BONUS CHAPTER

150 10 4
                                    

"Aya."

Aya menoleh kearah temannya, Jofinka, dirinya suka memanggil temannya dengan sebutan Jopi. Temannya yang satu-satunya masih percaya kalau dirinya tidak gila.

"Apa?" Tanya Aya sambil membereskan buku-bukunya.

"Lo tahu kak Rendi? Menurut lo, dia itu gimana?"

Aya menatap temannya dengan tatapan paling tidak bisa habis pikir kepada temannya, karena kakak tingkatnya dari fakultas DKV jelas sudah mempunyai kekasih. Lagipula, sulit menurut Aya membayangkan temannya berada ditengah-tengah hubungan kakak tingkatnya dengan kekasihnya yang terlampau sempurna dan cantik.

Semenjak kepulangannya, dirinya memang agak lupa dengan wajah-wajah disekitarnya. Bahkan, dirinya tidak sengaja menulis kertas quiz nya dengan nama Louise Caroline, bayangkan betapa malunya dirinya saat ditanya dosen waktu itu.

Louise Caroline hanya kehidupan sementaranya, seorang gadis Eropa yang tidak bisa menyelamatkan sang Kekasih untuk hidup bahagia selamanya disini, tidak ada kehidupan bahagia sampai akhir.

"Galak. Kak Rendi tuh galak, mukanya nyolot banget padahal baru lewat doang." Ujar Aya sambil memasukan buku-bukunya kedalam tas.

Kak Rendi sama kayak Huang Renjun temennya Andi. Gumam Aya dalam hati.

"Udah deh, Jopi. Lo nggak secantik kak Althea dari fakultas Ilmu Sejarah. Chindo asli dia. Nggak abal-abal kayak lo."

"Sialan, mulut lo bener-bener!"

"Tadi, disuruh apa, ya sama dosen? Gue lupa nulis di agenda." Kata Aya membuat temannya yang mencebik kini mulai berpikir.

"Bikin resensi? Nggak tahu, pokoknya tentang Geger Pacinan 1740, lo pernah denger?" Tanya Jofinka.

Aya menggelengkan kepalanya, "nggak."

Jofinka lalu membuka ponselnya untuk mencari situs sejarah tentang kejadian yang menjadi tugasnya hari ini.

"Geger Pacinan 1740 atau Tragedi Angke adalah pembunuhan orang Tionghoa yang berlangsung pada 9 sampai 22 Oktober 1740 dengan penerapan kekerasan sistem Pogrom."

Aya menghela nafasnya, "kepala, pundak, keluar uang lagi-keluar uang lagi."

"Bagus ngeluarin uang demi ngejar gelar daripada gamonin cowok yang lahir dari abad ke 19 yang kalau hidup sampai sekarang palingan udah jadi akhi-akhi uzur."

Mata Aya melirik sinis kearah temannya, "mulut lo mending jaga, anjing. Gue doain besok di labrak kak Althea gara-gara suka kepoin instagram nya kak Rendi."

"Mulut lo licin banget, Aya."

***

Toko Buku.

Aya menatap satu persatu buku dihadapannya, berusaha juga mencari bahan materi tugasnya dan riset tentang pengalamannya. Berusaha memahami apakah itu hanya mimpi, fiksi atau  benar-benar terjadi tapi tidak tercatat di sejarah.

Peduli setan dengan uangnya yang habis, asal nilainya bagus semuanya tidak masalah, benar kata Jofinka, walaupun kadang dirinya merasa getir karena belum bisa melupakan Andika Suryadi dan mimpi-mimpinya untuk hidup bersama pemuda itu kini menjadi benar-benar mustahil. Ditambah dengan rumor kalau dirinya gila karena histeris melihat seseorang pembicara seminar yang mirip dengan Jacob Spellmen, walaupun dirinya sangat yakin kalau pembicara itu adalah Jacob.

Banyak label yang harus dirinya lalui semenjak kejadian itu. Dirinya harus bolak-balik psikiater untuk terapi juga. Satu-satu yang bisa menyokongnya hanya Jofinka, dan Dereck--Nathanel ternyata seorang dokter forensik, yang kembali ke Amerika untuk mencari seseorang.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang