Double deh karena ini update di awal tahun ehehehe (karena aku baik)
Jangan lupa jejaknya yaa ^^
---Aya melihat kelas yang baru dihadiri oleh Andi. Pemuda itu duduk nyaman di ujung ruangan sambil melahap apel yang dibawanya dari rumah Beatrix dan Cornelius. Aya berinisiatif menghampiri pemuda itu, memberikan roti yang dirinya bawa dari rumah Beatrix.
Gadis itu memutuskan untuk duduk tanpa permisi disebelah Andi. Membuka bekalnya dan memberikan sepotong roti kearah Andi, membuat pemuda itu memalingkan wajahnya kearah jendela.
"Aku minta maaf." Kata Aya.
"Untuk apa?" Tanya Andi.
"Masalah waktu itu sampai kamu sekarat." Jawab Aya.
"Oh."
"Kamu mau maafin?"
Andi menoleh kearahnya menghela nafasnya lalu menggelengkan kepalanya. Aya tidak tau kemapa Andi bisa seberani ini menentang seorang Netherland.
"Aku benar benar menyesal, jadi maafkan aku ya?" Bujuk Aya membuat Andi menatapnya dengan tambah malas.
"Aku bilang tidak ya tidak. Aku tidak ingin terlibat padamu, Louise. Malapetaka sekali hidupku jika bertemu denganmu." Jawab Andi tegas.
Aya tidak tau ingin bersikap apa. Ucapan pemuda itu benar, tapi baru kali ini Aya menyadari Andi menyebut namanya, nama yang dirinya gunakan disini. Louise. Andi tidak menyukai Louise, bukan tidak menyukai Aya. Dirinya masih berusaha sepositif mungkin.
"Aku bukan Louise." Kata Aya, mungkin ini saatnya membuka latar belakangnya.
"Halusinasi pagi ha-
"Berani sekali kamu menghujat seorang Netherland? Kamu memang siapa?" Tanya seorang guru yang tiba tiba sudah masuk ke dalam kelas.
Tidak hanya sang guru, ternyata kelas sudah benar benar ramai. Beberapa anak Tionghoa, inlander, dan sebagian banyak anak anak Netherland sudah masuk ke dalam kelas dan menjadikannya sebagai pusat perhatian. Aya tidak tau kalau tindakannya bisa sefatal ini untuk Andi.
Apalagi saat dirinya terpaksa untuk minggir dan membiarkan Andi diseret kedepan kelas dan di cambuk habis habisan, bahkan di pukul menggunakan rotan, ujaran kebencian dan cacian dilemparkan kepadanya. Aya bisa melihat Chenle yang berdiri mematung disebelah Lami, sedangkan Lami bisa terlihat jelas kalau tangannya meremas kencang rok yang dia gunakan.
William menoleh kearahnya, menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ibu jarinya diam diam terangkat kearah Aya seakan akan tindakan Aya sangat bagus untuk dilakukan. Disebelah pemuda itu ada Jayden yang seperti biasa menatap sekelilingnya dengan tatapan yang sangat datar.
"Ikut aku." Kata Lami lalu menarik Aya keluar dari kelas.
***
Aya dibawa Lami ke lahan sekolah yang sangat sepi. Untung saja rumputnya masih hijau jadi tidak membuat kesan semakin angker. Aya bisa membaca tatapan Lami, gadis itu marah- bukan marah lagi tapi murka kearahnya.
"Cukup untukmu, Louise." Kata Lami.
"Aku hanya meminta maaf!" Ujar Aya.
"Kamu tau tidak? orang seperti kami akan tetap salah dimata orang sepertimu, tidak peduli seberapa salahnya dirimu tetap saja orang pribumi seperti kami akan tetap salah dan kalah dengan kaum kamu!" Bentak Lami wajahnya kini memerah karena marah.
"Perlu berapa kali aku bilang padamu kalau- jauhkan Andi, kamu membuatnya tambah menderita." Lanjut Lami.
"Apa menurutmu aku seburuk itu? Aku hanya men-
"Cukup bilang kamu mencintainya, Lou. Kamu terobsesi, kamu mengganggunya, kamu membuatnya semakin parah. Aku harap kamu cepat cepat menikah saja atau bertunangan dengan keluarga Overstatern yang kurang ajar itu." Potong Lami lalu pergi memyisakan Aya yang masih berdiri ditempatnya.
Aya menyempatkan diri untuk berjongkok, mencabuti rumput rumput yang menurutnya sangat menyebalkan. Sungguh, semakin lama dirinya semakin frustasi di zaman ini. Aya pikir mudah neradaptasi disini, tapi sulit ternyata. Kini tangannya menepuk nepuk wajah bayangannya sendiri karena kesal.
Dulu- maksudnya di masa depan, pokoknya sewaktu dirinya menjadi Ayara Carissa tanpa embel embel Louise Caroline van Godilieve dirinya cenderung pendiam, misuh misuh, dan jadi pemegang kendali dimanapun dirinya berada. Aya tidak pernah bertingkah seperti ini, Aya selalu berkutat pada musik kesukaannya.
Dirinya melihat bukan bayangannya lagi, ada bayangan orang lain berjongkok juga didepannya. Melihat rumput rumput yang sudah Aya cabut.
"Kamu merusak tanaman." Kata pemuda itu membuat Aya mengangkat kepalanya melihat pemuda yang berbicara itu, Jayden manusia patung yang belum lama temui.
"Ya, lalu? Ada nasihat yang ingin kamu sampaikan untuk calon istrimu, ini?" Tanya Aya ketus.
Jayden mengeluarkan sebuah permen kearahnya. "Gula gula, untuk kamu." Katanya membuat Aya takut takut mengambilnya.
"Terima kasih." Kata Aya sambil menyunggingkan senyum kakunya.
"Maaf telah mendengar perbincangan kalian, aku tidak berniat mengikutimu aku hanya ingin memastikan tidak ada kejadian yang lebih parah." Jelasnya.
Mau tidak mau Aya mengangguk kearah Jayden dan mengulurkan tangannya. "Aku Louise"
"Jayden, panggil saja Jay." Katanya mrmbuat Aya mengangguk.
"Maaf aku mencuri dengar." Ujarnya membuat Aya mengangguk.
"Semua orang memiliki kesalahan, lagipula perbincangan kita bukan apa apa." Jelas Aya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Random[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...