Halo! Aku kembaliii
---
Jacob menghampiri makam temannya itu, menatap kayu dengan kalung berwarna emerald yang tergantung disana.
"Maafkanku, membuatmu kehilangan banyak Dereck. Kehilangan Evangeline, kehilangan pekerjaanmu, membuatmu jadi jahat, tidak bisa membantumu untuk hidup bebas." Gumam Jacob.
Pemuda itu menaruh sebuah tangkai bunga ke depan makam itu, lalu membuka sarung letak senapan yang selalu ada di sakunya.
"Seharusnya juga kamu menghembuskan nafas terakhirmu di London bersama Evangeline, Dereck. Menua bersama wanita itu disana" Kata Jacob sambil tersenyum.
"Pendosa besar ini ingin menebus dosanya, didepan makam temannya sendiri. Maafkan aku karena tidak bisa menebus dosa dengan benar, Dereck." Jacob meletakan pistol ke tengah tengah keningnya, matanya tertutup.
"JACOB!"
'Dor
Teriakan Aya yang jauh disana bersamaan dengan suara pelatukan senapan Jacob. Pemuda itu terjatuh dengan darah yang banyak mengalir di rumput hijau membuat rumput itu tampak lebih kelam bersamaan dengan langit.
Aya menoleh, melihat Ayu. "Minta tolong seseorang!" Lanjut Aya lalu mengangkat gaun berkabungnya tinggi tinggi untuk membuat kakinya lebih cepat melangkah.
Tidak ada Dereck yang bisa dengan teliti mengeluarkan bekas peluru di kening Jacob, William juga tidak bisa berjalan lagi karena penyakit yang menyerang perutnya, pemuda itu bisa dan paham tentang luka seperti ini.
Dua hari yang lalu kepergian Dereck Reasel, dan sekarang Jacob menyusul temannya dengan cara bunuh diri. Beatrix, Cornelius, dan Lami dan Andi masih tidak ingin berbicara, bagaimana ditambah dengan kepergian Jacob. Keluarga Hasselt masih terpukul dengan kepergian orang, dan masih tidak menyangka dengan pengkhianatan.
"Pelan pelan bicara, tetap sadar, aku akan mencari bahan bahan yang kamu katakan nanti." Ujar Aya berusaha untuk tidak panik.
'Aya lo anak sastra Belanda, bukan kedokteran...'
"Tau gak? Manusia saat di penggal, atau sebelum mati otaknya masih bekerja paling tidak 15 detik sebelum meninggal." Perkataan ayahnya teringat di kepala Aya setelah sekian lama dirinya berusaha memikirkan bagaimana cara mengingat perkataan kedua orang tuanya di tahun 2021.
"Berapa banyak waktu yang aku punya untuk kamu tetap sadar, Jacob?" Tanya Aya sambil menahan kepala belakang Jacob yang penuh darah.
Suara pemuda itu tidak keluar sama sekali, hanya suara tersendat dan kaku. Tuhan tidak mengizinkan Jacob Speelmen mengucapkan kata kata terakhirnya, tidak mengizinkan pemuda itu pergi dengan menutup matanya seakan akan itu hukuman atas perbuatan dirinya, perbuatan atas pemuda itu tidak bisa berjalan dengan jalannya sendiri.
Aya dengan kalut langsung berteriak, memanggil siapapun disekitarnya untuk membawa Jacob masuk ke dalam rumah sebelum hujan. Ayu masih belum datang, pelayan atau pasukan penjaga keluarga Hasselt belum bermunculan batang hidungnya.
Gadis itu dengan putus asa, menutup kedua mata Jacob, lalu mengangkat jasad Jacob, membopong pemuda tak bernyawa itu diatas punggungnya dengan susah payah.
"Dia bukan seorang pendosa Tuhan, Jacob hanya terpaksa." Kata Aya setiap kali melangkah menuju pintu di ujung sana.
"Jangan menghakiminya terlalu keras."
"Tidak, Jacob tidak layak dihakimi."
Hujan turun dengan deras, menyamarkan air mata Aya yang menitih semakin deras juga. Berjalan susah payah dengan gaun panjang, jatuh ke rumput rumput basah.
Aya menoleh keatas melihat jendela kamar Lami. Lami berdiri disana dengan tatapan terkejut lalu menghilang dari jendela kamarnya.
***
"JACOB!" Lami sambil mengguncang tubuh Jacob yang sudah terbaring kaku, darahnya sudah di bersihkan. "Word wakker, idioot" Isak Lami.
(Bangun dungu.)
"Waar is je belofte?" Lami menepuk nepuk pipi Jacob. "Kamu berjanji akan membebaskan ku, bodoh. SEKARANG BANGUN!" Isak Lami lagi semakin keras.
Andi dengan wajahnya yang pucat menarik Lami untuk menjauh, walaupun Lami tampak memberontak Andi.
Aya cemburu. Cemburu di waktu yang tidak tepat. Jadi, dirinya memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Hanya menatap langit yang masih mengguyur Batavia pagi ini.
3 bulan berlalu disini, dan Aya mulai kehilangan banyak orang, padahal dirinya hanya ingin menyelesaikan tugas Sejarahnya, malah terlibat hubungan rumit dengan orang orang disini. Aya tidak pernah berusaha membenci siapapun, tidak menyukai siapapun, atau bahkan mencintai dan memberikan simpati ke siapapun.
Tapi, semuanya berlangsung begitu saja. Louise Caroline Godilieve seorang Netherland kaya raya yang dididik menjadi angkuh, berubah perlahan karena ada Aya didalamnya atau mungkin Louise adalah Aya, dengan versi wajah lain.
"Louise?"
Aya menoleh melihat Jayden yang berdiri dihadapannya dengan wajah yang kaku. Aya tersenyum kearah pemuda itu, mungkin ini tanda kalau hubungannya akan membaik dengan Jayden.
"Surat di meja Jacob." Katanya pendek memberikan 3 amplop surat yang tertera masing masing nama.
Aya tidak ada.
"Jay-
"Ambil, aku akan pergi dari rumah ini, rumah di Konningsplein ku sudah jadi." Potong Jayden dengan datar, membuat Aya mengambil 3 amplop dari tangan pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Altele[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...