Karena aku gak double kemarin jadi aku double update sekarang sksksk
---
Andi berjalan ke rumah ibunya, seperti biasanya ibunya membantu keluarga Chenle dan Renjun untuk berdagang dan membantu bantu membereskan rumah mereka di Chinesse wijk tentu saja, memang dimana lagi?
Semalam Andi tidak pulang, dirinya tidak pulang ke rumah ibunya ataupun di rumah keluarga Hesselt, apalagi menumpang tidur di rumah Chenle ataupun Renjun yang biasa dirinya lakukan kalau ibunya sedang banyak bekerja sampai larut.
Andi tau semalam pasti dirinya dikhawatirkan banyak orang. Dirinya hanya perlu waktu sendiri untuk mencerna apa yang dikatakan keluarga Eerens, kali ini benar benar dirinya takut disula oleh orang orang Netherland.
"Bu.." panggil Andi membuat ibunya langsung memeluknya dengan erat. "Bu, Andi ingin bicara." Katanya tersendat membuat ibunya melepaskan pelukannya.
"Bagaimana dengan makan malammu dengan keluarga ahli botani itu, Andi? Apa Dereck dan Jacob menjagamu?" Tanya Renjun sambil memakan makanan tradisional khas Tionghoa buatan orangtuanya.
Andi mengangguk pelan lalu menatap ibunya lagi, wanita paruh baya itu seakan akan belum mempersiapkan diri sewaktu waktu ini akan terjadi. Ibunya tampak terguncang sambil memegang batu mirah yang ada di pergelangan lehernya.
Dirinya berharap kalau ibunya berkata kalau ini hanya bohong, Andi tidak pernah berharap untuk diakui oleh ayahnya. Andi hanya ingin untuk dihargai, mungkin perkataannya dirinya ingin menjadi Netherland hanya sebatas emosi yang tidak bisa dirinya deskripsikan.
"Mereka bohongkan, bu?" Tanya Andi.
"Andi, kita makan dulu ya? Ibu sudah cari kamu semalaman, kamu pasti belum makan, kan? Kamu meninggalkan makan malam bersama keluarga Eerens begitu saja, itu tindakan yang tidak sopan, ibu tidak pernah mengajari Andi untuk meninggalkan seseorang yang ingin membangun hubungan baik kepada kita." Jelas ibunya tanpa ingin menjawab pertanyaan Andi.
"Ayah yang mengajari Andi seperti ini. Jeffery Eerens yang mengajari Andi untuk meninggalkan orang yang ingin membangun hubungan baik." Sahut Andi.
Renjun dan Chenle tersedak, mereka berdua dengan cepat menengguk teh hangat untuk menetralkan tenggorokan mereka. Mungkin Andi biasanya akan tertawa dengan kedua orang itu.
"Dia ayahmu, batu mirah simbol keluarga Eerens, dia memberi ini sewaktu kamu berusia 1 tahun. Ibu menyimpannya untukmu sampai usiamu 12 tahun."
Rasanya seperti ada ribuan panah menancap ke jantung Andi, fakta yang membuat kehidupannya tambah pahit semakin hari. Bayangan Jeffery sewaktu meninjunya masih terbayang, pukulan William untuknya, dan penindasan penindasan yang lain.
"Dia bukan ayah Andi."
"Apa anak bisa memilih orangtuanya?"
"Kalau begitu Andi tidak pernah diharapkan dari darahnya."
Raut wajah ibunya menatapnya sangat dalam. "Kamu harus jadi penerusnya sebagai kepala sipil, itu alasan Jeffery mengakui kamu anaknya." Kata ibunya.
"Kenapa dengan William?"
"Anak idiot speerti itu mana bisa diharapkan?! Kita semua tau Andi, dia hanya tukang gertak dan tukang pukul." Sambar Chenle.
"Kamu harus menghargai ayahmu yang menentang istrinya untuk mengakuimu, Andi. Kamu aib bagi mereka. Sekarang kita makan." Final ibunya dengan tegas lalu membuatkannya makanan.
Andi memilih duduk dengan diam ditengah tengah Renjun dan Chenle. Terlalu banyak hal yang harus dirinya pikirkan, terlalu sulit untuk dideskripsikan kenapa dirinya bisa semarah ini dengan kenyataan.
Dirinya adalah kecelakaan yang menghancurkan kehidupan ibunya. Kalau bukan karena Jeffery brengsek mungkin ibunya akan menikah dengan laki laki pribumi yang sangat baik dibanding harus di asingkan ke Batavia, mencari sesuap nasi untuk menghidupi aibnya sendiri.
Yang Andi pikirkan, apa selanjutnya kesialan yang menimpanya? Apa beranjak menjadi dewasa sesulit ini? Andi ingin menjadi anak kecil yang tidak tau apa apa sekarang, bermain kelereng bersama Chenle sampai jam 6 sore tanpa mempedulikan tugas atau membanting tulang.
"Kapan ya tanam paksa dihapus, aku dengar ada 100 warga meninggal dipertanian dekat perairan barat." Kata Chenle.
"Tidak tau. Tugas kita bagi mereka hanya menyusun perdagangan dan bagian medis." Balas Renjun.
Andi hanya menatap air terjun dekat sana, mendengar suaranya yang jatuh ke genangan air. "Kapan Belanda keluar dari negara ini?" Tanya Andi tiba tiba.
"Tidak tau."
"Aku muak melihat Jeffery dan keluarganya, kapan dirinya bisa angkat kaki?"
"Tidak tau."
"Aku bermonolog, tidak bertanya kepada kalian berdua."
"Kurang ajar."
"Omong omong secara teknis, berarti kamu saudara tiri William?" Tanya Chenle.
"Aku tidak ingin membicarakannya." Jawab Andi.
"Dereck sepertinya menyembunyikan sesuatu." Kata Renjun.
"Kenapa?"
"Dia tampak lebih marah dengan alasan yang tidak bisa diterima otak manusia." Jawab Renjun.
"Mungkin merindukan Evangeline, hari ini tepat 3 tahun setelah kematian gadis itu." Jawab Chenle.
Andi tidak melanjutkan obrolan tentang Evangeline. Dirinya hanya berkutat dengan ketidak-adilan dimuka negeri ini. Berapa banyak orang berdarah campuran sepertinya harus diasingkan?
"Andi?"
Andi menoleh melihat William yang berdiri disana, tangannya dimasukan ke saku, wajahnya tampak pucat kali ini. Mungkin sakit karena menghabiskan harta keluarganya.
"Boleh bicara sebentar? Aku tunggu didepan kota." Katanya lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Random[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...