Hai, ehehehe semoga chapter yang ini ga cringe :>
•
•
•Aya melihat Ayu memeluk erat William yang bernafas tidak teratur, mencari sebuah oksigen untuk bernafas. Di rumahnya sudah ramai, bahkan pemuda itu masih berusaha ingin bicara, mungkin melontarkan lelucon konyol tentang sakitnya dan wajah prihatin seisi rumahnya ini.
Aya menangkap pemuda itu terus menatap Andi yang membantunya untuk bernafas, menggunakan pertolongan pertama dibantu oleh Jayden, dan Ayu yang menggenggam erat tangan pemuda itu.
'Brak!
Kedua pasangan suami istri Eerens itu ada disini, berjalan dengan terburu buru tanpa melepas mantel dan topi besar berendanya. Jeffery menatap putra nya yang sekarat itu dengan teduh, mengusap usap rambut anaknya seakan akan tau akan akhirnya.
Berbeda dengan ibunya yang gila, mendorong Ayu sampai terjatuh, dan menyingkirkan Andi dengan tidak suka, bahkan menatap Jayden untuk menghentikan praktik medis untuk membuat William bisa bernafas normal lagi.
"Kamu tidak akan mati. Kamu akan tetap menikah, menjadi pewaris tunggal, kamu akan hidup pokoknya! Lupakan kepura puraan ini, kamu hidup bodoh! Kamu akan membuatku bangga!" Ibunya dengan brutal membuat William berposisi duduk.
Jelas anaknya itu akan tumbang lagi, nafasnya semakin parah. Dan William tambah seperti ikan yang terdampar dipesisir pantai, dengan senyum menyiksanya.
"Ibu,William ingin menikah dengan Ayu, pakai adat Jawa, William mau dengan Ayu, hidup bersama, lihat anak anak William sama Ayu nanti. Jangan gini ya? Tambah sesak." Katanya perlahan lahan mengatur nafas sebisa mungkin.
"GADIS JALANG INI SUDAH MENCUCI OTAKMU YA?!"
Aya menahan tangisnya, berusaha tidak sepecah Ayu. Bahkan Andi sudah menatap langit langit untuk membendung air matanya, Jayden menepuk nepuk pundak temannya, dan Ayu masih saja disingkirkan oleh nyonya Eerens yang gila selagi ingin meraih tangan William.
"Kamu kebanyakan nonton opera." Kritik nyonya Eerens membuat Andi langsung menarik kerah gaun wanita itu yang sebenarnya akan membuat dirinya terpenggal.
"Dia hidup atas kekejian anda! Silahkan keluar! Bawa istri kesayanganmu ini pergi- ayah!" Usir Andi dengan marah.
Jeffery langsung menarik istrinya itu keluar. Mungkin tidak ada waktu untuk tercengang karena anaknya itu memanggilnya dan bahkan mengakui kalau dirinya adalah ayahnya.
Aya menyarankan Jayden dan Andi untuk membawa dokter teman Dereck yang tinggal dekat rumah Renjun dan Chenle, dan kata mereka tidak ada cukup waktu.
Pembengkakan perut William semakin besar, dan ada kemungkinan juga William tidak akan bertahan dengan jantungnya yang semakin melemah itu.
"Will, Will aku disini..."
William menatap Ayu dengan sendu, mengulas senyum tipis. Tangan pemuda itu mengelus kepala Ayu, gadis itu menangis.
"Jangan menangis, bunga lili kuningku tidak boleh menangis." Katanya.
William mengusap wajah Ayu, menghapus jejak air mata gadis itu. "Aku akan membawamu ke Netherland dikehidupan selanjutnya, Ayu, maaf aku tidak menepati janjiku tentang bisa menjawab seratus satu pertanyaan bahkan bersamamu satu abad selanjutnya." Katanya.
Aya ingin sekali menampar pemuda itu, bisa bisanya berbicara padahal semuanya sangat prihatin tentang keadaan.
Seandainya ada tabung oksigen pada zaman ini, pasti Aya akan memberikannya kepada William, menyambung hidup untuk berbahagia bersama dengan Ayu. Sayangnya disini tidak ada.
Aya berjalan mendekat kearah William.
William tersenyum jahil kearahnya, benar benar membuat Aya ingin membunuh pemuda itu dengan garpu. "Aku akan membunuhmu jika melontarkan lelucon, membunuhmu dengan-
"Tolong jaga saudara tiriku ya?" William menoleh kearah Andi, "aku tidak akan khawatir lagi kalau perempuan galak ini ada disisimu."
"Will..." Ayu menatap laki lakinya itu dengan penuh harap. "Tidak secepat ini, kan?"
Wajah pemuda itu rasanya menahan rasa sakitnya dari dada ataupun perut. "Saatnya berikan itu. Kamu tau maksudku."
William mencoba menatap langit langit, memejamkan matanya, mencoba menahan sakitnya, dan tidak bergerak lagi.
"WILLIAM! TIDAK, BODOH, TIDAK!" Jerit Ayu menggerak gerakkan tubuh pemuda itu yang benar benar tidak bergerak.
Andi menarik selimut sampai menutupi wajah saudaranya itu, Aya bisa melihat Andi menahan tangisnya, bahkan amarahnya. Hanya tunggu siapa yang membuat amarahnya membuncah.
Ayu menyingkirkan selimut, memandang wajah Andi dengan marah. "DIA MASIH HIDUP BODOH!"
"DIA MATI, DIA MENINGGAL, JANGAN EGOIS. KALAU SEPERTI INI, KAMU SAMANYA DENGAN ROSÈ EERENS!" Bentak Andi membuat Ayu menatapnya dengan tatapan kecewa.
Jayden mengambil insiatif untuk memeluk Ayu dan membawanya keluar dari ruangan, mencari udara segar. Menyisakan Aya dan Andi.
Kekasihnya itu menangis membelakanginya sambil menutup tubuh saudaranya itu dengan selimut putih. Andi terlalu banyak ke
hilangan, penderitaan, bahkan Aya yakin pemuda itu untuk bernafas legapun tidak bisa."Maafkan aku, Will." Katanya.
"Dimaafkan." Jawab Aya pelan, dan memeluk pemuda itu.
"Aku akan membalaskan dendamnya, dendam ibu, aku, Dereck, Jacob, Ayu dan William." Bisik Andi di tengah tengah isakkannya.
"Ya, kamu akan membalaskan dendam mereka." Balas Aya.
Aya tau Andi berduka, dan pemuda itu tidak akan melakukan hal itu. Perkataan itu hanya asal keluar, tidak ada orang yang menganggap itu sungguhan, bahkan si pembicara itu sendiri. Aya yakin tentang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Random[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...