Tiga puluh tiga

163 37 0
                                    

Andi menatap jendela dirumah keluara Hasselt. Batavia sedang hujan kali ini, Andi menyukai hujan di saat saat tertentu tapi sekarang mungkin tidak. Hari ini jadwalnya tinggal dan menetap bersama ibunya.

Kamar sudah dirinya bereskan, bahkan hampir semengkilap sebelum dirinya menjadi penghuni musiman disini, Andi mendapatkan kehidupan yang layak disini tapi tidak dengan ibunya. Walaupun ibunya berulang kali mengatakan tidak apa, dan senang melihat dirinya mendapat makan makanan yang layak. Tapi, Andi merasa tidak enak.

Tentang menerima keadaan kalau dirinya adalah seorang Eerens, menurutnya dirinya masih perlu waktu yang panjang untuk memikirkan dan menerimanya. Sebagian dirinya ingin menjerit bahkan melempar dan memukul wajah bejat Jeffery yang menelantarkan dirinya dan ibunya.

Andi tau dari Cornelius semalam. Ibunya diminta untuk mengasingkan diri ke Batavia hanya untuk menghindari Rosè yang sedang mengejar bahkan memastikan dirinya yang masih bayi sudah meninggal.

Dan menurutnya beberapa hari yang lalu pengakuan Jeffery semata mata hanya ungin membuat eksekusi matinya semakin dekat. Andi tidak pernah menganggap pengakuan itu untuk warisan, lagipula dirinya sudah terbiasa untuk hidup kekurangan dan menjadi seorang yang sederhana.

"Andi, papa udah siapin kereta kuda. Mobilnya dipakai dengan pegawai lain untuk mengirimkan beberapa rempah rempah ke luar kot-

"Aku bisa jalan kaki." Potong Andi menoleh melihat Lami menggunakan kebaya berwarna vermillion dengan kain batik sebagai rok.

Andi tidak bisa mengatakan dengan tulus kalau dirinya mencintai dan menyukai Lami seperti waktu itu. Sekarang, setelah ada Louise rasanya semakin aneh.

Lami menatap pakaiannya lalu menatap Andi lagi. "Ini kebaya pilihan Louise dan Ayu, kami keluar kemarin untuk membeli kebaya baru. Kecuali Louise, kamu tau orang tuanya." Jelas Lami.

'Kamu tau orang tuanya.' Sikap keluarga Godilieve memang keras bahkan Andi bisa bertaruh budaknya lebih dari 50 orang, mungkin suatu saat nanti saat dirinya ketauan bermain atau berjalan bersama anak gadis semata wayangnya, dirinya akan jadi salah satu budaknya.

"Mau aku bantu bawa koper?" Tanya Lami.

"T-tidak, aku bisa sendiri." Jawab Andi.

Lami hanya mengangguk. "Andi, bagaimanapun Jeffery itu ayahmu. Mau sejelek atau seburuk apa dia, kamu harus menerimanya." Kata Lami mrmbuat Andi mengangguk.

Padahal kata menerima tidak semudah mengucapkan kata yang terdiri dari 8 huruf itu.

Andi berjalan menuju ke pintu.

"Andi."

"Iya?"

"Boleh aku panggil Andrew?"

"Tidak. Panggil Andi. Jangan berubah Lami."

"Nanti aku akan berubah menjadi uap." Kata Lami sambil tergelak.

Perkataannya seakan akan menyiratkan kata perpisahan, dengan cepat Andi mengubah pikiran itu. Firasat kadang salah, dan Andi tidak menyukai itu apalagi berbau bau dengan perpisahan.

***

Andi membantu ibunya memasak, kali ini dirinya mendapat uang dari Cornelius karena membantunya mengatur strategi perkebunan didekat rumah Jayden, di Benteng Willem. Beberapa waktu yang lalu pertanian dan perkebunan dekat sana hancur karena peperangan.

Uangnya kelewat cukup untuk membantu ibunya menyokong beberapa sayur dan ikan ikanan untuk makan. Ibunya juga memelihara ayam untuk suatu saat nanti bisa dijual telur telurnya.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang