Enam puluh

180 34 4
                                    

HAIII!
Gak nyangka Netherland bisa sejauh ini hiksd.. [ nangis bawang ]

Hari ini Last Chapter lho, besok Epilog ><
----

Andi menatap Louise yang sudah mengenakan gaun paling cantik yang pernah dirinya lihat semasa hidupnya. Dirinya tidak peduli berapa banyak orang yang menatapnya dengan takut, bahkan orangtua Louise sekalipun yang menatapnya dengan awas.

Tugasnya disini hanya menonton Louise dengan laki laki lain, lelucon keji dari Semesta memang. Tangannya menggenggam erat sebuah buku harian milik William, setidaknya dirinya merasa ditemani mendiang saudara tirinya.

"Permisi," suara pemuda khas orang Netherland asli itu membuat Andi menoleh, melihat seorang dengan rambut pirang yang ditemani oleh seorang gadis dengan gaun berwarna merah muda. "Andrew, boleh kami duduk disebelahmu?"

Kedua orang itu adalah Jason dan Pirsie, Andi hanya mengenalnya sebatas anak edukasi keluarga Hasselt dan teman sekolahnya. Tapi, jelas Andi tau kolerasi kedua orang itu dalam kehidupan William semasa hidupnya dan Ayu-- setelah dirinya membaca buku harian saudaranya tentunya. Seandainya Ayu melihat Pirsie mungkin Ayu akan  mendorong Pirsie sambil mencaci maki gadis ini.

Tapi Andi yakin Ayu mustahil melakukan  itu.

"Maafkan aku--

"Karena tidak bisa datang ke pemakaman William? Memang sepantasnya kalian tidak datang setelah apa yang kalian lakukan padanya, bodoh." Potong Andi dengan berani.

"Ini hari pentingku, aku mohon kalian tidak membahas William kepadaku ataupun kepada Andi." Ujar Jayden yang tiba tiba muncul entah darimana.

Kedua orang itu menoleh, bahkan Andi terkejut dengan Jayden yang mengangkat suaranya dengan dingin kali ini.

Perkataan pemuda itu benar adanya, untuk apa membahas William dihari ini? Atau meminta maaf pada Andi tentang kesalahan mereka kepada William, bahkan Andi tidak tau masalah mereka. Kalaupun tau, Andi tidak bisa seenaknya lagi menghukum mereka karena Andi tau itu bukan urusannya.

Kedua orang itu hanya mengangguk lalu pergi, mencari kursi lain.

"Bisa ikut aku?" Tanya Jayden.

Andi mau tidak mau mengikuti pemuda itu.

***

"Aku tidak bisa melakukan ini." Kata Andi menatap Jayden yang menyerahkan pakaian pengantinnta kepada Andi, bahkan pemuda itu bersusah payah mengenakan pakaian yang biasa Andi pakai.

Jayden hanya bercermin, tidak mempedulikan perkataannya-- menutup telinga seakan akan seperti orang tuli. Temannya hanya mengatakan satu kalimat ambigu yang sisanya hanya seperti omong kosong.

"Andi, kamu tau kalau Louise sebenarnya adalah orang lain?" Tanya Jayden sambil merapihkan celananya.

"Ya, tentu." Jawab Andi.

"Aku ingin kamu menyambut ke pergiannya malam ini, tolong gantikan aku, bawa dia pergi dari tempat ini menuju tempat keluargamu." Kata Jayden.

"Keluargaku? Yang mana? Bahkan sekarang aku sebatang kara, Jay!" Seru Andi.

"Beatrix dan Cornelius, kedua pasangan itu selalu menunggumu pulang. Dan beberapa hari yang lalu, berkat perbincangan mereka dengan Lami yang penting tentang menyambut kepulangan Louise, mereka turut membantu." Kata Jayden.

"Kamu memberikan aku resiko yang besar, Jay." Balas Andi.

"Maafkan aku kalau aku menambah bebanmu untuk mengemban tugas yang mustahil ini, tapi menurutku ini akan berhasil karena wajah kita sedikit mirip." Kata Jayden.

"Tugasku hanya membawanya pergi dari sini dan mengantarnya ke rumah Beatrix dan Cornelius, bukan?"

"Lebih tepatnya mengantarnya ke halaman belakang rumah Beatrix dan Cornelius yang selama ini tidak boleh kita masuki." Jawab Jayden.

Andi tercengang, sehebat apa Lami sampai bisa mendesak kedua pasangan itu membuka pagar halaman belakang rumah Cornelius dan Beatrix. Halaman itu sakral, hanya Dereck yang pernah mengendap endap masuk kesana, habis itu Dereck tidak sama lagi dan lebih memilih untuk pergi dari rumah-- tepatnya menjadi antek Rosè.

Tapi, kalau mengemban tugas ini Andi setidaknya bisa mengatakan permintaan maaf atau meminta Louise untuk lebih lama bertahan disini. Dirinya ingin egois kali ini, dirinya ingin memeluk dunianya lagi.

Tidak rela kalau Louise pergi.

"Udara dan anginnya semakin kencang, mungkin ini sebuah petanda bagus. Lami berkata padaku, lubang cacing akan terbuka saat kecepatan angin melebihi kecepatan cahaya."

"Mustahil." Kata Andi.

"Ya aku tau, tapi apa salahnya dicoba. Lami bilang banyak cara untuk kembali untuk orang yang tersesat di zaman ini, Andi, tapi cara itu mustahil. Hanya sedikit orang yang bisa kembali." Jelas Jayden.

"Omong omong, apa itu lubang cacing? Tempat tinggal cacing?" Tanya Andi.

"Aku tidak tau, dan tugas kita sekarang baru dimulai. Ayo cepat berganti, kamu bisa membawa Louise pergi setelahnya." Jawab Jayden sambil tersenyum.

Andi mengambil jas mahal Jayden.

"Jayden, bagaimana dengamu? Dan bagaimana seandainya aku mengacau?" Tanya Andi.

"Tidak usah pedulikan aku, dan kalau kamu mengacau kemungkinan besar kamu di eksekusi oleh keluargaku dan keluarga Louise. Tidak ada yang bisa membelamu lagi, hanya kemungkinan  kecil aku dan lainnya bisa membantumu jika hal ini gagal." Jawab Jayden sambil menyisir rambutnya untuk mirip sekali dengan Andi.

Andi hanya terdiam melihat Jayden.

"Tapi ini keputusannya, menikah dengamu adalah keputusannya. Kenapa aku harus membawanya pergi?" Tanya Andi.

"Karena dia sama sekali tidak bahagia denganku, Andi. Mau sekarang, nanti atau di masa depan. Dan pulang juga termasuk impian dan keputusannya." Jawab Jayden.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang