriet..

"Aku minta maaf." Perkataan kaku itu membuat Andi menoleh, mendapati seorang pemuda yang berdiri dipintu ruangannya.

"Tidak perlu." Jawab Andi membuat pemuda itu mendengus.

"Kamu senang ya aku mati tersenyum?"

"Ya, memang kenapa? Ada yang ingin membunuhmu?" Tanya Andi.

"Kamu-

"Berani? Iya, ini tanahku. Tempat kelahiranku, negeriku. kamu orang yang tempat kelahirannya yang sama denganku tapi merasa lebih terhormat dariku, apa itu masuk akal?" Tanya Andi membuat wajah lawan bicaranya memerah karena menahan amarah.

"Aku ini Net--

"Jadi kamu ingin minta maafkan? Apa kata ujaran minta maaf terpaksamu bisa mengembalikan luka luka ini? Tidak. Apa kamu tidak akan mengulanginya lagi? Pasti tidak, karena orang orang kamu seperti itu. Lebih baik simpan perkataanmu, keluar dari tempatku." Usir Andi membuat pemuda itu merotasikan bola matanya.

"Aku heran denganmu, kamu ini siapa sih? Bisa sekali memanipulasi Louise untuk membelamu. Ya benar Andi aku akan mengulanginya lagi. Orang sepertimu seharusnya sadar posisi." Ujar pemuda itu lalu keluar dari ruangannya.

Siapalagi kalau bukan William. Pemuda angkuh yang baru Andi temui beberapa jam yang lalu, menuduhnya mencuri karena kalung yang dirinya kenakan. Batu mirah, padahal ini pemberian ibunya. Memang batu mirah hanya simbol keluarga konyolnya? Suatu saat, Andi mempertimbangkan untuk menjual kalung ini ke keluarga Chenle yang katanya akan segera pergi berlayar pulang ke kampung halamannya.

Andi menatap cermin melihat tubuhnya yang bergetar. Ancaman William ada benarnya, seharusnya dirinya diam kalau tidak ingin kehilangan anggota tubuh atau nyawa, seharusnya mulutnya tidak berbicara seperti itu. Ibunya tidak pernah mengajarinya untuk menatap langsung atau membantah perkataan orang orang Netherland seperti William ataupun Louise.

Ibunya selalu bilang padanya kalau suatu saat nanti dirinya akan setara dengan mereka, dirinya akan diakui bahkan akan dikenang. Kata ibunya dirinya akan di- Netherland- kan, padahal Andi tau itu sangat mustahil bahkan Andi beranggapan itu hanya perkataan agar dirinya tidak terlalu banyak mengeluh. Ibunya adalah satu satunya wanita cantik dan tulus yang pernah Andi temui didunia ini, usianya masih 30 tahun. Mati matian melahirkannya saat berusia 14 tahun oleh ayah yang tidak pernah Andi mau tau keberadaannya.

Alasan Andi bertahan hanya karena ibunya, alasan Andi tidak pernah berucap ingin mengakhiri hidupnya karena ibunya. Tidak pernah terbayang nasib ibunya saat Andi meninggalkan wanita itu tersenyum saat ditindas. Bahkan detik ini Andi khawatir dengan ibunya yang lagi dirumah, memikirkan wanita itu makan apa malam ini.

Nyonya dan tuan Hasselt memperbolehkannya keluar untuk pulang asal kembali, Andi tau. Tapi tetap saja rasanya aneh, apalagi dirinya punya dorongan untuk meminta beberapa sisir roti dan keju untuk ibunya dirumah. Kesannya tidak tau diri.

Tok.. tok.. tok...

Andi berjalan ke pintunya, membukanya melihat gadis yang lebih pendek darinya menatapnya tajam. Bahkan buku Max Havelaar yang dirinya pegang seakan akan ingin mendarat ke kepalanya dengan keras, didepannya adalah Louise. Gadis Netherland yang akhir akhir ini mengiriminya surat atau bahkan mengganggunya.

"Kamu sombong sekali! Aku sudah susah payah mengancam William untuk meminta maaf kepadamu, kamu tau?! Aku mengatainya- sebenarnya menduganya penyuka sesama jenis karena bicaranya seperti perempuan, dan mengancamnya membuatkan teh hemlock agar pemuda itu mati sambil tersenyum. Kamu malah menolak perminta maafannya!" Seru Louise membuat Andi terhenyit.

"Memang menyukai sesama jenis itu bisa?" Tanya Andi dengan tatapan polosnya.

"Oh iya bukan abad-21." Gumam Louise yang masih bisa didengar oleh Andi.

"Abad berapa?"

"Bukan apa apa! Intinya aku marah denganmu, aku membelamu-

"Aku tidak perlu pembelaanmu, aku tidak perlu perminta maafan dari kaummu. Lebih baik kamu perbanyak baca buku itu, menyadari betapa banyak kaummu melakukan kekejian disini." Kata Andi menunjuk buku Max Havelaar yang Louise bawa.

"LU BISA DENGERIN GUE NGOMONG TANPA BIKIN GUE MATI TOPIK GAK SIH?!" Seru Louise membuat Andi tercengang sehabis mendengar teriakan dengan bahasa asing yang Louise utarakan kali ini.


































Gimana part kali ini?

Begini, aku buat playlist spotify.. mau aku share tapi agak berlebihan gak sih? Dan pasti udah ada gambaran sama alur ceritanya?

Tapi, kalau seandainya mau atau ada pertanyaan... bisa dm wp aku aja. Aku open dm selama aku ga tidur, ehehe.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang