Sebelas

195 41 2
                                    

Bugh!

"Kamu bawa kemana anak saya, bajingan!" Bentak tuan Godilieve meninju wajah Andi sampai biru.

Aya yang ada dibelakang Andi langsung ditarik oleh nyonya Godilieve itu untuk kebelakang ayahnya. Aya sangat mengikhlaskan kalau sekarang dirinya adalah Louise, anak ningrat sekaligus anak Netherland. Tapi, tetap saja rasanya masih asing. Karena pada tahun 2002 dirinya lahir sebagai anak Indonesia 100%.

Ayahnya itu- Tuan Godilieve meninju berkali kali wajah Andi membuat dirinya merasa bersalah. Seharusnya dirinya tidak mengikuti Andi atau mungkin ikut makan malam bersama dirumah pemuda itu. Aya ingin membantu pemuda itu berdiri, tapi ibunya menahan untuk tidak membantu pamuda yang berlumuran darah itu untuk berdiri.

Aya hanya bisa menatap rintihan yang keluar dari mulut Andi, menatap lebam diwajahnya bahkan perutnya yang diinjak oleh ayahnya yang kejam. Hal ini sepatutnya tidak diperlihatkan atau diperlakukan ke Andi ataupun kondisi fisik dirinya sekarang notabene berusia enam belas tahun.

Mau tidak mau dan sangat enggan untuk kali ini Aya berdoa semoga Lami bisa datang secepatnya membawa pergi Andi sekarang juga. Aya tidak menyukai Lami, tapi Aya mencintai Andi hal yang seharusnya tidak dilakukan kalau dirinya seorang Louise.

"stop, alsjeblieft stop"

(Berhenti, kumohon berhenti)

Aya menoleh melihat nyonya Hasselt dan Lami mengangkat gaunnya sedikit untuk menghampiri Andi. Terutama Lami yang langsung duduk memeriksa keadaan Andi yang sudah setengah sadar. Aya bisa melihat Lami menatapnya dengan tajam lagi, tatapan penuh dengan dengki kearahnya. Perkataan nyonya Hasselt memohon kepada tuan Godilieve untuk berhenti.

Lami berdiri menatap tuan, nyonya Godilieve dan terutama Aya. "zoiets is er niet meer in mijn huis."

(Jangan ada hal seperti ini dirumah saya lagi.)

Aya menerjemahkan dengan baik. Lami berkata kalau tidak ada hal seperti ini dirumahnya lagi. Mungkin Aya harus bersyukur kalau dirinya tidak salah jurusan universitas, kalau dirinya masuk sastra Indonesia lalu terlempar kesini sebagai anak keturunan Belanda tulen mungkin dirinya akan menjadi bisu.

Lami memanggil beberapa pengawal untuk membawa pergi Andi ke ruangannya. Lantai bekas pemuda itu terbaring tanpa perlawanan itu penuh tetesan darah, membuat Aya semakin membatu tidak tau ingin berkata apa selain memohon minta maaf kepada pemuda itu, walaupun Aya tau Andi tidak pernah memaafkannya apalagi Lami.

Tuan Godilieve berbalik kearahnya tangannya dirinya bersihkan seakan akan membersihkan sebuah debu bekas memegang sesuatu. "Ik wil niet dat dit nog een keer gebeurt, Louise."

(Aku tidak ingin ini terjadi lagi, Louise)

"Iya, ayah aku tidak akan mengulanginya." Kata Aya.

Butuh 2 minggu paham dengan kepribadian Louise. Ternyata gadis itu selain cantik, dirinya tidak terlalu bisa memakai bahasa negara kedua orang tuanya sendiri, Louise yang sombong ternyata sama dengan dirinya lahir dari tanah yang sama, negara yang sama.

"Jaga dirimu." Kata nyonya Godilieve lalu berjalan pergi mengikuti tuan Godilieve.

Dengan cepat Aya pergi ke ruangan tempat Andi ditempatkan oleh nyonya Hasselt dan Lami.

"Kerja bagus Godilieve, melarangku merundungnya karena kamu ingin berbuat lebih parah kepadanya." Kata William yang menuruni tangga didepan Aya membuat Aya benar benar muak.

"Tutup mulutmu, pecundang." Kata Aya.

Dirinya berharap caciannya cukup menghina William. Karena kalau dirinya menghina pemuda didepannya dengan bahasa modern belum tentu juga pemuda ini paham. Yang ada kemungkinan besar Aya yang akan dianggap tambah aneh oleh William.

"Tuan Hasselt memanggilmu, ternyata dirinya tidak sendiri ditengah tengah zaman ini." Kata William sambil mendengus geli dan berjalan kearag Aya.

"Oh ya Louise, aku harap kamu tidak bicara apa apa berkaitan dengan bukunya karena itu sangat mudah rusak." Bisik William membuat dirinya ingin sekali memojokan pemuda itu dan menendang masa depannya karena berkata seseombong itu kepadanya.

"Dan semoga kamu suka dengan pendampingmu nanti saat mengunjungi rumah orang itu, Louise." Tambah William lalu berjalan dengan santai.

Aya tidak berusaha untuk tidak menaruh perhatian kepada William. Dirinya dengan cepat langsung melangkahkan kaki ke tujuan yang dirinya ingin tuju. Mungkin berterima kasih kepada William kapan kapan saja karena pemuda itu sukses membuat mood nya hancur setelah kejadian Andi tadi.

***

"Andi!" Seru Aya langsung mendobrak masuk pintu ruangan perawatan dirumah nyonya Hasselt.

Lami yang baru saja mengikat kasa dan obat merah langsung menatap dirinya dengan tatapan paling tajam. Aya langsung menggenggam tangan Andi erat tidak peduli dengan tatapan dari Lami.

"Andi bangun." Kata Aya.

"Andi maaf."

"Maaf."

"Ayo dong bangun, bagaimana kalau ibu kamu tau?"

"An-

Lami berdiri disebelah Aya, menarik Aya agar berdiri. Tatapan Lami sangat tegas, bahkan menurut Aya tatapan Lami seakan akan ingin menyulanya dengan pisau dan obat obatan herbal didalam ruangan ini.

"Keluar." Kata Lami datar.

"Lami, aku akan menunggu Andi untuk meminta maaf." Balas Aya.

"Tidak. Kamu ingin melimpahkan berapa banyak lagi petaka untuknya? Kamu tau posisimu. Pada intinya, semakin banyak kamu melakukan tindakan berlebihan yang akan disalahkan kaum seperti kami. Semuanya salahmu." Jelas Lami penuh penekanan.

"Kamu melakukan seperti ini untuk bersenang senang-

"Aku mencintainya." Aya menetralkan nafasnya. "Kamu tau Lami, aku mencintainya tidak peduli dengan aku bangsa Netherland. Aku sama sepertinya, sama sepertimu. Aku lahir ditanah ini sama denganmu." Lanjut Aya.

"Kamu tidak bisa mencintainya."

"Ya. Ya Lami aku bisa."

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang